Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di KLHK

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Parman (10)

24 Januari 2022   08:54 Diperbarui: 24 Januari 2022   10:02 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia yang terletak di antara garis katulistiwa ini memiliki 2 musim yang memungkinkan tumbuhya banyak tanaman tropis di negara ini. Luas hutan negara 70% dari luas daratan dan termasuk 3 besar mega biodiversity dunia. Hal yang menuntut kurikulum agar mahasiswa memiliki ilmu dan pengetahuan tentang kehutanan yang luas dan pengalaman kerja di lapangan.

Kuliah Lapangan (KL) dan Praktek Umum (PU) Jawa dan luar Jawa menjadi hal yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa kehutanan. Selain itu, penelitian dalam skripsi yang lokusnya di lapangan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kehutanan.

Pengetahuan ini kita dapatkan pertama kali dari mata kuliah Pengantar Ilmu Kehutanan pada semester I. Mata kuliah wajib dan menjadi syarat untuk mengikuti KL untuk belajar tipe hutan dari hutan pegunungan di Baturraden, hutan dataran rendah, hutan pantai dan hutan mangrove di Cilacap dan Pangandaran selama 2 malam dan 3 hari.

Kami berangkat pukul 06.00 WIB dari Jogja menuju Baturraden sekitar 4 jam. Setelah sampai di Baturraden, kami singgah di kantor Asper Perhutani dengan udara yang sejuk dan pemandangan yang indah. Kami langsung mendapatkan materi tentang tipe hutan pegunungan dan pengelolaannya dari Pak Asper dan jajaranya.

Kebun Benih Semai (KBS) Pinus merkusii adalah legacy Prof. Dr. Oemi Haniin Soeseno dan tim sebagai rimbawan Bulaksumur yang patut dibanggakan. KBS ini merupakan "monument" bersejarah awal mula berkembangnya ilmu pemulian pohon hutan di Indonesia. Selain dibangun di Jateng, KBS Pinus merkusii juga dibangun di Jabar dan Jatim dari materi genetik hasil ekplorasi di sebaran alam di Sumatera Utara dan Aceh.

Malam pertama kita menginap di Baturraden dengan suhu udara sangat dingin. Karena itu, banyak teman yang memilih tidak mandi. Tempat mandi, ada di penginapan, namun ada juga di sungai. Ada testimoni yang lucu dari yang mandi,"weh uadem bingit ki cah," kata Kamal sambil menggigil."

"Hooh ik. Sampe barangku ndelik garek sak mente rek," saut Tri Jadmiko asli Banyuwangi dengan logat Jawatimuran dan langsung diketawain teman-temannya.

"Iyo sak mlinjo cah," saut Barid.

"Mengkret. Hahahahahaha," kataku gak mau kalah.

Tak lama kemudian datanglah Oka yang memilih gak mau mandi, "Wis....to ojo do mbahas bab  manuk. Saiki golek anget-anget ae yuk neng njobo."

"Opo kui ka," timpal Ketut orang Bali.

"Yo misale bajigur dan sejenisnya lah. Hahahahaha," jawab Oka.

"Ealah tak kiro opo," kata AG. Heru.

Setelah mandi sore, banyak yang memilih sholat magrib dan isyak di jamak dan qashar. Setelah itu makan malam dan acara bebas. Ada yang memilih membaca buku panduan KL, main gaple dan ada juga yang keluar untuk melihat dunia luar yang dingin.

Setelah sarapan kami langsung menuju ke Cilacap. Ditengah perjalanan kami singah di Kantor Asperan di KPH Banyumas Barat untuk melihat hutan dataran rendah. Setelah mendapatkan penjelasan dari Asper kami menuju ke Cilacap untuk melihat hutan mangrove.

Dari Cilacap kami menyusuri Sungai Cintanduy menuju Pangandaran dan sepanjang sungai dapat melihat hutan Mangrove. Sampai di Pangandaran sore hari dan kami menyempatkan main bola di pasir pantai dan menikmati sunset yang sangat indah.

Keesokan harinya, kami belajar tentang hutan pantai di Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran yang ada di kawasan Pantai Timur Pangandaran. Kami membuat petak ukur untuk analisis vegetasi dari tingkat semai sampai pohon. Selama perjalanan pulang ke Jogja Yayan memainkan gitarnya.

Pada liburan semester I, salah satu program PD III unggulan yang dijabat Dr. Ir. Agus Setyarso adalah membekali lulusan FKT dengan soft skill dengan mengikuti Latihan Kepemimpinan Mahasiswa Kehutanan (LKMK). Tema LKMK waktu itu, "Pengembangan Potensi Mahasiswa Kehutanan dalam Kerangka Ilmiah."

 

Yang menarik adalah tulisan "Troubleshooter" di kaos seragam yang dibagikan kepada peserta. Saat pembukaan Pak Agus bertanya,"tauk enggak kamu apa arti tulisan yang ada di kaos yang kamu pakai?"

 

Aku yang bahasa inggrisnya terbatas cuman ndomblong saja. Kemudian Dewi asal Lampung yang duduk paling depan mengacung dan menjawab,"pemecah masalah pak." 

 

"Ya, bagus. Cuman itu arti dalam bahasa Indonesia. Maksud aku kalau dijlentrehkan dalam satu alinea itu apa?"

 

Lama gak ada yang menjawab, akhirnya dijelaskan oleh Dosen mata kuliah statistik ini, "bahwa kelak kalian diharapkan menjadi pemimpin yang bisa memecahkan persoalan atau bahkan mampu mengantisipasi masalah kehutanan yang semakin komplek. Ngono loh mbul."

 

Kamipun tertawa mendengar gaya bicara Pak Agus yang sering melucu dan membuat suasana cair. "Mengapa kegiatan ini diselenggarakan di tempat ini?", Tanya Dosen berperawakan tinggi ini.

 

Kami kembali berpikir untuk mencawab pertanyaan yang kelihatannya sederhana ini. Ahmed pun mengacungkan tangannya dan menjawan, "karena kita ingin belajar lebih dekat dengan hutan pak."

 

"Sudah pernah baca sejarah Wanagama?" Tanya Pak Agus member clue.

 

Wati asal Alor, NTT pun menjawab, "Para senior kita ingin memecahkan masalah lahan kritis di sini seperti di daerah saya di Alor agar bisa hijau royo-royo pak."

 

"Jawaban yang bagus sekali. Tepuk tangan untuk Wati." 

 

Hutan Wanagama Gunung Kidul yang dirintis oleh Prof Oemi Han'in dengan tekad untuk mengubah daerah yang kritis atau tandus menjadi hutan yang ijo royo-royo yang dibangun sejak tahun 1964.

Esok harinya, sebelum menjelajah hutan Wanagama, kami mendapat penjelasan singkat tentang sejarah Wanagama oleh Ir. Sukirno, salah satu pelaku sejarah pembangunan Wanagama yang terletak di Kabupaten Gunungkidul.

"Berawal dari menanami lahan seluas 10 Ha dan berhasil, maka kerja tim yang dipimpin oleh Prof Oemi menarik perhatian banyak pihak, terutama pecinta lingkungan dan pemerintah. Hingga akhirnya mereka saling bekerja sama untuk menhijaukan lebih luas lagi daerah yang tandus ini sampai 600. Hutan ini juga merupakan konservasi ex-situ berbagai jenis tanaman dari seluruh Indonesia."

Kami berangkat dari depan Wisma Cendana dan melewati jalan aspal sampai menyusuri Kali Oya dan jalan setapak yang dipandu oleh tanda pita warna kuning. Setelah sampai di petak 17, ada pohon Jati yang ditanam Pengeran Charles pada tahun 1989 saat berkunjung ke Wanagama.

Kami mendapat penjelasan dari Mas Taufiq, bahwa Pangeran Kerajaan Inggris ini berjalan di rute yang dimulai dari Wisma Cendana dan berakhir di Bukit Hell yang berjarak 50 meter.

"Para pengelola Wanagama yang dilahirkan dari "rahim" universitas kerakyatan menjalin kemitraan dengan masyarakat dalam pembangunan hutan ini agar timbul hubungan yang saling menguntungkan. Ada yang tahu apa bentuk kerjasamanya?" Tanya alumni FKT angkatan '86.

Teguh menjawab, "sebagaian besar masyarakat di sekitar hutan Wanagama memelihara sapi dan diperbolehkan menanam rumput kalanjana di lahan-lahan yang kosong. Sebagai timbal baliknya, Wanagama mendapat pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternaknya."

"Betul," kata pria asli Gunungkidul ini.

Bersambung.......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun