Data dari Kementrian Negara Riset dan Teknologi yang diliris oleh Majalah Tempo pada Mei 2015 mencatat bahwa terdapat 235 universitas di seluruh negeri yang operasionalnya di'suspended' karena dinilai gagal memenuhi standar pendidikan yang diterapkan. Dinilai bahwa banyak lembaga pendidikan tersebut kurang mengindahkan upaya pemenuhan kualitas, dan dinilai hanya mengejar alasan keuntungan saja (GBG Indonesia)
Hal di atas menyebabkan sekitar 10.000 orang siswa Indonesia memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di luar negeri.
Ada Apa dengan Sistem Pendidikan Indonesia?
Beberapa tulisan, termasuk laporan "Beyond access: Making Indonesia's education system work" yang diterbitkan oleh  Lowy Institute yag berbasis di Sydney mengemukakan kekurangan dari sistem pendidikan di Indonesia. Laporan itu memberikan catatan penting tetang kegagalan politik dan kekuasaan tinimbang soal pendanaan yang menjadi isu utama di pendidikan Indonesia.
Beberapa tulisan lain mempersalahkan dominasi politik, swasta dan elit birokrasi di masa Suharto yang bergulir ke masa kini dianggap merupakan persoalan.
Dalam hal pendidikan dasar, memang Indonesia telah membuat partisipasi sekolah anak anak Indonesia meningkat sampai di tahun terakhir dari pendidikan dasarnya. Juga, tingkat melek hurup mencapai 95% serta melek hurup di antara anak muda mencapai 99,67% (UNESCO, 2018). Namun, beberapa ahli pendidikan mengatakan bahwa sistem pendidikan kita tidak mampu mendidik.
Di tahun 2002, reformasi mendorong agar dana pendidikan dialokasikan sebesar 20% dari anggaran pembangunan. Ini merupakan kemajuan karena di tahun 1995 alokasi anggaran hanya mencapa kurang dari 1% dari PDB kita.
Namun demikian, kinerja pendidikan anak Indonesia memiliki isu. Hasil tes dari Programme for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan oleh OECD pda 2015 menunjkukkan hasil bahwa di 3 bidang utama untuk sains, matematika dan membaca, posisi Indonesia da di bawah rata rata dari negara OECD. Juga, tes menunjukkan bahwa 42% dari anak Indonesia berada di bawah standard minimum dari 3 aspek yang diukur itu, dan jauh dibandingkan dengan hasil tes untuk Malaysia, Vietnam dan Thailand.
Tak urung Jack Ma, bos Alibaba yang juga penasehat pemerintah RI untuk e-commerce mengatakan bahwa ia mengusulkan berdirinya lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga berketrampilan tinggi yang kenal teknologi. Ia memberikan contoh bahwa suatu perusahaan milik Cina yang membuka investasi di Sulawesi hanya mendata adanya 9 orang Indonesia yang mendaftar pada 500 posisi yang diiklankan.
Isu di atas dipahami petinggi negeri. Pada pidatonya minggu yang lalu, Presiden Jokowi menyebutkan bahwa APBN 2020 akan mengalokasikan dana sebesar 20% dari belanja negara yang mencapai Rp 2.528,8 triliun, atau meningkat sekitar 29,6% dari realisasi anggaran tahun 2015. Harapannya, anggaran pendidikan yang meningkat tersebut, diharapkan tidak ada lagi anak Indonesia yang tertinggal.
Presiden Jokowi mengingkatkan soal aspek yang harus terus dibangun, mulai dari pendidikan usia dini dan pendidikan dasar yang perlu meningkatkan kemampuan literasi, matematika, dan sains, sehingga menjadi pijakan bagi peningkatan pengetahuan dan keterampilan anak di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Â Di sini, aspek akzes dan kualitas dicakip.Â