Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Per-Buzzer-an dan Suku-suku Baru di Masyarakat Sipil

12 Oktober 2019   11:00 Diperbarui: 13 Oktober 2019   22:11 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suku suku ini dilabeli atribut, bukan pemikiran. Artinya, berpikir dan bertanya kritis bukan jadi bagian utama dari suku suku ini.

Mereka juga akan ‘menghukum’ anda bila anda mempertanyakan. Mereka tak segan menjadikan anda sebagai suku lain yang perlu diberi jarak. Biasanya, suku suku ini merasa memiliki kedekatan dan "previledge" pada sayap politik dan atribut tertentu.

Ini ada di A New Report Offers Insights Into Tribalism in the Age of Trump” ditulis oleh George Packer (12 Oktober 2018).

Pengalaman Amerika ini menjadikan politik di Amerika sangat berbasis kesukuan. Tren ini bukan baru tetapi makin meningkat dan makin intensif di masa Trump.

Mungkinkah kita perlu melihat pengalaman ini? Apakah suku suku terbentuk di antara kita dan kita tidak mau saling berdialog?.  Apakah suku suku itu  memberi jarak dengan suku lain dan memilih berbicara di antara anggota suku yang sama, yang diasumsikan punya ‘nilai’,  ‘pilihan’ dan 'strata' yang sama? .  Apakah suku itu dibentuk bukan lagi atas nilai nilai benar dan salah, tetapi pada kepentingan dan tujuan tertentu, dan seringkali karena fanatisme pada atribut tertentu?

By ‘nationalism’ I mean first of all the habit of assuming that human beings can be classified like insects and that whole blocks of millions or tens of millions of people can be confidently labelled ‘good’ or ‘bad’.  But secondly ­– and this is much more important – I mean the habit of identifying oneself with a single nation or other unit, placing it beyond good and evil and recognizing no other duty than that of advancing its interests (Nationalism Notes, George Orwell). 

Untuk kasus Indonesia, mungkin ini menjadi lebih menarik, terutama bila kita melihat dinamika suku suku baru ada di antara masyarakat sipil.

Adakah 'suku' yang merasa lebih setara dibandingkan dengan 'suku' yang lain?. Apakah mereka merasa lebih punya klaim untuk membicarakan isu itu dibandingkan dengan suku lain?.  Mungkinkag mereka merasa berasal dari 'trah' suku unggulan dibanding dengan suku lain? . 

Saya kuatir ini memang terjadi. Bisa dicek di FB kita. Ada berapa kerumunan dan bicara soal apa. 

Ini jadi memang mirip dengan apa yang juga ada di George Orwel yang ditulis dalam "the Animal Farm" soal 'binatang berkaki empat yang lebih setara dibanding binatang kaki empat yang lain" pada konteks pasca Perang Dunia kedua dan perang dingin. Namun, tampaknya masih relevan juga di masa kini. 

Apa yang kita bisa pelajari dari pengalaman itu?

Munculnya Suku Suku Baru dan Dampaknya pada Masyarakat Sipil 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun