"Shape of My Heart" dan Filosofi Pengambil RisikoÂ
Jumat sore ini, saya pulang ke rumah lebih awal. Ini karena saya sedang bekerja di lembaga yang menerapkan kebijakan keseimbangan kerja dan hidup "work life balance", dan semua staf bisa pulang jam 3 sore. Dan, rupanya badan dan otak memang sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.
Walaupun saya buka laptop, kepala sudah tidak bisa diajak berpikir.
Okaylah. Kita langsung saja dengar musik ya.
Kali ini saya memilih the Shape of my Heart' dari Sting (lagi), musik favorit saya.
Lagu 'Shape of My Heart' dirilis pada Agustus 1993 sebagai 'single' dari album 'Ten Summoner's Tales'. Lagu ini ditulis Sting bersama dengan gitaris Dominic Miller. Lagu ini telah menjadi lagu pengunci film "Leon' yang dibintangi Jean Reno dan Natalie Portman dan juga di dalam film Three of Hearts yang dibuat pada tahun 1993.
Lagu ini pernah pula dibuat 'cover'nya oleh Theory of Dead Man, kelompok musik Kanada di tahun Februari 2017.
Sting sendiri punya nama Gordon Matthew Thomas Sumner, lahir di Newcastle Inggris pada 2 Oktober 1951. Karirnya sebagai penyanyi dan penulis lagu dimulai sejak 1980an di group the Police dan sebagai artis solo.
Di lagu ini, ia hendak menceritakan tentang seorang pemain kartu yang melakukan permainan bukan untuk menang tetapi untuk mencari jawab akan sesuatu hal.Â
Ia mengatakan bahwa terdapat adanya logika mistik terkait keberuntungan bermain kartu. Pada saat yang sama, ada ilmu sains di balik permainan kartu, yang bisa dianggap seperti hukum atau aturan.
Namun, bukan lagu karya Sting bila arti lagu itu hanya bisa dimaknai dalam satu cerita saja. Apalagi bila arti harfiah.
Saya pernah menuliskan lagu Sting 'Fragile', dan saya masih tetap katakan bahwa lagu Sting hampir selalu punya beberapa makna. Pendengarpun bisa memberikan interpretasi atas lagu Sting yang didengarnya.
Ada makna filosofis, ada makna politis, ada makna perdamaian, dan ada udangan memaknai kehidupan.
Hampir semua lagu Sting punya arti bukan hanya ganda, tetapi memiliki ruang bagi setiap pendengar dan pecinta lagunya untuk menganalisis lirik yang ada. Beberapa lagu Sting penuh makna filosofis, ajakan perdamaian, dan undangan memaknai kehidupan.
Sting bisa saja sedang menceritakan tentang orang lain. Bisa saja ia sedang menceritakan dirinya sendiri dalam bentuk analogi analogi. Atau ia sedang menawarkan cerita agar pendengar dan pencinta lagunya untuk memberi arti lagu ini untuk relevan pada situasi dan hidup mereka.
Ada beberapa analisis yang menuliskan bahwa lagu ini mirip dengan lagu '
Fortress Around Your Heart' yang mencerikan tentang seseorang yang melindungi hatinya untuk waktu yang lama dan membuat benteng tinggi untuk memenjara hatinya. Namun, menurut saya berbeda. Ini bukan lagu cinta. Ini bahkan disampaikan oleh Sting sendiri "Lagu ini bukan lagu cinta".
Baiklah, kita coba nyanyikan sembari memaknainya.
He deals the cards as a meditation
Dia mengocok kartu seperti suatu meditasi.
And those he plays never suspect
Dan apa yang ia mainkan tidak pernah diduga
He doesn't play for the money he wins
Ia bermain bukan untuk uang yang ia menangkan
He doesn't play for the respect
Ia bermain bukan untuk kehormatan
He deals the cards to find the answer
Ia memainkan kartu untuk mencari jawaban
The sacred geometry of chance
Dari perhitungan geometri sacral tentang kemungkinan
The hidden law of probable outcome
Dari hukum tersembunyi tentang hasil probablitas
The numbers lead a dance
Angka angka yang memimpin tarian
Ada Apa dengan Bentuk (dan isi) Hati Kita Saat ini?
Kalau kita berbicara soal interpretasi dan analisis lirik lagu, tentu kita bisa bermain dalam ruang yang luas. Bisa dikatakan, pemain kartu bisa saja sebagai sosok dalam lagu. Namun bisa saja itu bukan berarti siapa siapa.
Permainan kartu itu sendiri bisa diartikan sebagai metaphorra dari kehidupan kita, juga kehidupan politisi, yang mirip penjudi.Â
Permainan di sini adalah suatu perjalanan kehidupan untuk mencari kebenaran 'mencari jawab', dan bisa pula jalan menuju suatu tujuan, yang dapat memberikan pilihan pilihan dan kemungkinan kemungkinan, dalam batasan 'stock' kartu yang dipegang.
Hidup bisa jadi suatu perjudian, khususnya bila kita bicara soal kehidupan politisi.
'The hidden laws' atau aturan yang tersembunyi dalam permainan kartu hanya bisa kita ketahui ketika perjalanan kehidupan itu telah kita lalui.
Sang pemain kartu atau pelakon kehidupan atau pelakon politik harus memimpin tarian kehidupan, yang mungkin menyimpan kombinasi rahasia dari beberapa kemungkin kemungkinan. Antara teori, pengetahuan, kesadaran, dan keyakinan.
Sang pemain mungkin handal memainkan peran dalam kehidupannya. Namun, bukan tidak mungkin ia dalam masalah besar dalam menjalankan perannya.
I know that the spades are the swords of a soldier
Aku tahu kartu keriting adalah pedang seorang tentara
I know that the clubs are weapons of war
Saya tahu kartu sekop adalah senjata untuk perang
I know that diamonds mean money for this art
Aku tahu kartu wajik artinya uang untuk seni ini.
But that's not the shape of my heart
Namun, itu bukan bentuk hatiku.
Sang pemain kartu memahami bagaimana berjuang dan mencapai tujuannya. Namun, ada yang sama sekali asing dalam permainan ini. Kartu hati bukanlah kartu terbaik yang bisa dimainkan. Memahami hatinya dan memahami hati orang lain adalah yang terberat dari permainan.Â
Hati di sini bisa dimaknai sebagai pikiran dan niatan manusia, dan bisa dimaknai pula dengan simbol keperdulian, simbol cinta. Dan, 'bentuk' serta isi hati kita adalah apa yang manusia justru paling tidak kenali. Bentuk hati bisa saja suatu fantasi, sementara realitas hati bisa berbeda.
He may play the jack of diamonds
Ia bisa memainkan Pangeran dari Wajik
He may lay the queen of spades
Dia bisa memainkan Ratu dari Keriting
He may conceal a king in his hand
Dia bisa menyembunyikan si Raja dalam tangannya.
While the memory of it fades
Sementara ingatan tentang ini akan menghilang
Sang pemain kehidupan beberapa kali akan memastikan bahwa dirinya telah melakukan hal yang benar, hal yang baik, hal yang semestinya.
Apakah kita hendak memainkan perjuangan perjuangan sebagai 'tentara' kehidupan? Ataukah hendak memainkan senjata senjata kehidupan dalam peperangan melawan musuh kehidupan seperti kejahatan, kebohongan, kecurangan, kemiskinan, kebodohan, pembelaan pada koruptor?Â
Apakah hendak kita kejar kekuasaan dalam hidup kita? Atau pengabdian pada hidup? Namun, sayangnya, ada satu hal yang kita tak mampu pecahkan, yaitu hati kita.
And if I told you that I loved you
Dan jika aku katakan padamu bahwa aku cinta padamu
You'd maybe think there's something wrong
Mungkin kamu berpikir adalah sesuatu yang salah
I'm not a man of too many faces
Aku bukan laki laki (manusia) dengan terlalu banyak wajah
The mask I wear is one
Topeng yang aku kenakan adalah satu.
Those who speak know nothing
Mereka yang berbicara (sebenarnya) tak tahu apa apa
And find out to their cost
Dan mencari tahu sampai alami kerugian
Like those who curse their luck in too many places
Seperti mereka yang terkutuk keberuntungannya pada begitu banyak tempat
And those who smile are lost
Dan mereka yang tersenyum adalah rugi
Kehidupan kita dipenuhi karakter, yang tersembunyi dalam cangkang. Bahkan kitapun tak mampu mengekspresikan apa yang kita kehendaki kepada sekitar kita.
Bahkan mereka yang mengenal kita, akan melihat kita sebagai orang lain dan tak percaya ketika kita jatuh cinta dan katakan 'aku cinta kamu'. Kita mungkin tidak lakukan pengkhianatan atau perselingkuhan.Â
Kita mungkin hanya tersembunyi dalam topeng, karena kita pada akhirnya tak mau orang lain tahu tentang kita. Kita tak hendak melibatkan orang lain dalam soal kita, karena kita tak mau orang lain tahu tentang kita. Kita menjadi orang yang keluar jauh dari siapa kita. Ini akan terjadi selalu.
Bagi pendengarnya, "Shape of My Heart" akan selalu membawa interpretasi berbeda. Saya yakin, pendengar menikmati cara berbeda untuk memaknai lagu ini bukan hanya sekedar sebagai lagu tentang pemain kartu.
Â
"Shape of My Heart" dan Susah Menebak Kartu Jokowi yang Berpolitik Ala Jawa
Tidak mudah menebak Jokowi.
Terkait konflik Papua, Jokowi lebih nampak komitmen dan pemikirannya. Walaupun demikian, terdapat komentar tentang kesan pembiaran isu di Papua terjadi sehingga mencapai isu sekritis seperti masa kini. Sementara isu tidak dibuatnya aturan pelaksanaan sejak Otsus Papua terlah terjadi sejak 2004.Â
Dalam kaitannya dengan soal revisi UU KPK, Jokowi dinilai punya banyak teka teki.
Tiga minggu yang lalu, misalnya, Jokowi mengirimkan Supres menyetujui revisi UU KPK yang didalangi partai pendukungnya. Kemudian, Jokowi tidak bergeming ketika ribuan dosen dan guru besar membuat deklarasi menolak revisi UU KPK.Â
Jokowi pun tidak menyetop POLRI yang represif pada demo mahasiswa. Dua kali Jokowi mengatakan tak akan menerbitkan PERPPU. Lalu Jokowi membuat dialog dengan tokoh bangsa dan menyatakan akan mempertimbangkan PERPPU UU KPK.Â
Dialog adalah pendekatan yang sering dilakukan oleh Jokowi. Ini dilakukan dengan berbagai kelompok, termasuk kelompok yang dianggap berseberangan dengannya. Kali ini, dialog menjadi aspek yang dipertanyakan banyak pihak.Â
Presiden Jokowi memang tampak terjepit partai partai pendukungnya di DPR yang mendorong revisi UU KPK. Operasi senyap DPR yang diawali dengan senyap dan engendap endap itu sudah berkembang menjadi perampok di mata rakyat.
Siapapun yang telah dengan susah payah membayar pajak kepada negara tidak akan rela duit setorannya akan dirampok DPR, yang jelas jelas ada dalam daftar panjang tersangka KPK.
Memang saat ini harapan ada di tangan Presiden kita.
Di satu sisi kita semua gemas karena tampak bahwa pemerintah, khususnya Jokowi seakan kecolongan dengan langkah DPR. Di sisi lain, saya menaruh harapan besar pada ketrampilan politik pak Jokowi.
Namun, bila kita lihat ke belakang, apa yang kita lihat sejak masa Pilpres periode 2014-2019 dan 2019 -- 2014 menunjukkan ketrampilannya yang unik. Lihat juga bagaimana ia bisa duduk bersama Prabowo dalam suatu perjalanan dengan MRT di suatu pagi di bulan Juli.Â
Ini merupakan pembelajaran terbesar dari Pilpres 2019 yang begitu intens dalam persaingan keduanya. Jokowi yang insiyur dan pro pembangunan infrastruktur dan hendak mewujudkan keadilan sosial melawan Prabowo yang mantan jenderal yang menjanjikan Indonesia baru dengan nafas nasionalis dan dukungan kelompok Islam yang dianggap cukup radikal. Proses ini adalah transformasi politik yang menarik sekali. Analis politikpun mungkin mumet membaca situasi ini.
Saya pernah menuliskan tentang Aris Huang, analis tamu yang ada di lembaga SMERU yang menuliskan opininya di the Jakarta Post 'Jokowi-Prabowo Political Reconciliation As Javanese Strategy".Â
Ini terkait gaya berpolitik Jokowi yang menggunakan langgam filosofi Jawa dalam peta kekuasaan politik. Jokowi yang tampak tenang 'menyedot' enerji Prabowo yang menggebu gebu.Â
Sebagai orang Jawa, Jokowi tetap tenang memberi ruang politik kepada Prabowo agar sistem politik demokrasi berjalan. Tanpa Prabowo, Jokowi tidak ada.Â
Dalam kultur politik Jawa, seorang pemimpin ada bukan hanya karena perubahan politik sebagai konsekuensi rasional dari proses pemilu saja, tetapi juga dukungan masyarakat melalui proses budaya.
Aris Huang adalah lulusan master pada studi hubungan internasional dari the University of Melobourne dan sebelumnya adalah anggota dari Departeman Suti Indonesia pada Monash Unversity dan the University of Melbourne.
Memang, budaya Jawa yang masih dominan ini mempengaruhi gerak politik di Indonesia. Namun, seberapa banyak orang politik di Indonesia paham cara berpikir orang Jawa, mungkin itu perlu kesabaran.Â
Mereka yang ada di dunia politik saat ini tampak bukan pemain yang tekun dan sabar. Lihat saja contoh menurunkan mahasiswa mahasiswi untuk 'berpawai' dukung revisi UU KPK.Â
Itu nampak sekali lahir dari mentahnya cara berpikir bahwa masyarakat percaya mereka adalah suatu gerakan masyarakat yang berpikir dan sekaligus berjuang.
Mengutip catatan Aris Huang tentang karakter kekuasaan Jawa yang tidak terpisah dalam dunia politik adalah penting untuk dipahami. Bila politik barat melihat politik sebagai hal yang abstrak, yaitu hasil dari 'social intercourse' yang bertujuan agar pemegang kekuasaan menggerakkan orang lain, politik dengan filosofi Jawa adalah berbeda.
Kekuasaan dalam konteks budaya Jawa adalah kekuatan yang konstan di dunia ini, dan bukan hanya oleh kekuatan atas kepemilikan harta dan aset. Kekuasaan bisa ada dalam diri terdalam seseorang, yang diwakili oleh kekuatan sakral suatu obyek.
Kekuatan pemimpin Jawa adalah juga berbasis dukungan masyarakat yang besar. Kepercayaan akan adanya pusaka yang sakral yang akan melindungi keamanan dan keselamatan masyarakat adalah penting bagi seorang pemimpin. Pusaka itu Pancasila dan demokrasi Indonesia.
Dalam konteks terkini, saya membaca pusaka itu adalah Pancasila, anti korupsi, dan demokrasi. Â Paling tidak, itu harapan saya. Kalau tidak itu, betapa kecewanya saya (dan jutaan rakyat Indonesia).Â
Indonesia Sekarang dan Ke Depan
Terkait Pancasila, Jokowi jelas. Dalam hal Papua, perlu sekali komitmen negara dalam merespons isu dengan opsi opsi di luar hanya opsi militer saja.
Dalam hal KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, saya masih belum paham.Â
KPK, seharusnya bukan hanya sakral karena sebagai simbol dan proses reformasi, tetapi juga lambang penegakan hukum yang saat ini sistemnya tidak berjalan.
Dukungan banyak pihak kepada KPK dan tuntutan masyarakat pendukung Jokowi agar Jokowi melakukan keputusan yang tegas dan benar merupakan bentuk perlawanan rakyat yang sesungguhnya kepada wakilnya di DPR. Dan, sebetulnya ini tergambar juga dala pemilu yang lalu. Banyak dari kita yang ogah memilih wakilnya di DPR karena memang mereka tidak amanah
Terkait demokrasi, saya kecewa, dan kita harus terus mendorong. Respons represif negara yang diwakili POLRI pada demonstrans dan kasus Papua, serta munculnya tendensi pembungkaman masyarakat dalam media dan dalam kehidupan berdemokrasi sangatlah mengkhawatirkan.
Campur tangan Menristek yang memperingatkan Rektor universitas untuk memberikan sangsi pada dosen yang memberi ijin mahasiswa untuk berdemo adalah menyakitkan. Apakah negarawan lupa bahwa kebebasan mengekspresikan dilindungi konstitusiÂ
Kita berharap agar Jokowi jangan menjadikan bangsa ini dalam posisi sulit karena permainan kartu yang membahayakan. Jokowi, sang pemain kartu politik Indonesia. Mampukah menyelamatkan bangsa tanpa harus membawa korban lagi?Â
Pustaka : wikipedia.org; hooktheory.com; Dialog Mahasiswa; Javanese Strategy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H