Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dampak Lain Akibat Pandemi Covid-19: Perdagangan Perempuan dan Anak

2 Juni 2020   12:00 Diperbarui: 4 Juni 2020   04:24 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perdagangan perempuan dan anak (dw.com | picture alliance/ANP/R. Koole)

Perdagangan Manusia pada masa Pandemi COVID-19.

Beberapa hari ini saya berbicara dengan kawan-kawan aktivis perempuan yang bekerja dalam pendampingan penyintas gempa Palu dan Sulawesi Tengah yang masih tinggal di Huntara terkait kondisi sosial dan ekonomi pada masa pandemi. Mbak Dewi Amir dari LiBU Perempuan memberi info yang memprihatinkan.

Selain persoalan pengangguran di antara penghuni Huntara, persoalan kekurangan gizi dan juga potensi penjualan manusia juga mengemuka.

Misalnya di wilayah Huntara Petobo dan Pombewe di Palu Selatan, mbak Dewi mendapat informasi terkait keberadaan sekitar 75% dari penghuni Huntara yang tanpa pekerjaan.

Yang paling menyayat, Mbak Dewi dihampiri dua orang ibu yang mengeluh tidak bisa menghidupi anaknya dan menawarkan anaknya untuk adopsi.

Dan terdapat kemungkinan, kasus ini tidak hanya di satu lokasi saja. Studi dan kajian yang lebih teliti diperlukan agar persoalannya dapat ditemukenali.

The United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) menuliskan dalam dokumen ‘Impact of the COVID-19 on Trafficking in Persons - Preliminary findings and messaging based on rapid stocktaking” bahwa COVID-19 punya potensi besar dan risiko terkait perdagangan manusia.

Adanya karantina, ‘lock down’ pembatasan perjalanan, dan pembatasan kegiatan ekonomi dan kegiatan masyarakat bisa secara akumulatif mendorong perdagangan manusia.

Pada kasus perdagangan manusia yang belum diselesaikan pada masa sebelum pandemi akan menjadi leboh rumit pada masa pandemi. 

Meski pihak petugas keamanan di perbatasan antar negara akan meningkatkan keamanan, potensi kegiatan terselubung juga muncul. Bukan hanya kegiatan ekonomi yang mencoba mencari cara Normal Baru, kegiatan kriminal pun akan mencari bentuk Normal Barunya. Apalagi penggunaan teknologi komunikasi juga berkembang, kegiatan kriminalpun terus mengikuti.

Memang pada realitanya tak mudah untuk membuktikan adanya perdagangan manusia. Ini karena sifatnya yang tersembunyi, informal, ilegal dan sering dianggap kriminal kecil-kecilan. 

Repotnya, korban penjualan manusia lebih sulit untuk diidentifikasi dan dibantu untuk bangkit. Pertama, karena mereka tidak memiliki perlindungan kesehatan yang memadai di kala pandemi. 

Kedua, pengangguran dan kemiskinan yang meningkat memaksa kelompok yang rentan untuk menerima pekerjaan dengan upah di bawah standard dan dalam situasi yang kurang/tidak manusiawi.

 Apalagi kemerosotan di bidang ekonomi kemudian menjadi alasan bahwa tindakan yang membawa kecenderungan eksploitasi dianggap sesuatu yang normal. Pemerintahpun bisa saja abai untuk memantau hal-hal seperti ini.

COVID-19 dinilai beberapa pihak punya potensi ekonomi dan sosial lebih besar daripada pandemi yang pernah ada, baik Spanish Influenza, SARS, H1N1 atau Flue Burung, mengingat gejala COVID-19 beragam dan lebih sulit dikenal sehingga banyak kalangan masyarakat tidak segera ke dokter dan rumah sakit ketika terinfeksi. (Washingtonpost.com, 2 Maret 2020).


Perdagangan Manusia, Kerangka Hukum dan Potensi Kerentanan

Mungkin ada baiknya kita mengingat kembali apa definisi perdagangan manusia. Menurut Protokol Persatuan Bangsa Bangsa, “Perdagangan Manusia (trafficking) menurut definisi dari pasal 3 Protokol PBB berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi”.

Eksploitasi itu sendiri termasuk di dalamnya, antara lain eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh. (Pasal 3 Protokol PBB untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Trafiking Manusia, Khususnya Wanita dan Anak-Anak, ditandatangani pada bulan Desember 2000 di Palermo, Sisilia, Italia).

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mendefinisikan tindakan perdagangan manusia pada Pasal 1 (ayat 1 dan ayat 2) yang menterjemahkan cakupan protokol PBB di atas.

Pemerintah Indonesia sendiri dinilai belum optimal dalam mengelola persoalan perdagangan manusianya.

Beberapa laporan, termasuk laporan perdagangan manusia di Indonesia yang dirilis pemerintah Amerika untuk tahun 2019, menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum pemberantasan perdagangan manusia, meski terdapat upaya yang signifikan untuk mewujudkannya. (ww.state.gov, laporan perdagangan manusia 2019).

Memang, pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan menteri yang mewajibkan pemerintah daerah untuk memuat pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam prioritas kebijakan. Juga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk juga memiliki tugas untuk memuat pembayaran restitusi sebagai bagian dari hukuman kepada pelaku memformulasikan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia tahun 2017. 

Beberapa catatan yang ada menunjukkan bahwa pemerintah belum memenuhi standar minimum dalam beberapa bidang utama, antara lain angka investigasi, penuntutan, dan putusan yang mengalami penurunan.

Makin baiknya kinerja di area ini mestinya akan meningkatkan cakupan pelaporan, sehingga kasus yang dilaporkan juga meningkat.

Terdapat beberapa hal yang membuat pelaporan yang tidak purna, antara lain terbatasnya anggaran. Beberapa hal dicatat, antara lain:

  • Terbatasnya anggaran sehingga lima Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) tingkat provinsi ditutup karena kekurangan dana, disamping menurunnya alokasi anggaran untuk Gugus Tugas.
  • Koordinasi lembaga pemerintah dan pengumpulan data terus menjadi tantangan dan beberapa kepolisian tingkat provinsi melaporkan bahwa anggaran mereka tidak memungkinkan untuk melakukan investigasi lintas provinsi atau lintas perbatasan. Para pejabat juga melaporkan koordinasi yang tidak efektif menghambat kemampuan pemerintah untuk menyidik, menuntut, dan menghukum pelaku perdagangan manusia, terutama ketika kasus-kasus tersebut melibatkan sejumlah wilayah yuridiksi.
  • Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) membentuk 13 satuan tugas TPPO tingkat provinsi tetapi tidak melaporkan hasil penyidikan dari satuan tugas tersebut. Satgas TPPO POLRI dinilai tidak memiliki mekanisme untuk melacak investigasi di semua tingkat pemerintahan, sehingga mempersulit mereka untuk menentukan tren dan jumlah investigasi dan kasus yang terselesaikan. Dati tahun ketahun, laporan investigasi kasus terus menurun. Pada thaun 2017, jumlah kasus yang diinvestigasi dalah 123 kaus, sementara menjadi 95 kasus pada 2018. Keputusan Mahkamah agung juga menurun dari 331 di tahun 2017menjadi 123 di tahun 2018. Ditambah lagi, pemerintah tidak melaporkan data penghukuman secara komprehensif.
  • Juga, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang tahun 2007 dinilai tidak konsisten dengan hukum internasional yang menetapkan syarat penggunaan kekuatan, penipuan, atau paksaan untuk membenarkan terjadinya kejahatan perdagangan anak

Lalu, siapa dan bentuk perdagangan manusia apa saja yang rentan?

Anak-anak adalah kelompok yang dalam potensi menghadapi bahaya adanya perdagangan manusia. Anak-anak yang tidak bisa sekolah di bangunan sekolah dan tidak memiliki paket internet untuk mengikuti sekolah dari rumah sangat rentang untuk diperdagangkan. Mereka adalah kelompok yang bisa saja termiskin di antara anak-anak lainnya.

PBB mengestimasi sekitar 370 juta anak di seluruh dunia tidak bisa sekolah, dan tidak dapat dipantau kualitas kesehatan dan gizinya. Terdapat anak anak yang prioritas untuk mendapat perhatian.

Khususnya, anak anak di lingkungan tenda pengungsian dan hunian sementara sebagai akibat dari pasca bencana ataupun konflik juga merupakan kelompok yang rentan. PBB memperkirakan sekitar 66 juta anak bahkan dalam kondisi sosial dan ekonomi yang kurang menguntungkan.

Ini disampaikan oleh pelapor khusus ‘special rapporteur’, Singhatek, terkait perdagangan dan eksploitasi seksual anak yang ditunjuk UN Human Rights Council di Genewa. (news.un.org, Mei 2020).

Singhatek melaporkan adanya akses yang meningkat pada situs porno yang melibatkan anak. Juga dicatat terdapat layanan seksual anak dengan ‘drive thru’. Anak-anak dijemput mobil dan diantar ke pelanggan lalu dipulangkan. news.un.org, Mei 2020). 

Ia menambahkan bahwa organisasi yang terorganisir berkenaan dengan perdagangan manusia akan mendapat untung besar dari pandemi ini karena jumlah orang miskin bertambah, yang menambah kerentanannya. Dengan hal ini, kerentanan perempuan dan anak anak miskin meningkat karena aksesnya pada layanan kesehatan adalah rendah.

Selain anak-anak, perempuan kepala keluarga beserta keluarganya juga rentan akan persoalan perdagangan manusia. Mereka dalah kelompok yang bisanya miskin. 

Pengalaman menunjukkan bahwa pada saat bencana dan pasca bencana, anak dari perempuan kepala keluarga terpaksa putus sekolah dan memutuskan untuk menjadi tenaga kerja migran atau menikah di usia muda.

Rekomendasi kepada Pemerintah dan Para Pihak

Terdapat beberapa hal yang bisa menjadi tindak lanjut agar persoalan perdagangan manusia, khususnya terkait perempuan dan anak anak di masa pandemi dapat dipahami.

1. Dunia Perbankan

Memantau arus rekening yang tiba tiba mendapat pendapatan yang melonjak di masa pandemi bisa jadi ‘hint’ adanya transaksi, termasuk transaksi prostitusi online.

mengidentifikasi seseorang yang tiba tiba meningkat jumlah dananya, dan mengirim atau mentransfer ke website terkait website khusus orang dewasa dan juga melakukan pengiklanan terkait layanan seksual;

2. Penegak Hukum

Mengidentifikasi ereka yang sebelumnya bekerja di sektor turisme, perhotelan, perkapalan dan ‘hospitality’ lain dan di PHK. Lingkungan kerja mereka di masa yang lalu, yang sangat dengan pihak yang mengelola prostitusi biasanya memiliki kontak.

Mengidentifikasi pelaku trafficking menyembunyikan akun sosmednya dan menggunakan akun palsu.

Mengidentifikasi kemungkinan adanya migrasi illegal

Mengidentifikasi pihak-pihak yang mencari anak dengan alasan diadopsi

3. Pendidik/Guru

Memantau kegiatan belajar mengajar dari siswa. Apakah mereka masih mengikuti proses belajar jarak jauh. Bila tidak perlu dicari sebabnya. Apakah persoalan akses dan kemiskinan menjadi penyebab. Ini merupakan area yang rentan

4. Pejabat Desa

- Apakah terdapat warga yang mendadak meminta surat keterangan untuk pindah wilayah atau juga melakukan pengurusan paspor secara tiba tiba

- Memastikan jaminan sosial dan bantuan sosial diberikan kepada keluarga, perempuan dan anak miskin

5. Bagi pendamping di tingkat masyarakat.

- Memberikan informasi terkait perdagangan manusia dan memberikan pemberdayaan ekonomi sehingga perempuan terbebas dari ketergantungan pada pihak calo akan sangat membantu;

- Mendukung kecukupan asupan makanan dan gizi untuk anak anak dari keluarga miskin, termasuk di wilayah pasca bencana, di pengungsian maupun di wilayah hunian sementara (huntara). 

Pustaka : Satu, Dua, Tiga, Empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun