“Yah, ASI-ku nggak keluar nih? Gimana dong?” saya mengeluh sambil mencoba mengeluarkan ASI. Si kecil di pangkuan mulai rewel dan menangis kencang.
“Masa sih? Udah makan sayur daun katuk?” tanya suami saya.
“Belum, abisnya bosen tiap hari makan sayur daun katuk terus.” Saya cemberut, membayangkan sayur bening daun katuk yang setiap hari harus saya makan supaya ASI-nya lancar.
“Yaa… gimana dong, emang harus begitu. Dari pada ASI-nya nggak keluar.” Suami menatap saya sedikit kesal, karena kalau bayi rewel, istrinya bakal ikutan rewel. Bisa hancur dunia.
“Kasih susu formula aja ya?” saya merajuk.
“Yaah… jangan. Coba cari ASI booster lain,” suami mengambil ponselnya dan mulai googling.
Ketika anak kedua lahir, saya langsung bertekad untuk memberikan ASI Eksklusif 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun. Anak pertama kurang beruntung mendapatkan ASI Eksklusif, karena saya sudah hamil lagi saat anak pertama baru berusia 5 bulan.
ASI-nya terpaksa di-stop, agar nutrisi untuk bayi di dalam perut tetap terjaga. Memang sih katanya ibu hamil masih bisa menyusui, tapi kondisi saya yang mengidam berat, muntah-muntah, dan kesulitan makan memaksa saya untuk menghentikan pemberian ASI kepada anak pertama.
Ternyata benar ada bedanya antara anak yang ASI Eksklusif dan tidak ASI Eksklusif, dilihat dari berat badan dan kepadatan tulangnya. Anak kedua saya lebih gendut dan tulangnya pun lebih padat dibandingkan kakaknya yang kurang ASI Eksklusif.
Apalagi pemberian ASI Eksklusif lebih praktis, tidak perlu menyeduh susu dengan air hangat dulu dan mencuci botol susu yang harus steril. Kalau bayi bangun malam-malam, tinggal diberikan ASI. Bahkan, saya bisa menyusui sambil tidur.
ASI adalah makanan utama bayi baru lahir sampai usia 6 bulan, dan tetap diberikan sampai usianya 2 tahun. Kandungan gizi ASI yang tinggi dapat meningkatkan berat badan, menyehatkan tubuh, mencerdaskan otak, dan menguatkan tulang bayi.