Tahun 2011 aku pindah kerja dari Jogja ke Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi (PuskonseR) di Bogor, tepatnya beralamat di Jalan Gunung Batu Nomor 5. Kantor PuskonseR dibangun tahun 1892 oleh Belanda sebagai lembaga riset kehutanan yang bernama Bosbow. Bosbow ini dari bahasa Belanda yang artinya kehutanan.
Saat aku melapor hari pertamaku kerja di PuskonseR, waktu itu Pak Adi selaku Kepala Pusat (KapuskonseR) di ruang kerjanya yang cukup luas berarsitekan khas bangunan Belanda. Ruang kerja KapuskonseR terbagi menjadi tiga ruang.Â
Ruang utama, ruang tengah, dan ruang sekretaris. Tak lama kemudian, Pak Kapus pindah ke ruang tengah yang jauh lebih sempit dari ruang utama yang ada di dalam.
Pak Kapus ini tipe Boss yang egaliter, dekat dan sabar membimbing para peneliti dan staf-stafnya. Hal ini membuat stafnya nyaman saat berkomunikasi baik formal maupun informal, termasuk aku yang staf baru di kantor itu.Â
Suatu ketika aku berkesempatan ngobrol ringan dengan Beliau dan menanyakan mengapa memilih bekerja di ruang tengah dibandingkan ruang utama.
"Pak Fauzi, mantan KapuskonseR pernah cerita bahwa putri salah satu pimpinan Bosbouw yang bernama Noni, bunuh diri di ruangan itu," kata Pak Adi sambil menunjukan ruang utama.
"Kenapa bunuh diri pak?" tanyaku penasaran dan tak terasa bulu kudukku berdiri secara otomatis.
"Katanya patah hati diputus pacarnya."
"Apa Bapak pernah ditampak-tampakin?"
"Alhamdulillah belum sih."
"Kenapa Bapak gak ngantor di ruang utama yang lebih lebar dan nyaman? Apa Bapak takut?" Tanyaku sambil nyerenges.