Perempuan Pertama Menjadi Ketua DPRRI
Dari kacamata kepemimpinan perempuan, berita bahwa Puan Maharani akan menjadi Ketua DPRRI adalah sangat menggembirakan. Ini merupakan hal yang pertama terjadi di Indonesia.
Bisa dikatakan Pileg 2019 membawa banyak kemenangan perempuan. DPR tahun ini, sebanyak 118 kursi atau 21 persen dari total 575 kursi di DPR diisi oleh perempuan. Jumlah tersebut meningkat 22 persen dari pemilu sebelumnya yang hanya mengisi sebanyak 97 kursi.
Sejarah Indonesia akan mencatat bahwa perempuan perempuan Sukarno merupakan perempuan pemimpin di kancah politik di Indonesia.
Memang betul PDIP sudah mengusulkan nama Puan Maharani sebagai Ketua DPR sesuai UU MD3 bahwa partai pemenang Pemilu yang akan menduduki Ketua DPR," kata Puan kepada wartawan CNN Indonesia.
Ia telah mengundurkan diri dari jabatan sebagai Menteri Kooridinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Puan mengatakan bahwa bila ia bagaikan pecah telur karena menjadi perempuan pertama dalam posisi itu (CNN Indonesia, 1 Oktober 2019).
Adapun susunan Ketua DPRTI adqlah Puan Maharani dari PDIP sebagai Ketua DPR RI, Azis syamsuddin dari Golkar sebagai Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco dari Gerindra sebagai Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel dari NasDem sebagai Wakil Ketua DPR RI, A Muhaimin Iskandar dari PKB sebagai Wakil Ketua DPR.
Dalam pidatonya, Puan mengatakan bahwa DPR adalah rumah rakyat. Juga Puan mengharap masyarakat menilai kinerja DPR dengan obyektif dan tidak apriori.
Setengah Bagian Dunia Dipimpin oleh Dinasti Politik
Keberadaan Puan sebagai Ketua DPRRI bisa dikatakan hebat. Di sisi lain, ini tentu akan dikomentari sebagai bagian dari dinasti dalam politik.
Dinasti dalam politik memang tampaknya sulit dihindari. Anak dari keluarga politisi punya kecenderungan untuk jadi politisi.
Bahkan suatu studi yang dibuat oleh Farida Jalalzai & Meg Rincker: Blood is Thicker than Water: Family Ties to Political Power Worldwide, terbitan 2018 menemukan hal yang menarik.
Studi itu menganalisis relevansi antara hubungan keluarga dengan pemilihan anak sebagai preiden, perdana menteri atau pemimpin partai. Studi ini memberi penekanan pada aspek gender dan melihat situasi pimpinan politik sejak tahun 2000 sampai 2017 di Sub-Saharan Afrika, Amerika Latin, Asia, Eropa dan Amerika Utara.
![Aquino dan Benigno Aquino JR (Foto Reuter)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/10/01/aquino-reuter-5d93557c097f3643ff445343.jpg?t=o&v=770)
- Keberadaan keluarga politis (belonging to a political family -- BFP) adalah menguntungkan bagi anak untuk memasuki duni politik, baik di negara demokrasi maupun non demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan persentase cukup signifikan, antara 9 % di Afrika, sampai 13 % di Amerika Latin dan Eropa;
- Hubungan pimpinan negara yang kuat nampak lebih berkuasa dengan hubungan dengan pimpinan sebelumnya di Asia dan Amerika Latin, dan dengan hubungan keluarga langsung d9 Asia dan Afrika. Di seluruh dunia, terdapat 6% perempuan perempuan berasal dari dinasti pemimpin ;
- Perempuan yang menjadi pemimpin dan berasal dari dinasti pemimpin adalah lebih banyak dari pada laki laki. Ini terijadi di Asia dan Amerika Latin.
- Di Asia dan Amerika Latin, baik perempuan atapun laki laki pemimpin biasanya berasal dari dinasti laki laki yang pemimpin.
![George Bush Senior dan Junior ( Foto debate.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/10/01/screenshot-20191001-205830-chrome-5d935bbd0d823040d026ed42.jpg?t=o&v=770)
![Christina Fernandez dan suaminya (Foto Reuter)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/10/01/pemimpin-argentina-reuter-5d935d6d097f361b494238b2.jpg?t=o&v=770)
![Megawati dan Sukarno.(Foto Wikipedia.org)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/10/01/screenshot-20191001-202354-chrome-5d9354c30d8230697d5d6de5.jpg?t=o&v=770)
![Justine and Piere Trudeau ( Foto National Post.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/10/01/20191001-215623-5d936a2d097f3617e46b9462.jpg?t=o&v=770)
Rupanya, kekuasaan adalah diturunkan secara natural di monarki. Namun, di negara demokratispun, ketika warga memilih pemimpin secara bebas dan jurdik, hubungan kekeluargaan dari pemimpin tetap ada dan memberi keuntungan. Ini disebabkan bahwa dinasti memiliki akses yang lebih besar pada jejaring yang ada pada dinasti, dan juga terkait akses pada sumber daya.
Dinasti memberikan keuntungan terkait nama besar, pengakuan, serta pengalaman politik.
Dan, menariknya, Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) dicatat memiliki prosentase paling tinggi dalam hal dinasti. Dua dari 8 presiden dan perdana menteri dalam periode studi adalah punya dinasti pemimpin politisi.
![Prosentase Pimpinan Politik dari Dinasti Politik (Sumber Farida Jalalzai & Meg Rincker: Blood is Thicker than Water: Family Ties to Political Power Worldwide, 2018)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/10/02/screenshot-20191002-055036-chrome-5d93d95c097f362555201642.jpg?t=o&v=770)
Perempuan dari Dinasti Politik
Perempuan dalam dunia politik yang cenderung didominasi laki laki juga menunjukkan temuan menarik. Hanya 66 dari 1.029 adalah perempuan. Ini termasuk Kanselir Jerman Angela Merkel, Perdana Meneri Benazir Bhutto, penerima anugerah Nobel, Ellen Johnson Sirleaf dan Presiden Dilma ROusseff dari Brazil.
Dan perempuan yang menjadi pemimpin politik biasanya dari keluarga politisi. Ini mengingat dunia politik adalah didominasi laki laki dan perempuan dari keluarga non politisi tentu menemukan cukup banyak tantangan.
Pemimpin Argentina, Christina Fernanez dengan suaminya. Ia adalah pemimpin negara yang ayahnya dan suaminya adalah pemimpin negara (Reuter).
Corry Aquino, istri Senator Benigno Aquino yang juga melahirkan presiden Filipina, Benigno Aquino Junior.
Lalu, Sukarno, Megawati Sukarno Putrid an Puan Maharani.
Puan Maharani Sebagai Ketua DPR RI dan Kemungkinan Diterbitkannya Perppu UU KPK
Kekuatiran terjadi pada sulitnya penerbitan PERRPU UU KPK oleh Jokowi. Pasalnya, Puan adalah Ketua DPRRI dan sekaligus pentolan di partai PDIP, dimana Megawati, sang Ibu adalah ketua partainya.
Memang keras betul PDIP menolak keputusan Jokowi untuk mengeluarkan Perppu KPK. Arteria Dahlan, Anggota Komisi Hukum dari Fraksi PDIP menegaskan, Jokowi tidak akan mungkin bisa mendorong Perppu KPK karena tiga syaratnya tidak terpenuhi. Ini tentu perlu dianalisis.
Adapun aturan menerbitkan perppu KPK tertera dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 22. Bunyinya:
Pasal 22
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Terkait “ihwal kegentingan yang memaksa” memang tidak diatur secara jelas. Untuk soal ini, kita perlu mendengarkan penjelasan mantan ketua MK Mahfud MD. “Tidak dikaji, itu gampang, kan memang sudah agak genting sekarang, itu hak subjektif Presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu. Presiden menyatakan, ‘Keadaan masyarakat dan negara seperti ini, saya harus ambil tindakan.’ Itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu.”
Dalam hal ini, keberadaan Puan Maharani sebagai ketua DPRRI yang sekaligus bagian dari pendorong revisi UU KPK bisa jadi buah simalakama bagi kalangan feminis dan perempuan, termasuk saya. Dia perempuan pertama jadi Ketua DPRRI dan sekaligus bisa jadi pembunuh KPK.
Pustaka : Satu, Dua, Tiga, Empat,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI