[caption caption="Suasana Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang | Ilustrasi : Bhirawa Mbani"][/caption]Permasalahan yang sudah menjadi keadaan darurat di Indonesia adalah permasalahan korupsi, narkoba, dan juga bencana alam. Namun dengan perkembangan permasalahan sampah yang terjadi saat ini, ternyata juga sudah layak dikatakan bahwa Indonesia dalam kondisi darurat. Disamping karena volumenya yang terus meningkat, kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta dalam pengelolaan sampah dengan cara yang benar masih belum terwujud. Bencana banjir yang banyak terjadi saat ini, salah satu penyebabnya adalah pengelolaan sampah yang tidak baik.
Sampah adalah bahan buangan dari kegiatan rumah tangga, komersial, industri atau aktivitas-aktivitas lainnya yang dilakukan oleh manusia. Dengan demikian, sampah merupakan hasil samping dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai atau tidak dibutuhkan lagi. Apabila sampah tidak dikelola dengan baik, akan mengakibatkan mencemari tanah dan air, menimbulkan bau yang tidak sedap, mengganggu keindahan lingkungan, serta menjadi sarang binatang, bakteri, atau virus penyebab penyakit.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pertambahan jumlah penduduk berbanding lurus dengan jumlah sampah yang dihasilkan. Hitungan secara kasar, dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini 250 juta orang, jika setiap orang menghasilkan sampah 0,7 kg/hari, maka timbunan sampah secara nasional mencapai 175 ribu ton/hari atau setara dengan 64 juta ton/tahun.
[caption caption="Sampah yang menimbulkan masalah, sebenarnya bisa diubah menjadi berkah | Foto : riaugreen.com"]
Produksi sampah yang tinggi memerlukan lahan yang luas untuk tempat penimbunan atau pembuangannya. Di sisi lain, lahan yang tersedia semakin terbatas. Persoalan menjadi semakin bertambah karena sampah warga perkotaan itu ternyata banyak yang tidak mudah terurai, terutama sampah plastik. Semakin menumpuknya sampah tersebut akan menimbulkan pencemaran yang serius.
Tidak hanya di darat, di perairan yang akhirnya bermuara di laut, juga dipenuhi oleh sampah plastik. Hasil riset Jenna R Jambeck dan kawan-kawan (selengkapnya disini), menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi kedua terbesar sebagai penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, disusul Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka.
Untuk mengangkut sampah ke tempat pemrosesan akhir (TPA), banyak terjadi masalah dan konflik. Contoh klasiknya adalah apa yang terjadi di Ibu Kota, Jakarta. Sejak 1989, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang yang terletak di Kota Bekasi menjadi tumpuan penanganan sampah warga DKI Jakarta. Ribuan ton sampah dari Ibu Kota setiap hari dikirim dengan truk ke TPST ini untuk diolah di tanah milik Pemprov DKI seluas 110,3 hektar.
Beberapa kali muncul konflik terkait sampah di Bantargebang. Pada 2008, ratusan warga Desa Taman Rahayu, Kecamatan Setu, Bekasi, memblokade jalan masuk TPST karena menuntut kompensasi. Maret 2011, Forum Warga Cileungsi, Bogor, mengancam akan mencegat truk sampah dari Jakarta.
Awal November 2015, ketegangan kembali terjadi. Selain sejumlah truk dirazia oleh Dinas Perhubungan Kota Bekasi karena melanggar batas waktu pengangkutan (pukul 21.00-05.00), massa juga menghadang truk sampah di Cileungsi. Pelarangan truk sampah melintas di Cileungsi merupakan protes dari warga karena pengangkutan sampah telah menimbulkan aroma tidak sedap dan mengganggu lalu lintas.
Harus Dikelola
Keberadaan sampah memang tidak bisa dihindari, tetapi sebenarnya bisa dikurangi dan dikendalikan. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan sampah, yaitu kegiatan yang dilakukan secara sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan, yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Dengan pengelolaan sampah yang baik, maka akan dapat mengubah sampah tersebut menjadi bahan yang memiliki nilai ekonomis dan tidak membahayakan lingkungan.
Pengelolaan sampah tidak akan dapat terlaksana dengan baik tanpa partisipasi semua pihak, yaitu masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah. Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok kegiatan utama dalam pengelolaan sampah, yaitu :
(1) Pengurangan sampah, yang terdiri dari : (a) Pembatasan (reduce), yaitu mengupayakan agar sampah yang dihasilkan sesedikit mungkin, (b) Guna-ulang (reuse), bila sampah akhirnya terbentuk, maka diupayakan memanfaatkan sampah tersebut secara langsung, dan (c) Daur-ulang (recycle), apabila sampah yang tersisa atau tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, kemudian diproses atau diolah untuk dapat dimanfaatkan, baik sebagai bahan baku maupun sebagai sumber energi. Kegiatan pengurangan sampah ini merupakan prioritas utama yang harus dilakukan semaksimal mungkin oleh semua fihak. Sampah yang masih tersisa dari kegiatan pengurangan sampah, selanjutnya dilakukan pengolahan (treatment) maupun pengurugan (landfilling).
(2) Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari : (a) Pemilahan, yaitu pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, (b) Pengumpulan, yaitu pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu; (c) Pengangkutan, yaitu membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir, (d) Pengolahan, yaitu mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, dan (e) Pemrosesan akhir, yaitu pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Untuk membantu pemerintah dalam pengurangan sampah, keluarga, masyarakat (RT/RW/Desa/Kelurahan), dan pelaku usaha sebagai penghasil sampah, diharapkan dapat mengelola sampahnya secara mandiri. Dimulai dengan pengurangan dan pencegahan sampah dari sumbernya (reduce), melalui pemilahan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah anorganik dapat dipisahkan menjadi tiga jenis, yaitu : (a) sampah plastik, (b) sampah kertas, dan (c) sampah kaca dan logam.
Kemudian dilakukan kegiatan pemanfaatan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan (reuse), Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya dengan pembuatan kerajinan yang berbahan baku barang bekas atau kertas bekas. Sedangkan pemanfaatan kembali secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.
[caption caption="Hasil kerajinan berbahan baku sampah | Foto : pengelolaanlimbah.wordpress.com"]
[caption caption="Pengolahan sampah menjadi pupuk kompos | Foto : inswa.or.id"]
(1) Untuk menghasilkan listrik, sampah dimasukkan kedalam tungku insinerator untuk dibakar. Pembakaran sampah hendaknya menggunakan teknologi yang memungkinkan berjalan efektif dan aman bagi lingkungan. Asap yang keluar dikendalikan agar sesuai dengan standar baku mutu emisi gas buang. Panas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk memanaskan boiler. Uap panasnya digunakan untuk memutar turbin dan selanjutnya menggerakkan generator listrik. Abu sisa pembakaran diperkirakan kurang 5% dari berat atau volume sampah sebelum di bakar. Abu ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku batako atau bahan bangunan lainnya.
(2) Untuk menghasilkan BBM dari sampah plastik, dimana sampah plasik dimasukkan ke dalam mesin pirolisis, untuk proses dekomposisi kimia guna menghasilkan hidrokarbon melalui pemanasan suhu tinggi dengan sedikit oksigen. Limbah plastik dipanaskan hingga meleleh dan menghasilkan gas. Gas tersebut diembunkan melalui proses kondensasi sehingga dihasilkan BBM.
Akhirnya, sisa-sisa sampah yang tidak bisa dimanfaatkan sama sekali di-treatment dengan menggunakan sistem landfilling.
[caption caption="Ilustrasi : @HiLoBDG"]
Selamat Hari Peduli Sampah Nasional 21 Februari 2016.
Ayo laksanakan Gerakan Pungut Sampah.
Ayo laksanakan pengolahan sampah.
Salam dari saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H