"By rape, the victim is treated as a mere object of sexual gratification …without regard for the personal autonomy and control over what happens to his or her body…rape is one of the most repugnant affronts to human dignity and the range of dignity-related rights, such as security of the person and integrity of the person…”
African Commission on Human and Peoples' Rights: Communication 341/2007 – "Equality Now v Federal Republic of Ethiopia"
Setiap Hari Ada 2 Sampai 3 orang Perempuan Diperkosa!
Apa yang anda rasakan ketika membaca pertanyaan di atas? Mungkin anda akan mengatakan 'Ah tak mungkin. Jangan sampai deh. Naudzubillah min daliq. Anak saya berpakaian sopan kok"; atau "Saya sudah katakan pada anak saya untuk tidak pergi malam"; atau 'Anak perempuan saya usia 3 tahun dan selalu ada yang mengawasi".
Tentu semua hal di atas adalah yang kita harapkan terjadi. Semua akan aman saja. Namun, pertanyaan semacam itu mungkin perlu anda camkan juga. Coba anda baca media akhir akhir ini. Begitu banyak berita tentang perkosaan. Apakah hati anda tak terusik?
Perkosaan yang terjadi pada gadis SD, SMP, SMA, mahasiswi, ibu rumah tangga, ibu hamil, bahkan nenek nenek. Tak hanya itu, perkosaan pada anak usia 3 tahun pun terjadi.
Juga, banyak kasus perkosaan dilakukan oleh anggota keluarga. Ini bisa berupa perkosaan sekaligus incest. Sudah gila kan? Tetapi itulah yang terjadi dan dengan intensitas yang meningkat di Indonesia.
Dalam studi yang saya lakukan di tahun 2015, saya mencatat beberapa kasus perkosaan berkelompok, 'gang rape'. Korban adalah murid SMP dan pelaku adalah 8 orang terdiri dari 5 mahasiswa dan 3 orang anak SMA.
Alhasil, kasus tidak dimejahijaukan karena dilakukan dengan aturan 'adat'. Orangtua korban diberi uang Rp 150 juta dan korban dikirim ke pulau lain. Ini menurut saya sudah di luar akal. Ini terjadi di Papua Barat.
Juga, saya mewawancarai kelompok pendamping korban di Ambon yang menginformasikan alasan mengapa mereka menjadi pendamping korban.
Saat itu seorang ayah memperkosa anak gadisnya. Selain terpengaruh alkohol, sang ayah mengenakan 'alat' yang terbuat dari logam bergerigi dengan alasan untuk dapat sensasinya. Saya nampak kejam mengatakan ini? Saya kira bukan saya yang kejam, tetapi kita kejam bila membiarkan hal ini terjadi berulang.