Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Peningkatan UMR 2020: dari Potensi Relokasi Industri, Wilayah Kumuh Baru sampai Dampak Gender

12 November 2019   04:15 Diperbarui: 5 November 2020   14:51 2110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Survai pemilik perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan yang memenuhi UMR justru menginvestasikan uangnya untuk menyelenggarakan pelatihan dan mesin untuk membuat pekerjanya lebih produktif. Ini menyebabkan UMR mendorong inovasi dalam jangka panjang (Noah Smith, Bloomberg View, McLaughlin, 2007).

Relokasi Industri ke Kota dan Wilayah dengan UMR Rendah

Karena UMR Jawa Tengah adalah salah satu dari yang terendah di Indonesia, tak heran bila bila propinsi ini menjadi daerah tujuan investasi, baik untuk penanam modal asing (PMA) maupun penanam modal dalam negeri (PMDN). 

Faktor yang mendukung Jawa Tengah adalah ketersedian lahan investasi yang berlimpah, infrastruktur yang memadai maupun biaya produksi, khususnya upah tenaga kerja yang murah.

Data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jateng menyebutkan bahwa selama kurun waktu 2015 hingga September 2019, Jateng memperoleh investasi senilai Rp211,19 triliun (Solopos, 2 November 2019).

Dari investasi tersebut, sekitar Rp110,85 triliun diperoleh dari PMA yang berasal dari 4.964 proyek dengan serapan 335.753 tenaga kerja. PMA tersebut pada umunya dari Korea Selatan dan Singapura. Sementara itu, PMDN mencapai sekitar Rp100,34 triliun yang berasal dari 7.121 proyek dengan serapan 221.071 tenaga kerja.

Disebutkan bahwa selain Jepara, Kabupaten Batang, Kabupaten Cilacap, Kota Semarang, dan Kabupaten Sukoharjo adalah wilayah favorit untuk pembukaan industri baru.

Karena UMR Jepara yang relatif murah itulah, saya mencatat beberapa dampak atas relatif rendahnya UMR Jepara kepada situasi ekonomi dan sosial dari wilayah ini. 

Kebetulan saya sempat melakukan studi tentang penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan dampaknya pada aspek gender di wilayah Jepara di tahun 2015-2016. Selain temuan terkait implementasi SVLK, saya sempat mencatat beberapa hal lain yang menarik.

Jepara yang sejak masa RA Kartini dikenal sebagai penghasil dan pengekspor kayu dan produk furnitur ukiran Jepara, menunjukkan bahwa industri furnitur, terutama untuk yang ukiran sebagai 'sunset industry' atau industri yang mulai lengser.

Beberapa responden Studi yang melibatkan 75 pemilik UKM mebel (35 perempuan dan 35 laki laki) dan 40 pekerja industri mebel melaporkan adanya kelesuan industri furnitur di Jepara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun