Yang lucu, beberapa media menuliskan tentang Presiden Trump yang justru mempersalahkan generasi millennial yang selama ini dianggap hanya menyebarkan hoaks terkait bahayanya virus Corona. (sumber)
Kawan kerja saya yang berkebangsaan dan tinggal di Washington DC menyampaikan bahwa media di Amerika hanya mengabarkan soal apa yang terjadi di Amerika. Berita tentang bagaimana kasus ini terjadi di beberapa negara dan di Indonesia tidaklah mereka banyak ketahui. Kecuali bila mereka mencari tahu dari media asing dan media dari Indonesia.
Apa yang Telah Dilakukan Pemerintah Bersama Milenial?Â
Saya memahami Badan Nasional Penanganan bencana mulai bekerja dengan kelompok muda untuk mendukung kerjanya. Namun, saya amati pula, upaya itu barulah dengan cara menggandeng puluhan influencer yang BPNB klaim mewakili berbagai bidang.
Hanya saja, saya catat, pada umumnya influencer tersebut adalah artis. Tugas merekapun lebih pada mendorong penggalangan dana untuk membantu persoalan dan pengelolaan virus Corona (AYOSEMARANG.com).
Dari media yang meliput acara pertemuan itu diulaskan bahwa terdapat beberapa artis yang dianggap sebagai influencer, antara lain Rachel Venya, Kevin Liliana, Taqy Malik, Tissa Biani, Maudy Koesnaedi, Akbar Rais, Reza Pahlevi, Indra Bekti, Aura Kasih, serta Putri Patricia. Selain itu juga Sarah Gibson, Indra Kalista, Indra Sugiarto, Sintya Marisca, Edho Zell, Angela Gilsha, Boim Lenno, Mike Ethan, Tirta, dan Syanin serta Indra Bekti (nasional.tempo.do, 20 Maret 2020).
"Pertemuan ini dilaksanakan secara efektif, mengikuti prosedur social distancing, dan melaksanakan langkah-langkah preventif seperti pengukuran suhu tubuh dan penggunaan hand sanitizer," kata salah seorang Influencer. Yang menarik, pertemuan BNPB dan influencer itupun dilakukan dalam bentuk pertemuan fisik pada 20 Maret di Graha BNPB, di saat kita semua dianjurkan untuk melakukan ‘social distancing’, begitu salah satu influencer berkata ketika diwawancarai (AYOSEMARANG.com).Â
Memang, para influencer yang diwawancarai beberapa media mengatakan bahwa mereka bukanlah juru bicara pemerintah, dan mereka mengatakan apa yang mereka lakukan adalah sukarela untuk membantu pemerintah mengkomunikasihan informasi yang dirasa perlu diketahui masyarakat. Namun, masyarakat perlu info lain dari pandangan profesional, termasuk profesional dari kalangan milenial.Â
Kita ingat masa masa Pilpres dan Pemilu 2019, yang sayangnya, memang pemerintah lebih ‘memberdayakan’ milenial terbatas pada perannya sebagai influencer dan ‘buzzer’ politik. Ini menyebabkan kesan seakan milenial hanyalah alat propaganda pemerintah.
Tak kurang, Garin Nugroho memberi catatan tentang para propagandis era milenial. Mereka bisa disebut sebagai buzzer, influencer hingga spin doctor. Mereka menjadi anak emas politik era media sosial (Kompas.com, 19 Maret 2020)..
Menurut saya, pemerintah masih ‘under estimate’ kepada millennial. Begitu banyak millennial terdidik berdasar bidang bidang kelimuannya dan bisa memberikan kontribusi untuk melakukan pendidikan sosial yang berbobot.Â