Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di KLHK

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kedaulatan dari Kemelekatan

13 Maret 2022   19:25 Diperbarui: 13 Maret 2022   19:38 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi telah menandatangani  Keppres 2/2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang akan diperingati setiap tanggal 1 Maret. Sejarah mencatat bahwa setelah Dwi Tunggal, Soekarno-Hatta  memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Belanda tidak rela bekas jajahnya merdeka. Belanda melakukan agresi militer dan propaganda politik di dunia Internasional lewat jalur PBB sebagai upaya meleyapkan eksistensi Bangsa Indonesia.

Disisi lain, para tokoh dan pejuang bangsa ini melakukan Serangan Umum 1 Maret 1949 untuk menunjukan eksistensi dan kedaulatan Negara Indonesia di dunia internasional. Mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk membuktikan bahwa Kemerdekaan Bangsa Indonesia bukanlah sebuah pemberian dari penjajah, tapi dibayar dengan darah dan nyawa para pejuang bangsa ini.

Selain pada level Negara, kedaulatan atau kemerdekaan juga harus diperjuangkan pada tingkat individu, setiap manusia. Kenapa kemerdekaan pada setiap individu manusia itu penting?

Karena itu adalah cara seseorang agar dapat mencapai kebahagiaan yang merupakan cita-cita setiap manusia hidup di dunia baik miskin maupun kaya, karyawan rendahan maupun pejabat tinggi, dst...dst....

Merdeka dari apa?

Salah satunya, merdeka dari kemelekatan. Kemelekatan adalah sesuatu/seseorang yang kita anggap milik kita yang diperjuangkan secara mati-matian agar tidak lepas dari kita. Padahal pada hakikatnya, merupakan titipan Tuhan sebagai sarana untuk beribadah kepada Nya. Jika Tuhan berkehendak untuk mencabutnya, maka kapan dan dimanapun akan lepas dari kita.

Kemelekatan kepada benda berlebihan yang melebihi cintanya kepada Sang Pencipta, dalam Islam disebut musrik, karena dianggap telah memberhalakan benda tersebut. Pada zaman nabi Ibrahim, berhala-berhala berwujud patung yang disembah orang-orang pada waktu itu.

Untuk memerdekakan masyarakat dari sesembahan berhala tersebut, Nabi Ibrahim menghancurkan berhala, walaupun harus berhadapan dengan Raja Namrud yang sombong dan mengaku sebagai tuhan. Nabi Ibrahim telah merdeka jiwanya dari penghambaan pada berhala atau sesama manusia, maka Iapun mendapat pertolongan dari-Nya saat menjalani hukuman dibakar oleh tentara Namrud. Pada era kekinian, berhala-berhala itu berupa harta, tahta, wanita serta anak keturunan sebagai ujian.

Konsekuensinya apa jika kita tidak merdeka dalam kemelekatan?

Kata Rosul, jika manusia dititipkan harta berupa emas sebesar gunung Uhud, maka ia masih mencari gunung emas lainnya. Jika sifat serakah tidak dapat dikontrol, maka manusia akan jauh dari rasa bersyukur. Jika tidak ada rasa bersyukur, maka kebahagianpun tidak akan bersemayam dalam dirinya. Banyak fenomena yang menunjukan orang yang berkelimpahan materi, namun terjerumus dalam pergaulan bebas, mengkonsumsi narkotika dan bahkan memilih bunuh diri karena kering jiwanya.

Ketika ajal tiba, harta yang kita peroleh dengan jalan menghalalkan segala cara, maksimal 1/3 saja yang bisa diwakafkan atas nama kita, sedangkan sisanya menjadi hak ahli waris. Sedangkan pertanggungjawabannya atas perolehan dan pembelanjaannya adalah kita, bukan?

Bagaimana dengan tahta?

Dalam kitab suci, diceritakan nasib tragis para raja yang sombong dan megaku sebagai tuhan sebagai pelajaran manusia yang hidup di era selanjutnya. Nasib para pemimpin pemerintahan baik di pusat maupun daerah yang berurusan dengan KPK.

Tidak lama lagi, umat muslim akan menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadhan selama satu bulan. Ajang latihan melepaskan kemelekatan sebulan, diharapkan kita bisa menjadi insan yang qona'ah (nrimo ing pangdum) serta amanah mengelola segala yang dititipkan Nya.

MERDEKA!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun