Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Peran Penting "Stunt Man" dan James Bond ke-25 yang Tertunda

27 Juli 2019   11:35 Diperbarui: 28 Juli 2019   08:37 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebastien Sondais, 'stunt man' untuk Rami Malek (foto : themirror.com)

Menunggu Film James Bond hadir di 2020. 

Saya bukan penggila film. Namun, melewatkan film sekelas James Bond rasanya sayang sekali.

Film James Bond tidak hanya menarik karena Bond adalah selalu keren dan seksi, tetapi juga mengetengahkan teknologi yang terkini dan sekaligus menaikkan adrenalin. 

Soal adrenalin, saya selalu membayangkan proses pengambilan filmnya. Ini juga untuk menera dan sekaligus menjaga kesehatan jantung saya. Haha.

Film Bond ke 25 ini saya tunggu. Bond memang spesial. Dan kemunculan sang penerima Oscar Rami Malek yang akan berperan sebagai 'the villain' tanpa nama yang melakukan 'face off' dari Bond si Daniel Craig ini lebih menggoda. Saya fans yang serius (dan resmi) atas Rami Malek sejak ia memainkan Freddy Mercury dalam 'the Bohaemian Raphsody'. Ia lentur dan dengan karakter yang masuk total ke perannya. Ya beginilah, bila sudah ngefans. 


Berita soal tertundanya pembuatan James Bond karena Danny Boyle, sutradara pemenang Oscar yang menangani film ini mengundurkan diri ramai di dunia maya. Pasalnya, ia memperdebatkan cerita James Bond yang hendak 'mematikan' sang tokoh dengan cara 'finale' yang diingat pemirsa. Wah, ini pasti heboh. 

Namun, di luar masalah penggantian sutradara, pengambilan gambar James Bond yang ke 25 yang terhenti karena Daniel Craig terkilir angkelnya. Dia terpeleset dan jatuh ketika adegan lari di Jamaica. Ia terpaksa dilarikan ke Amerika untuk dilakukan operasi kecil. Ini tentu juga membawa implikasi pada penambahan biaya produksi. 

Ini tentu berkait. 'Mematikan' James Bond tentu memerlukan suatu laga yang luar biasa, disamping teknik laga dan sekaligus teknologi yang mendukung, di samping cerita yang akan tetap membuat penonton datang ke bioskop. 

Laga yang luar biasa tentu dibantu 'stunt man' luar biasa. Ini pasti. Tidaklah mungkin produksi film membiarkan Daniel Craig memainkan peran laga yang membawa risiko nyawa padanya. Asuransinya bisa melebihi biaya produksi keseluruhan. 

Pemeran Pengganti atau 'Stunt Man'. 

Pemeran pengganti James Bond ketika Daniel Craig terkilir kakinya atau patah tulang 'ankle' tentu ada, tetapi pengambilan gambar penting yang melibatkan Daniel dan belum selesai tentu jadi masalah. Film tunda produksi. Biaya produksi taruhannya.

Sebut saja film lain sekelas James Bond,  the Mission Impossible. Membayangkan Tom Cruise sebagai Etan Hunt yang memanjat gunung tinggi atau melompat dari gedung tinggi tentu akan pula melibatkan pemeran pengganti atau 'stunt man'. Tetapi rupanya itupun tetap membawa risiko bagi pemain. 

Tom Cruise sempat mengalami kecelakaan pada saat pengambilan film Mission Impossible : Fall Out. Ia alami patah kaki pada saat itu.  Bahkan, stunt man nya juga terluka ketika adegan melompat. Tetapi, risiko biaya mungkin berbeda. Nasib hitungan risiko pada aktor dan pada 'stunt man' jadi nampak seperti beda kasta. Peristiwa kecelakaan Tom Cruise itu menambah biaya pembuatan film sekitar US $ 80 juta. Biaya yang besar ya?!


Jadi, peran pengganti bukan hanya menyelamatkan peran bintang film utama tetapi menyelamatkan keseluruhan produksi film.  Peran 'Stunt man' menjadi sangat penting, dan  kebutuhan ini terus meningkat.

"Stunt Man", Kerja Berbahaya yang 'Mahal' Harganya

'Stunt man' atau 'special effect actor' atau pemeran pengganti adalah suatu peran penting dalam film. Baik ini untuk film laga maupun film yang menuntur peran pengganti lain.

Iklan di media Amerika yang mencari pemeran pengganti untuk perusahaan film besar dan televisi menuliskan keahlian yang dicari adalah "Martial Arts, Climbing, Sky Diving, Scuba", dengan iming iming gaji antara US $ 5.000 sampai US 70.000 per tahun. Untuk yang senior dan profesional bergaji US $ 250.000 per tahun (The Gurdian, 2019). Posisi itu meliputi 'special effect actor' dan 'special effect coordinator'. 

Peran mereka berbeda namun sama sama berbahaya. "Special effect coordinator' biasanya pemeran pengganti senior berpengalaman yang paham hal teknis namun tidak lagi berperan sebagai pemeran pengganti.

Kerja 'stunt man' memang berbahaya. Berita soal pemeran pengganti Jow Watts yang terluka ketika memainkan the Fast and Furious 9 di Studio Warner Bross di Leavesden, Hertfordshire setelah ia terjatuh dari balok setinggi 9 meter jadi berita. 

Ia harus dilarikan ke rumah sakit dan alami koma. Ini membuat pengambilan gambar untuk film ini sempat terhenti karena unit Kesehatan dan Kemanan kota menginvestigasi.

Di Toronto Kanada, seorang ' special effect coordinator' pada pembuatan film Titan meninggal pada fasilitas 'special effect' dalam persiapan dan uji coba pembuatan gambar adegan penembakan.

Juga pada Juli 2017, seorang stand man John Bernecker meninggal pada saat pengambilan gambar the Walking Dead, setelah melompat dari lantai 20 dan gagal mendarat tepat pada alat penyelamat. Tentu ini membuat ibu dari John menuntut secara hukum.

Tak lama dari peristiwa itu, Joi 'SJ' Harris, seorang 'stunt woman' yang handal terbunuh dalam pengambilan gambar Deadpool 2  di Vancouver ketika peranan itu menuntut ia untuk tidak mengenakan helm. Ini mengerikan sekali.

John Bernecker stuntman yang meninggal di film the Walking Dead (Sumber Foto : deadline.com)
John Bernecker stuntman yang meninggal di film the Walking Dead (Sumber Foto : deadline.com)
Memang, pemeran pengganti profesional diincar produsen film laga. Apalagi dengan berkembangnya minat pada film aksi yang diproduksi untuk layar kecil seperti televisi dan 'streaming' di laptop dan gadget sekecil HP. Standar yang makin menuntut aksi laga spesial menjadi meningkat.

Penontonpun tidak ingin ditipu teknologi. Mereka menghendaki efek film yang riil, yaitu manusia melakukan peran berbahaya dengan cara nyata. Artinya, pemeran pengganti juga hadapi risiko yang makin tinggi.

Produser film membaca CV para calon 'stunt man' dengan teliti. Dengan perkembangan produksi film laga yang meningkat, keberadaan stunt man yang terbatas juga membuat ancaman lebih besar bagi 'stunt man'. 

Gaji yang makin meningkat ketika tuntutan peran berbahaya meningkat. Sayangnya taka da aturan yang jelas pada pekerjaan semacam ini. Ini mengakibatkan pekerjaan 'stunt man' menjadi sangat berisiko.

Presiden Asosiasi Stantmen 'the Stuntmen's Association of Motion Pictures', yang berbasis di Los Angeles, memiliki kekuatiran akan tiadanya aturan. Padahal pekerjaan ini sudah ada sejak lama. Pertumbuhan dan jumlah orang yang tertarik pada pekerjaan ini juga meningkat tajam pada 10 tahun terakhir. 

Di Atlanta saja, jumlah pemain pengganti tumbuh dari 1 atau 2 menjadi 1.000 dalam 10 tahun terakhir. Ini jumlah pemeran pengganti dari berbagai keahlian, termasuk mereka yang belum berpengalaman.

Untuk film James Bond ke 25 saja, peran 'stunt man' bagi pemenang Oscar Rami Malek yang akan berperan sebagai 'the villain' yang melakukan 'face off' dari Bond si Daniel Craig. Huh...kompleks ya. Tentu akan membawa cerita luar biasa. 

Sebastien Sondais, 'stunt man' untuk Rami Malek (foto : themirror.com)
Sebastien Sondais, 'stunt man' untuk Rami Malek (foto : themirror.com)
Pemeran penggantinya, Sebastian Sondais, seorang laki laki berkebangsaan Perancis berusia 30 an sampai sampai mengamati hidup Rami Malek dan gelagat, lengkap deng ancara berjalannya. Ini agar peran yang ia lakukan optimal untuk mendukung penerima Oscar yang memang spesial ini. 

Jadi, pekerjaan 'stunt men' bukanlah pekerjaan biasa. Modal berani tidaklah cukup. 

'Stunt Men' di Indonesia dan Tuntutan Profesional

Perkembangan artis sebagai 'stunt men' di Indonesia tetap berkembang, meski dalam skala yang berbeda dengan di Amerika dan Inggris. Secara umum terdapat kategori peran, antara lain pengganti adegan perkelahian, kebut-kebutan motor atau mobil, hingga adegan melompat dari ketinggian.

Di Indonesia terdapat Stunt Fighter Community (SFC) yang diketuai oleh Deswyn Pesik. Di kalangan SFC, mental pemberani menjadi syarat utama menjadi stuntman. Sebab, banyak risiko yang mesti dihadapi. Ia kyang penting adalah mental lalu adegan teknis dipelajari. "Saya rasa itu saja", kata dia kepada detikFinance, Senin (20/8/2018).

Nah, benarkah demikian? Saya rasa tidak. Modal keberanian tidaklah cukup. 

Saya jadi ingat 'stunt man' untuk Presiden Jokowi pada saat Asian Games yang mendatangkannya dari Thailand. Tidaklah terlalu heran karena memang ini pekerjaan yang sangat berbahaya dan persyaratan berikut kriterianya haruslah terpenuhi. Apalagi bila ini menuntut pencitraan.

Tidak semua orang bisa jadi pemeran pengganti untuk adega berbahaya. Pemeran pengganti harus terlatih dan profesional karena mereka mengamil risiko nyawa dari pekerjannya.

Semua adegan yang digantikan akan direncanakan, dilatihkan, digladi resikkan, dan dikaji. Pemeran pengganti harus dirancang agar seaman mungkin. Juga dirancang agar tetap indah di mata pemirsa.

Karena tuntutan kualitasnya, pemertan pengganti bisa saja bekerja 14 jam sehari untuk beberapa hari kerja. Mereka tidak tahu apa proyek film berikutnya. Bisa saja mereka harus memanjat menara Eiffel, memanjat tembok Cina, atau melompat dari ketinggian gedung bertingkat.

Sudah terdapat sekolah 'Stunt Men' yang telah mendidik 'stunt men' selama 27 tahun. Ini seperti yang bisa dilihat di http://www.stuntschool.com. Sekolah 'stuntmen' biasanya berjalan sebulan atau dua bulan dan denganbiaya cukup mahal. 

Pelajaran bisa melingkup menyetir mobil dengan kecepatan tinggi, memanjat dengan kabel atau tali, 'martial arts', jatuh dari ketinggian, latihan jatuh yang berbahaya, penggunana senjata tajam dan senjata api, ketrampilan laga tanpa senjata dal lain lainnya. 

Namun, seringkali 'stunt men' tidak mengambil pendidikan formal. Ini tentu lebih berisiko. Untuk dikenal produser, seringkali, 'stuntman' jadi anggota asosiasi artis film.

Dengan upah yang beragam, seseorang mengambil risiko dari pekerjaannya.

Di lingkungan Hollywood, tentu upah bisa US $ 5.000 sampai rata rata US $ 75.000 per tahun. Untuk yang profesional bisa dapatkan US $ 250.000 per tahun.

Bayaran 'stunt man' termahal adalah melompat dari menara CN Tower di Toronto, yaitu sekitar $15,000 per detik. Hah?!

Di Indonesia, ini menjadi tak pasti.

Di Indonesia, 'stunt man' justru dapat bayaran cukup tinggi dari iklan. Honor yang diterima stuntman untuk iklan antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per hari (detikFinance). 

Untuk film layar lebar gajinya bisa lebih rendah per harinya karena durasi bisa dua mingguan. Sementara untuk televise honornya sekitar Rp 500.000 sampai Rp 750.000.

Duh, saya kok sedih ya. Tapi itulah realita. Seseorang harus mencari nafkah. Bahkan ketika nyawanya menjadi taruhannya.

Semoga ini jadi bidang kerja yang mendapat perhatian dari sisi pendidikan dan juga perlindungan.

Pustaka : Satu; Dua; Tiga; Empat 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun