Mohon tunggu...
Lukman Hakim
Lukman Hakim Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di KLHK

Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kleinhovia Hospita

28 Desember 2021   06:15 Diperbarui: 12 Januari 2022   05:09 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamis pagi habis check clock aku langsung ke persemaian. Hari ini sudah janjian dengan Kang Hamdan untuk belajar dan praktek teknik stek batang jenis Timoho (Kleinhovia hospita). 

Ada tiga pohon Timoho di Arboretum kantor yang semuanya tumbuh trubusan di bagian bawah batangnya. Trubusan yang tumbuh dengan diameter antara 2-5 cm dan panjang 2-3 meter bisa sebagai bahan stek.

Saat aku menyirami bibit tanaman khas DIY, terlihat sosok pria berkulit putih, perut agak buncit dan berjenggot berjalan menuju persemaian yang tertutupi paranet tempat aktifitas rutinitas pagi hari ku di setiap hari kerja. "Sungkupnya dah siap nih mas?" Tanya Ketua Kelti Pemuliaan Pohon sambil menunjuk ke bedeng paling timur.

"Iya Kang. Kemarin saya minta Peri dan Pak Heru untuk mempercepatnya."

Tak lama kemudian terlihat Yuliah yang sejak kemarin menayakan rencana kegiatan ini. Aku sudah kabarkan di WAG tim dua hari yang lalu.

"Dah siap nih?" Tanya peneliti KSDG yang berjilbab syar'i persis dengan Kang Hamdan tadi.

"Ini tinggal nunggu Peri yang bawa alat dan bahannya. Mudah-mudahan bisa tepat waktu hari ini."

Sambil menunggu Peri, aku sampaikan ke Kang Hamdan bahwa dari hasil survey pada awal April lalu, selain ada di kantor, pohon Timoho ada di Kantor Dishutbun DIY dan di Desa Banyu Semurup, Kec. Imogir, kab. Bantul. Di tiga lokasi ini semuanya sedang berbunga dan berbuah, namun belum masak.

"Ya, kita manfaatkan saja dulu tunas-tunas ada di tiga pohon yang ada," ucap salah satu ahli propagasi makro di kantorku ini.

"Rancangan percobaanya kira-kira apa Pak?" Tanya Yuliah.

"Kemarin aku sudah lihat di tiga pohon itu. Saya perkirakan pake Nested aja," dengan logat Sundanya yang masih belum ilang.

"Nah tuh Peri dah datang. Kita cek bahan dan peralatanya dulu yang Kang," usulku.

"Aku dah bawa gunting stek, hormone perangsang tumbuh akar, mistar, dan label beserta spidol permanen," kata Peri mengeluarkan satu-persatu barang yang ada di tas.

"Ok, kita cukup bawa gunting stek aja, yang lain taruh di sini aja," ajak kakak kelas 1 tahun waktu kuliah sambil melangkahkan kakinya ke luar persemaian.

Kenampakan fenotipik pohon Timoho antara lain adalah batangnya berwarna abu-abu, berbonggol-bonggol dan dipenuhi cabang-cabang tebal. Tiga pohon di kantorku batang bagian bawah banyak trubusan. 

Sesampai di lokasi pohon pertama, Kang Hamdan terlihat sedang menghitung trubusan yang bisa diambil sebagai bahan stek. "Di sini saya hitung, bisa dapat 15-an trubusan. Kalau dua pohon yang di sana mungkin lebih sedikit."

"Sampaian beri contoh dulu bagaimana teknik memotong trubusan Kang. Nanti aku dan Peri ambil dua pohon yang lain," pintaku.

"Ok. Tapi aku perlu jelaskan dulu bahwa nanti trubusan yang berdiameter 3-5 cm ini kita bagi menjadi tiga bagian. Pangkal, tengah, dan ujung. Tapi kita bawa utuh aja dari sini dan motongnya di dekat sungkup aja ya," perintahnya.

Ketika sedang mempraktekan teknik memotong trubusan yang sudah bisa dikatakan batang ini tiba-tiba dia mengingatkan,"eh hampir lupa saya. Nanti kalau cukup bahanya bisa dicoba perlakuan tambahan berupa panjang batang, yaitu 20 cm, 30 cm, dan 40 cm."

"Siap!!! Mudah-mudahan bisa jadi tulisan di Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan (JPTH) ya Kang?" Jawabku.

"Amiin......." Saut Yuliah.

"Lah aku wis dioyak-oyak sama Pak Nana dan Mbak Maya je."

"Ya kan sebagai mantan Boss yang baik, harus gitu," sambung Yuliah lagi.

"Ya kalau dulu dioyak-oyak untuk tandatangan SPJ, sekarang dioyak-oyak tulisan," tambah Peri.

"Lah kalau dulu tidak hanya berkas-berkas SPJ, tapi kuitansi honor juga je Per. Huahahahaha," jawabku sekenanya.

Setelah semua trubusan dipotong-potong, bahan stek dicelupkan ke cairan hormon perangsang tumbuh akar sebelum ditancapkan ke polybag yang ada di dalam sungkup. Sungkup ini ditutup dengan plastik untuk menjaga kelembaban udara yang disiram 2 hari sekali. 

"Parameter yang kita amati meliputi jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun masing-masing stek. Jangan lupa juga dicatat kapan daun pertama tumbuh," kata Kang Hamdan.

"Jadi Hipotesisnya apa kang?" Tanyaku serius.

"Nah itu penting juga kita pikirkan. Bisa juga apakah yang terbaik itu stek yang berasal dari bagian pangkal, karena diameternya relatif lebih besar?"

"Bisa juga, apakah yang ukuran 40 cm paling baik, karena jumlah nutrisnya relatif lebih banyak?" Kataku menambahkan.

"Wah dah cocok ki dadi peneliti," ucap Yuliah.

"Bisa juga, apakah yang terbaik itu dari pohon pertama yang palin besar dan paling banyak trubusanya?" Kataku lagi.

"Wesss...Mantab!!!" Ucap Kang Hamdan sambil mengacungkan jempolnya.

Warna dasar kayu Timoho putih kekuning-kuningan dengan urat-urat hitam, namun tidak merata pada seluruh batang. Kayunya ringan, lunak dan menghasilkan corak yang indah disebut pellet sebagai bahan baku pembuatan gagang tombak dan gagang warangka keris. Beberapa bagian pohon Timoho berpotensi sebagai bahan baku obat-obatan sebagai anti kanker, anti diabetes, anti oksidan dan hepatoprotektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun