Mengapa Setya Novanto dan Kasus E-KTP Begitu Melegenda dan Bawa Gonjang Ganjing Politik?Â
Koran Tempo 15-16 Juli 2017 meluncurkan nama nama mereka yang disebut Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menerima aliran dana proyek E-KTP di Kementrian Dalam Negeri tahun 2011 - 2012. Mereka adalah 25 orang dan 14 perusahaan.Â
Memang apa yang disebut oleh PPATK belum disebutkan memiliki nilai pidana, karena baru merupakan catatan transaksi yang mencurigakan. Namun, setelah PPATK menyerahkan daftar itu, semua proses akan dilanjutkan oleh penegak hukum.
Dari daftar tersebut, dicantumkan 4 nama pejabat yang terlibat, sementara terdapat 18 nama anggota parlemen, di antaranya Setnov, Anas Urbaningrum, dan Ganjar Pranowo.
Nah, apakah daftar ini punya kontribusi pada persoalan didorongnya (dengan membabi buta) oleh DPRRI dalam revisi UU KPK? Kita tidak tahu, tetapi ini menjadi bagian dari dugaan yang muncul mengapa KPK dirasakan perlu dan harus digembosi, dengan alasan apapun.Â
Pemilihan pimpinan KPK 2020 -2025 sudah ricuh. Lalu revisi UU KPK yang dilakukan sembunyi sembunyi di malam hari telah didahkan dalam 2 minggu. Padahal revidi UU KPK tak ada dalam Prolegnas. Apakah kita akan punya cerita yang lebih seru (baca memalukan dan menyedihkan) dari #SaveTiangListrik?
Diijinkannya KPK untuk menerbitkan SP3 setelah kasus diperiksa selama 2 tahun juga menjadikan kecurigaan bahwa revisi UU KPK ini hendak membebaskan beberapa tersangka. Kasus E KTP perlu 3 tahun untuk membongkarnya, sementara Setnov diberitakan akan mengajukan banding, karena ia mengatakan memiliki bukti baru.
Untuk KPK, tentunya ini merupakan bahan pemikiran karena mereka mengetahui detil kasus ini.Â
Jadi, untuk yang membabi buta memepertahankan revisi UU KPK, mungkin perlu membaca Koran Tempo di atas.Â
Memang ini adalah kasus di masa Presiden SBY namun menjadi batu sandungan atau beban Jokowi pada saat ini.Â