Sementara pelatihan kesehatan reproduksi perempuan membekali petani dengan pengetahuan untuk menjaga dan memantau kesehatan reproduksi mereka serta mengakses layanan kesehatan.
Ini terjadi karena perempuan petani garam banyak yang mengeluhkan adanya gangguan pada kesehatan reproduksinya, misalnya keputihan dan gatal gatal sebagai akibat terekspos panas matahari dan penguapan air garam di lahannya.
Perempuan perempuan ini juga memproduksi berbagai bentuk garam agar bisa menjualnya pada harga lebih baik. Ini dilakukan dengan menyertakan rasa berbeda dalam garam (cabai pedas, rasa jeruk dan lain lain) dan mengemasnya dalam tempat yang menarik untuk keperluan garam meja.Â
Juga, tetes garam atau sisa proses garam yang biasanya dianggap limbah masih bisa dimanfaatkan dan dijual kepada industri tahu dan lain lain. Ini sedikitnya menambah pendapatan petani.Â
Kelompok perempuan ini juga bermitra dengan Pemerintah Daerah untuk menyalurkan garamnya untuk berbagai program. Memang perlu dirumuskan lagi bentuk kemitraan yang lebih berkelanjutan. Namun, paling tidak, garam produksi kelompok perempuan ini direkognisi berbagai pihak.Â
Semua upaya ini tentu untuk meningkatkan kesejahteraan petani garam yang membutuhkan dukungan dan pendampingan serius berkelanjutan. Ini perlu menjadi pertimbangan pemerintah.
Pustaka : Satu; Dua; Â Â Tiga; EmpatÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H