Juga di masa jaman besi Israel, terdapat konteks gender yang ada terkait pemain alat musik drum. Ini juga terefleksi pada kitab suci orang Yahudi.
Namun ketika berkaitan dengan agama, termasuk pada music the Canaanite Orchestra, pembagian peran penabuh drum sangat ditentukan oleh jenis kelamin, dalam hal ini laki laki. Hanya laki-laki yang memainkan drum pada masa jaman besi Israel.
Jadi, dalam konteks budaya dan keagamaan, perempuan adalah penabuh drum. Sementara laki laki bermain musik sebagai seni.Â
Studi lain terkait musik dan drum di kalangan masyarakat Kuba "The Rise of Female Bat Drummers : Gender, Sexuality, and Taboo in a Cuban Ritual Tradition" (Pebruari 2019), terdapat temuan bahwa perempuan ditabukan untuk memainkan tambur, gendang, dan 'beta drum".Â
Ini membuat kaum perempuan memang tidak belajar musik drum. Mereka berkilah bahwa mengapa harus belajar ketika itu bukan menjadi budaya mereka.
Budaya Kuba yang berasal dari Afrika Selatan di masa penjualan budak. Ini menyebabkan perempuan dilarang sepenuhnya dalam berpartidipasi di semua kegiatan dan tradisi bermusik.
Studi tentang perempuan di musik perkusi telah "Women in percussion: the emergence of women as professional percusionists in the United States, 1930 - present" ditulis Meghan Georgina Aube sebagai menjadi desertasimya di Universitas Iowa.
Keberadaan perempuan di musik perkusi, termasuk drum, yang makin meningkat memang diakui. Namun, keraguan dan ketidakpercayaan pada perempuan pemain perkusi memang tetap ada. Sejarah memang membuktikan bahwa perempuan berjuang untuk eksis di dunia perkusi.Â
Perubahan telah terjadi, dan pada umumnya disebabkan oleh perubahan konsep tentang mana yang disebut 'pantas' dilakukan perempuan dan laki-laki. Orang tua yang memperkenalkan musik perkusi dan drum kepada anaknya pada usia dini memberikan kekuatan pada anak.Â
Diskriminasi pada pemain perkusi perempuan tetap ada. Yang membedakan adalah makin luasnya kesempatan yang dimiliki perempuan untuk aktif dan sukses di seni musik ini.Â