Memang, rumput laut juga dianggap mampu mengurangi dampak dari perubahan iklim. Rumput laut dapat menyerap karbon dioksida untuk melakukan proses fotosintesis.Â
Menurut Chung Ikkyo, salah satu ahli lingkungan asal Korea Selatan menyebutkan bahwa rumput laut memiliki kemampuan menyerap karbon dioksida lima kali lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan lain yang ada di darat.
Oleh karena itu, tak hanya meningkatkan produktivitas, budi daya rumput laut juga dapat mencegah perubahan iklim.
Suatu penelitian dilakukan di Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat tentang dampak perubahan iklim pada jadwal tanam rumput laut bergeser. Adanya perubahan iklim baik nasional maupun global (El Nio dan La Nia) sangat memengaruhi pola musim tanam rumput laut di Teluk Gerupuk.Â
Musim tanam produktif umumnya terjadi pada bulan di mana curah hujan rendah (musim kemarau) dan suhu udara juga rendah antara 24oC sampai 17oC (Jurnal Balitbang 491).Â
Isu pengkaplingan laut untuk lahan rumput laut yang tanpa aturan juga menyebabkan kerusakan laut. Petani menggunakan seluas luasnya area laut selama mereka bisa membentang tali.Â
Pembuangan botol botol plastik sebagai pemberat ikatan tali untuk rumput laut selalu dilakukan di tiap musim panen. Ini tentu mengganggu karena botol botol plastik akan terbuang di laut bebas.
Pemerintah perlu memperjelas peran lembaga pemerintah yang mendukung petani.Â
Perhatian dan fasiliasi pemerintah pada industri rumput laut perlu integratif. Tidak bisa sepotong sepotong. Pendirian pabrik tidaklah menjawab sepenuhnya persoalan yang ada.Â
Alat produksi, informasi rantai nilai, keanggotaan dalam koperasi atau lembaga unit produksi yang menguasai rantai nilai, dan konektivitas pusat industri pada fasilitas bisnis dan pasar adalah kritikal. Pengetahuan lingkungan dan perubahan iklimpun perlu dipahami petani agar mereka siap dengan adaptasi yang bisa dilakukan.Â
Pustaka : Mongabay, Foodsciencematters, Jurnal, Â Cegah Perubahan Iklim, Pabrik Rumput Laut