Mohon tunggu...
Trisno Utomo
Trisno Utomo Mohon Tunggu... Pensiun PNS -

Insan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dugong yang Perlu Ditolong

30 April 2016   08:20 Diperbarui: 1 Mei 2016   19:46 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dugong (Dugong dugon) ǀ Sumber Gambar: thelovelyplanet.net

Pada tanggal 20-21 April 2016 yang baru lalu, telah diselenggarakan Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun 2016 dengan tema “Inisiatif Bersama untuk Pelestarian Populasi Dugong dan Habitat Lamun di Indonesia”, bertempat di IPB International Convention Center, Bogor.

Acara tersebut diprakarsai bersama oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan WWF Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Sesuai temanya, simposium ini mencari solusi untuk mengatasi ancaman terhadap populasi Dugong dan laju kerusakan lamun di Indonesia. Kerusakan padang lamun akan berkontribusi terhadap meningkatnya ancaman kepunahan Dugong.

Dugong adalah salah satu jenis mamalia laut yang termasuk dalam Ordo Sirenia, suku (Familia) Dugongidae. Dugong ini dapat mencapai umur 70 tahun atau lebih. Selain Dugong, mamalia laut yang juga banyak ditemukan di perairan laut Indonesia adalah Paus dan Lumba-lumba.

Dengan nama ilmiahnya Dugong dugon, dan nama umum dalam bahasa Inggris atau bahasa-bahasa lain adalah "Dugong", berasal dari istilah dalam bahasa Tagalog yang diambil dari bahasa Melayu yakni “Duyung” atau “Duyong”, yang bermakna "perempuan laut”. Ini mungkin didasari adanya mitos dari berbagai daerah (negara) bahwa Dugong adalah penjelmaan wanita cantik. Di Sumatra disebut juga “babi laut”, di Sulawesi Selatan disebut “ruyung”, sedangkan di masyarakat Suku Bajo di Gorontalo disebut “dio”.

Dugong jarang dijumpai oleh manusia sehingga dianggap sebagai hewan pemalu. Tetapi sebenarnya dia menghindari kontak dengan manusia yang merupakan bentuk pertahanan diri dari ancaman terbesarnya. Dia akan menjauh jika dalam radius 500-1000m terdeteksi adanya potensi gangguan melalui pendengarannya yang sensitif.

Lalu, mengapa Dugong terancam kelestariannya? Itu dapat disebabkan oleh berbagai ancaman sebagai berikut:

1. Faktor Biologis

  • Habitat hidup di perairan dangkal dekat pantai; adalah merupakan bagian laut yang paling dinamis dan sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan manusia. Oleh karena itu Dugong akan banyak menerima tekanan atau dampak dari kegiatan manusia, baik secara langsung maupun tak langsung.
  • Reproduksi yang lambat; dimana dia memasuki usia dewasa pada umur 8-10 tahun, dapat melahirkan anak pada umur 10-17 tahun, masa kehamilan sekitar 13-15 bulan, tiap kelahiran hanya menghasilkan satu anak, dan anaknyamenyusu pada induknya sampai umur 14-18 bulan.
  • Pengasuhan anak memakan waktu lama;  setelah disapih anakan Dugong masih terus hidup tak jauh dari induknya sampai menjelang dewasa. Rata-rata lama pengasuhan oleh induknya selama tujuh tahun. Hal ini selanjutnya mengakibatkan lamanya interval antar kehamilan. Kondisi ini membuat Dugong sulit untuk mempertahankan keberlanjutan hidupnya menghadapi tekanan manusia.

adult-female-dugong-swimming-with-calf1-572406070123bdc61b2c7bb4.jpg
adult-female-dugong-swimming-with-calf1-572406070123bdc61b2c7bb4.jpg
Dugong mengasuh anaknya ǀ Sumber Gambar: arkive.org
  • Perenang lambat; kecepatan renangnya hanya sekitar 0,2 hingga 0,7 km/jam, sehingga rentan tertabrak oleh kapal atau perahu motor cepat. Apalagi dia harus sering ke permukaan untuk menarik napas, sehingga akan sulit baginya untuk mengelak apabila didekati atau dihampiri oleh kapal atau perahu motor yang sedang melaju cepat.
  • Serangan penyakit; Dugong juga dapat terinfeksi oleh berbagai jenis parasit, tidak saja oleh cacing, tetapi juga oleh protozoa dan bakteri.
  • Predator; Dugong dengan kecepatan renang yang rendah sangat rentan terhadap  ancaman hewan pemangsanya seperti hiu, paus pembunuh, dan buaya.
  • Terdampar di pantai; sering kita dengar dugong terdampar di pantai, ini dapat terjadi karena badai atau sebab-sebab yang lain. Contohnya, ketika hendak melahirkan dia lebih ke tepi untuk menghindari predator, celakanya malah ditangkap dan dibantai oleh manusia.

2. Faktor Manusia

  • Perburuan ilegal ; Dugong diburu untuk dimanfaatkan, mulai dari kulit, daging, lemak, tulang, gigi yang berupa gading, hingga semua isi perutnya untuk keperluan konsumsi, obat-obatan, pernak-pernik hiasan, dan untuk berbagai keperluan budaya dan religi masyarakat setempat. Daging untuk konsumsi dan gadingnya yang mahal diperdagangkan untuk pipa rokok. Bahkan “air mata”-nya dipercaya dapat digunakan sebagai pengasihan atau pesugihan. Memang bila Dugong diangkat keluar dari air, maka kelenjar air matanya akan mengeluarkan cairan yang dikenal sebagai “air mata duyung”.
  • Penangkapan tak disengaja; seperti terperangkap alat tangkap jaring pasang surut, sero, jaring insang (gill net) dan jaring hiu (shark net). Sebenarnya Dugong disini bukan merupakan tujuan penangkapan, tetapi dia bisa mati karena tidak bisa menarik napas kepermukaan. Walaupun tidak mati, kadang nelayan tidak mengembalikannya ke laut bebas, malahan dibantai atau dijadikan tontonan (seperti foto berikut).

004303100-1457926369-11217161-10209453347557029-7353893636660999339-n-572406b42f97734e059805a2.jpg
004303100-1457926369-11217161-10209453347557029-7353893636660999339-n-572406b42f97734e059805a2.jpg
Penyekapan dugong oleh nelayan di Pulau Kokoya, Morotai, Halmahera Utara ǀ Sumber Gambar: bintang.com

bintan-15-f-ist-fre-bangkai-ikan-dugong-digantung-tim-coremap-untuk-diperiksa-572407f20d97739f25d0b38f.png
bintan-15-f-ist-fre-bangkai-ikan-dugong-digantung-tim-coremap-untuk-diperiksa-572407f20d97739f25d0b38f.png
Dugong yang mati tersangkut jaring nelayan di pantai Trikora, Bintan-Kepri ǀ Sumber Gambar: tanjungpinangpos.co.id
  • Penggunaan alat penangkapan ikan terlarang; penggunaan alat yang destruktif ini sangat merusak sumberdaya ikan secara umum dan lingkungannya, seperti bahan peledak dan bahan beracun.
  • Perusakan habitat; padang lamun adalah habitat tempat hidup Dugong dan sekaligus lamun adalah makan utamanya. Lamun adalah tumbuhan tingkat tinggi yang berbunga (Angiospermae) yang telah beradapatasi sepenuhnya untuk hidup terbenam dalam laut. Menyusutnya luas padang lamun atau makin terdegradasinya kondisi lingkungan padang lamun berdampak sangat signifikan terhadap keberadaan Dugong. Pembangunan konstruksi pantai, misalnya pelabuhan, pemukiman, dan fasilitas wisata dapat melenyapkan luasan padang lamun sebagai habitat utama Dugong, atau menyebabkan kekeruhan air yang pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan lamun yang menjadi tumpuan hidup Dugong.
  • Pencemaran air, baik yang bersumber dari daratan maupun dari kegiatan di laut. Sumber pencemaran dari darat bisa dari limbah industri, pertanian, pemukiman, dan pertambangan, sedangkan dari kegiatan laut misalnya karena terjadinya tumpahan minyak di laut.

3. Faktor alam

  • Faktor alami yang dapat mengancam kehidupan Dugong seperti badai atau siklon yang menghantam dan memporak-porandakan suatu perairan pantai. Dampaknya bisa bersifat langsung karena mematikan Dugong, ataupun tak langsung karena menghancurkan padang lamun yang menjadi tumpuan hidup Dugong.

Sebenarnya Pemerintah Indonesia telah memberikan perlindungan terhadap Dugong, seperti diterbitkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1999 tentang Konservasi Flora dan Fauna; Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya; Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; dan lain-lain. Namun kadang pelaku penangkapan Dugong ini masih banyak yang belum mengetahui bahwa Dugong merupakan biota yang dilindungi, karena kurangnya sosialisasi. Selain itu juga karena kurang tegasnya penerapan hukum di lapangan.

Secara internasional, International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah mengkategorikan Dugong dalam kondisi teracam punah, dan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) telah memasukkannya dalam Appendix I, yang berarti melarang perdagangan seluruh barang-barang produksi yang dihasilkan dari bagian-bagian tubuh hewan ini.

Untuk itu, perlu dilakukan konservasi dan pengelolaan terhadap populasi Dugong dan habitatnya, serta pemanfaatannya harus dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan asas keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian.

Pelestarian Dugong penting bukan hanya untuk Dugong itu sendiri, melainkan juga untuk kelangsungan ekosistem lamun tempat hidupnya, dan sekaligus untuk kepentingan manusia.

Konsep yang perlu dikembangkan ke depan, satwa laut ini bisa dimanfaatkan untuk pariwisata yang berorientasi pada kelestarian alam, yang akan dapat mendatangkan manfaat ganda. Selain konservasi terjamin, sumber pendapatan dapat diperoleh dari sektor pariwisata.

Salam dari saya.

Referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun