Dengan semua tantatangan yang ada, KPK mendapatkan reputasi baik di dalam dan di luar negeri sebagai komisi yang bekerja dengan efektif. Hal tersebut menyebabkan posisi Indonesia meningkat di Corruption Perception Index, dari 122 di tahun 2003 menjadi 88 di tahun 2015 dan terus membaik ke ranking 79 ditahun 2018.
Atas prestasinya, KPK mendapatkan penghargaan Magsasay Award 2013.
Atas penghargaan Magsasay Award itu, KPK mempersembahkan hadiah sebesar USD 50.000 itu kepada masyarakat Indonesia, LSM yang bergerak di pemberantasan korupsi dan aktivis serta media Indonesia yang bekerja melawan dan memberantas korupsi bersama KPK.
KPK terus melaksanakan mandate secara independen dan tidak mengecualikan siapapun yang ada pada tersangka.
Kinerja KPK pun terus dapat pujian. Jumlah penetapan tersangka dan jumlah kasus yang ditangani KPK meningkat. Pada tahun 2018 saja telah ditetapkan 261 orang tersangka dengan 57 jumlah kasus.
Sementara, pada tahun tahun sebelumnya, jumlah itu hanya 128 orang tersangka dengan 44 jumlah kasus. Apalagi, kasus sebesar E-KTP yang mengenai Setya Novanto juga ada dalam cakupan kinerja KPK. Ini tentu meningkatkan kredibilitas KPK.
Kemenangan Pemilu dengan Tumbal KPK?
Sebetulnya, apa yang menyebabkan DPR terbirit-birit hendak merevisi UU KPK ?
Pertama, data KPK seperti yang disampaikan oleh Ketua KPK, Pak Agus Rahardjo menunjukkan bahwa kasus korupsi terbanyak dilakukan oleh anggota DPR. Studi ICW juga menyebutkan terdapat 254 anggota DPR dan DPRD Provinsi serta Kabupaten/Kota periode 2014-2019 yang menjadi tersangka kasus korupsi.
Dari 254 tersangka tersebut. 22 anggota DPR terjerat korupsi, dan 2 pimpinan DPR (Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan) menjadi tersangka korupsi.
Studi ICW juga mencatat bahwa dari 254 tersangka tersebut ada 22 anggota DPR yang terjerat korupsi. Bahkan 3 di antaranya tertangkap di tahun pertama masa jabatan. Juga, dari 22 anggota DPR RI yang ditetapkan tersangka kasus korupsi tersebut, 3 orang di antaranya bahkan jadi tersangka di tahun pertama.
Artinya, kasus korupsi anggota DPR pada periode 2015-2019 lebih buruk dari pada periode sebelumnya.Â