Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

9 Tuntutan Papua Disepakati, Lalu Apakah Kita Kenal Papua?

11 September 2019   08:00 Diperbarui: 12 September 2019   04:18 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Pembentukan badan nasional urusan Tanah Papua.
Memahami tanah Papua artinya memahami manusia dan budayanya, termasuk dalam hal kepemilikan tanah. Semua tanah di Papua adalah tanah ulayat. 

Badan nasional ini mungkin diharapkan menjadi fasilitator untuk membantu hal berurusan dengan tanah di Papua agar konflik yang selama ini muncul karena persoalan tanah menjadi berkurang. 

Pada saat yang sama, kita berharap agar badan ini tidak menjadi 'broker' yang membuat jual beli tanah akan meningkat dan bahkan merusak pertanahan di Papua. Memang, seperti apa badan ini hendak disusun dan dibangun adalah menjadi penting. 

3. Penempatan warga Papua sebagai pejabat pejabat eselon satu dan dua di kementrian dan LPMK.
Selama ini orang Papua memang sempat menduduki posisi penting di tingkat nasional, misalnya sebagai Menteri. Selama ini ada kesan bahwa posisi itu hanyalah posisi politis.

Sementara, penempatan warga Papua sebagai pejabat eselon satu dan dua di kementrian dan LPMK bisa dikatakan nyaris tak ada. Ini merupakan tuntutan yang sangat masuk akal untuk membongkar stigma bahwa orang Papua bukan bagian penting dalam SDM Indonesia. Tentu, pemerintah nasional perlu mengejar ketertinggalan dalam pengembangan SDM masyarakat Papua.

4. Pembangunan asrama nusantara di seluruh provinsi dan menjamin keamanan mahasiswa Papua.
Sejarah memang mencatat bahwa asrama bagi siswa siswi Papua di kota besar di Papua sangat membantu keberlanjutan pendidikan baik laki laki maupun perempuan Papua.

Adanya pembangunan asrama yang dibangun di seluruh provinsi akan membantu siswa untuk bisa belajar dengan baik dan mengurangi isu Drop out'. Ini saya pernah sebutkan di artikel yang lalu.

Rasa aman dapat dibangun. Tentu saja diharapkan hal ini tidak menjadikan mahasiswa Papua ekslusif di wilayah-wilayah provinsi di Indonesia. Mahasiswa Papua perlu lepaskan diri dari stigma alkoholisme dan biang ribut. Sebaliknya, masyarakat wilayah perlu membantu siswa Papua menjadi "feel at home". 

5. Pengusulan revisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dalam Prolegnas 2020.
Ini adalah isu lama yang terus diangkat masyarakat Papua dalam berbagai konsultasi. Beberapa laporan menunjukkan bahwa selama ini Departemen Dalam Negeri tidak melakukan PR untuk menindaklanjuti serangkain regulasi yang seharusnya hadir setelah Undang Undang Otsus lahir.

Bayangkan, keterlambatan itu sempat membuat penggunaan anggaran pemerintah (APBD) tidak disertai Perdasus. Ini tentu membuat penggunaan dana pembangunan tanpa landasan hukum.

6. Penerbitan instruksi presiden untuk pengangkatan ASN honorer di Tanah Papua.
Pengangkatan ASN honorer tentu penting bagi Papua yang membutuhkan dukungan SDM dalam pembangunannya yang hampir selalu tertinggal. Juga diberitakan bahwa Presiden menjanjikan penempatan 1.000 pemuda Papua untuk dapat bekerja di BUMN. Ini tentu merupakan suatu afirmasi penting yang semestinya telah dipikirkan dan dipersiapkan sejak lama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun