Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mitos "Jumat Tanggal 13" dan KPK yang Ketiban Sial

13 September 2019   11:24 Diperbarui: 14 September 2019   06:51 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua lancar. Semua cepat. Ini janggal, mengingat pencalonan Firli memiliki persoalan. 

Firli diduga dua kali bertemu TGB, Gubernur NTB, ketika KPK menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016. Firli juga dicatat tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan. Selanjutnya, Firli juga diduga bertemu pejabat BPK, Bahrullah Akbar. 

adahal, Bahrullah akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo terkait kasus suap dana perimbangan. Dan, Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta pada 1 November 2018.

Sial yang Kedua, Revisi Undang Undang KPK disepakati oleh Pemerintah dan Baleg DPR. Mereka menggelar sidang revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) semalam. Sidang dilakukan tanpa proses paripurna.

Terdapat 7 poin bahasan terkait kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada cabang kekuasaan eksekutif, pembentukan dewan pengawas, soal penyadapan, mekanisme penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), koordinasi kelembagaan KPK, dan mekanisme penggeledahan dan penyitaan serta sistem kepegawaian KPK (Kompas.com).

Yasonna, Menkumham yang mewakili pemerintah, menyebutkan terdapat 3 aspek yang menjadi usulan pemerintah, yaitu:

  1. Dewan Pengawas. Pengangkatan ketua dan anggota dewan pengawas harus menjadi kewenangan presiden. Ini diusulkan dengan pertimbangan efisiensi dan terciptanya transparansi dan akuntabillitas. Mekanisme pengangkatan Dewan Pengawas tetap melalui Pansel.
  2. Pegawai KPK semestinya berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk itu, pemerintah membutuhkan waktu sekurangnya 2 tahun untuk mengalihkan penyeldidik dan penyidik ke dalam wadah ASN.
  3. KPK harus sebagai lembaga negara, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 36/PUU-XV/2017 mengenai pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam aturan itu dikatakan bahwa KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen. Lembaga ini adalah lembaga eksekutif independen. KPK disebut eksekutif karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif yakni penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Aspek revisi UU KPK yang diterima dan ditolak Pemerintah (Foto : CNN Indonesia)
Aspek revisi UU KPK yang diterima dan ditolak Pemerintah (Foto : CNN Indonesia)
Terdapat banyak komentar atas substansi tanggapan pemerintah tersebut. Potensi posisi KPK yang dilemahkan menjadi kekuatiran banyak pihak, termasuk tim peneliti korupsi yang ada di Universitas Gajah Mada. 

Sial yang Ketiga, Pimpinan KPK, Saut Situmorang menyatakan mundur sebagai pimpinan KPK Periode 2015-2019. Pernyataan yang disampaikan ke jajaran pegawai KPK melalu surat elektronik ini dirilis Kompas.com hari ini. Surat pengunduran diri itu berlaku terhitung sejak Senin, 16 September 2019. 

Sial yang Keempat, menyusul Saut Situmorang, Penasehat KPK, Mohammad Tsani Annafari menyatakan akan mundur. Ia mengaku tak ingin bekerja untuk lembaga yang integritas pimpinannya meragukan. 

Memang KPK sedang dirundung kesialan. Intinya, janji Presiden Jokowi untuk memperkuat KPK tampaknya sulit terwujud. 

Atas proses revisi Undang undang KPK, Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu menilai seharusnya revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didukung data yang kuat dan tidak gegabah, mengingat revisi ini menyangkut banyak aspek perubahan pada kewenangan KPK. Menurut Bu Ninik, data ini penting untuk menghindari adanya uji materi ketika revisi Undang undang KPK ini nantinya ditetapkan. (Kompas.com "Ombudsman Nilai Ada Kejanggalan pada Surpres soal Revisi UU KPK").

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun