lulus yo le?" Gugah bapak sambil menunjukan namaku tercantum dalam pengumuman yang ada di lembar terakhir Koran Suara Merdeka.
"Man...Man....Parman.... tangi le. Iki jenengmu ono. Koe bratiPagi-pagi bapak sendiri yang pergi ke terminal bus tempat para loper koran mendistribusikan beberapa mass media cetak lokal maupun nasional. Bermodalkan nomor test UMPTN yang aku berikan tadi malam. Aku takut namaku tidak ada dan akan membuatku limbung, maka bapak yang mengalah untuk mencari koran.
Aku segera cek nomor ujian dan kode fakultas. "Alhamdulillah iki nomerku pak," dan akupun secara spontan sujud syukur.
"Fakultas opo le?"
"Kehutanan UGM pak!" Jawabku mantab. Akupun dipeluknya dan tampak mata bapak berkaca-kaca.
"Syukur lah le, cita-citamu terwujud," saut ibu juga sangat gembira.
"Sido syukuran mak?" Tanya mbakyuku.
"Sido ndug, yuk blonjo neng pasar saiki," jawab ibu bergegas belanja bahan masakan untuk syukuran yang akan diter-terke ke tetangga dekat.
Akupun membaca jadwal, uang SPP dan uang lainya yang harus dibayar, serta beberapa dokumen yang harus aku bawa untuk daftar ulang. "Senin harus sudah daftar ulang pak," kataku.
"Yowis bapak tak cuti 3 dino ngeterke koe le. Bapak yo pengin ndelok kampusmu."
"Njih pak."
Di setiap gerbang pintu masuk UGM terbentang spanduk bertuliskan,"SELAMAT DATANG CALON PEMIMPIN BANGSA."
Apakah ini berlebihan? Nampaknya tidak. Coba baca sejarah UGM yang didirikan tanggal 19 Desember 1949 dan diresmikan Soekarno 4 tahun setelah Negara ini Merdeka.Â
Sebagai salah satu universitas tertua di Indonesia, lulusanya telah tersebar di seluruh Indonesia. Para alumninya banyak yang menjadi pemimpin baik ditingkat lokal maupun nasional.
Jadi tidak berlebihan para orang tua sangat bangga jika anaknya sekolah di Kampus Biru, sebutan lain dari UGM. "Bapak bangga le koe iso sekolah nang kene," kata bapak ketika membaca tulisan itu.
Pendaftaran di gedung registrasi yang terletak di Pogung (sekarang Gedung MM) mulai buka pukul 08.00 WIB dan antrian sudah panjang ketika aku sampai di sana. Anak-anak terbaik dari Sabang sampai Merauke akan di-"godog" dalam "kawah candradimuka" dalam 18 fakultas.Â
Dari spanduk itu nampak jelas bahwa mahasiswa baru ini diharapkan dapat membangun tanah airnya menuju negara yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa di masa depan.
Setelah selesai registrasi, aku cermati buku panduan. Di halaman terakhir ada jadwal kegiatan penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) selama 4 hari.Â
Kegiatan ini bertujuan agar mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa menyadari, mengetahui dan menghayati ideologi Negara. Kemudian dilanjutkan dengan OSPEK (Oriantasi Studi dan Pengenalan Kampus) selama 5 hari.
Dari cerita kakak-kakak alumni SMAN 7 dulu waktu pembekalan test UMPTN, OSPEK ini menyeramkan. Hal ini tentu menimbulkan kecemasan untuk menjalaninya nanti. Saat serius membaca buku panduan, aku dikagetkan oleh Retno, Ari, Bambang, dan Prasasti. "Dor!!!" teriak Bambang dari belakang.
"Ealah....dalah. Kaget aku cah." Kata ku spontan. "Selamat ya," sambil aku salami satu-satu.
"Akhiro koe yo lulus to. Ngopo mbiyen kok wedhi men saingan karo aku," kata Retno.
 "Jan-jane aku wis bosen sekelas karo koe Ret. Mosok seko kelas 1 sampe kuliah yo sak kelas maneh," candaku. "Selamat yo Pras gak saingan maneh karo Retno."
"Iyo untung aku neng KG. hahahaha" jawab asli cah Bantul ini.
"Koe sidone neng Biologi Mbang?"
"Hooh."
"Aku kok gak ditakoni to Man?" protes Ari.
"Jare koe neng Sospol ri?" balasku.
"Hooh benul."
"Eh sampe lupa, iki bapakku." Dan akupun mengenalkan satu persatu teman-teman SMA.
Bersambung......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H