Sambil melihat peta kerja skala 1:10.000, Petrus mencari titik ikat sebagai titik terluar blok dan ditarik 20 meter sebagai titik jalur 1. Peta topografi menunjukan mayoritas datar 80%, landai 15%, sedangkan sisanya curam. Ketinggian tempat 100-250 mdpl, kelembaban udara rata-rata 85%, suhu rata-rata 27 C, iklim A dengan curah hujan lebih dari 3000 mm/th, sedangkan jenis tanah latosol dan podsolik.
Data-data itu sudah dicatat di tallysheet oleh Teguh sebagai pencatat. Pengukur diameter batang pohon Yayan dan aku. Rama membantu arah jalur dengan membawa kompas di depan, sedangkan Oka pengukur tinggi pohon.
100 meter pertama, masih datar dan pekerjaan tim masih grotal-gratul karena masih tahap belajar. Pada jarak 350 m terdapat alur sungai dan kelerengan yang curam. Tim harus terus berjalan lurus walau harus menembus halangan dan rintangan yang ada di depan.
Tiba-tiba ada suara "kedebug...pletakkkk!!!!!" Tanda ada yang jatuh.Â
Ternyata Teguh yang jatuh karena harus konsentrasi mencatat data. Kakinya kesrimpet akar pohon yang menjulang  tanah. Bobot tubuhnya yang berat mengakibatkan badanya harus ngelundung dari atas sampai ke bibir sungai.
"Ati-ati Guh!!!" Teriak Oka sebagai ketua tim harus menjaga keselamatan teman-temannya.
Secara serentak dan reflek,kami berlari mendekati Teguh untuk memberi bantuan. Syukur tidak fatal dan kami memilih ishoma dulu karena sudah menunjukan pukul 12.00. Makan siang di pinggir sungai yang jernih dengan lauk mie goreng dan telur dadar.
Kondisi lapar dan suasana hutan alam tropis membuat kami lahap menyantapnya. Kami membawa botol air mineral, jika sudah habis bisa mengambil air sungai yang masih fresh.
Bersambung......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H