[caption caption="Ilustrasi : BBC"][/caption]Menkopolhukam Indonesia Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Indonesia bisa menjadi negara kedua di kawasan Laut China Selatan yang menantang klaim China atas seluruh wilayah di kawasan itu, termasuk kepulauan Natuna milik Indonesia. Ini terjadi jika China dan Indonesia tidak bisa menyelesaikan perselisihan wilayah itu lewat dialog. Luhut Panjaitan hari Rabu (11/11/2015) mengatakan Indonesia bekerja keras menyelesaikan isu itu dan berupaya mendekati China untuk membahas keprihatinan tentang klaim wilayah China yang kontroversial di Laut China Selatan (Kompas.com, 12/11/2015).
Namun kemudian Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan, tidak pernah ada pihak yang mengklaim kepemilikan Kepulauan Natuna. Bahkan, China yang sebelumnya dikabarkan mengklaim Natuna sudah dengan jelas menyatakan bahwa kepulauan tersebut milik Indonesia. "Beberapa waktu lalu ada berita soal klaim Natuna. Itu sama sekali tidak benar," kata Retno dalam keterangannya kepada media massa di Kuala Lumpur, Jumat (20/11/2015). Kepemilikan Indonesia atas Kepulauan Natuna, lanjut dia, sudah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan tidak pernah ada keberatan dari pihak mana pun, termasuk China (Kompas.com, 21/11/2015).
Perusakan Terumbu Karang
Sementara itu, sengketa kepulauan Spratly di laut China Selatan masih terus memanas. Paling tidak ada tujuh negara yang terlibat. Tiga negara mengklaim penuh seluruh kepulauan Spratly (China, Taiwan, dan Vietnam). Tiga negara mengklaim sebagian (Malaysia, Filipina, dan Brunai Darussalam). Sedangkan Indonesia hanya mengklaim sebagian wilayah kepulauan Spratly ke dalam Zona Ekonomi Ekslusif 200 mil. Kabar terbaru, militer Vietnam sedang memperkuat diri untuk menghadapi kemungkinan konflik terburuk dengan China terkait sengketa tersebut.
Sedangkan China sendiri, menunjukkan sikap yang arogan di wilayah yang sebenarnya dikuasai oleh Filipina. Rupert Wingfield-Hayes dari BBC News (15/12/2015) melaporkan bahwa nelayan (ilegal) China sengaja menghancurkan terumbu karang dekat sekelompok atol yang dikuasai Filipina di Kepulauan Spratly, berlangsung siang dan malam, bulan demi bulan. Ketika diliput, setidaknya ada selusin kapal kecil yang berlabuh di perairan karang itu, dan terlihat adanya deretan panjang pasir dan kerikil yang berwarna putih di belakang kapal-kapal kecil tersebut.
[caption caption="Terlihat deretan berwarna putih memanjang di bagian belakang kapal-kapal kecil. Foto : BBC"]
[caption caption="Kapal ditambatkan di karang, mesin dihidupkan, dan baling-baling kapal digunakan untuk memecah karang. Foto : BBC"]
[caption caption="Dasar laut penuh ditutupi oleh lapisan tebal puing-puing jutaan fragmen hancuran karang. Foto : BBC"]
Selain kapal-kapal kecil, ada sekelompok kapal nelayan yang jauh lebih besar berlabuh di lepas terumbu karang. Ini adalah "kapal induk" bagi kapal-kapal kecil yang berada di terumbu karang tersebut. Di geladak kapal besar itu terlihat ratusan cangkang kerang yang ditumpuk tinggi. Di buritan setiap kapal, ada dua huruf Cina yang besar berbunyi : Tanmen. Tanmen adalah pelabuhan nelayan di pulau Hainan, Cina.
Ketika dikonfirmasi kepada seorang perwira korps marinir Filipina, mengatakan bahwa penghancuran karang tersebut telah berlangsung selama setidaknya dua tahun, siang dan malam. Ketika dikatakan kepadanya : "Anda pria bersenjata, kenapa anda tidak pergi ke sana dengan speedboat Anda dan mengusir atau menangkap mereka?" Jawabnya : "Itu terlalu berbahaya, kami tidak ingin memulai peperangan dengan Angkatan Laut Cina."
Semua ini membuktikan bahwa Pemerintah China melindungi nelayan ilegal. Pemerintah Beijing tampaknya tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan mereka. Nelayan ilegal tersebut sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan ketika kamera wartawan mensyuting mereka.
[caption caption="Kondisi atol pada bulan Januari 2012. Foto : BBC"]
Sebelumnya, pada bulan Mei 2014 perahu nelayan dari Tanmen telah ditangkap oleh polisi Filipina pada perairan karang yang lain. Pada kapal itu, polisi menemukan 500 penyu sisik, kebanyakan telah mati. Penyu sisik ini terancam punah dan dilindungi berdasarkan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka (CITES).
Pengadilan di Filipina menghukum sembilan nelayan ilegal China tersebut selama satu tahun penjara. Pemerintah Beijing marah. Kementerian luar negerinya menuntut nelayannya yang terpidana agar segera dibebaskan, dan menuduh Filipina "sangat melanggar kedaulatan China dengan menahan secara ilegal kapal dan nelayan China di perairan yang diklaim sebagai perairan Kepulauan Nansha, China".
Namun, ada fakta lain yang lebih menyedihkan yang terjadi di sini. Fakta mengejutkan penjarahan karang diatas belum apa-apa, dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh program pembangunan pulau buatan China. Pulau terbaru yang dibangun China baru saja melenyapkan Mischief Reef sepanjang lebih dari 9 km. Terumbu karang hidup sepanjang 9 km itu kini telah terkubur di bawah jutaan ton pasir dan kerikil.
[caption caption="Pulau buatan baru China yang dibangun di atas terumbu karang di Laut Cina Selatan. Foto : BBC"]
Sumber : www.bbc.com/news/magazine-35106631
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H