Kerja kita pada tanggap bencana dan pasca pasca bencana semestinya dilakukan dengan sikap 'kedaruratan'. Namun, dalam prakteknya tidak demikian. 'Business as usual' sudah terlanjut menjadi budaya. Ini menyebabkan banyak kasus serius justru terjadi pada kondisi pasca bencana.
Semestinyalah, kesiapsiagaan bencana bukan hanya diterapkan pada situasi dan kondisi keamanan fisik saja, tetapi juga dalam hal aspek sosial. Ketika kita tahu bahwa banyak kasus perkawinan anak terjadi pada pasca bencana, sudah semestinyalah kita justru memberikan pemberdayaan di tingkat masyarakat agar kasus tidak meningkat.
16 bulan telah berlalu sejak gempa Lombok dan 13 bulan sudah lewat sejak bencana Sulsel, namun masih banyak PR kita. Sayangnya, alasan politik sering menjadi faktor utama hampir semua keputusan dukungan tanggap bencana dan kerja pasca bencana. Yang rugi tentu penyintas.Â
Sudah waktunya kita semua dan pemerintah memahami kesiapsiagaan bencana yang mencakup multi aspek, termasuk aspek fisik, sosial dan ekonomi.Â
Pustaka: Satu, Dua, Tiga, EmpatÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H