Beberapa contoh di antaranya adalah, mengurangi jumlah akun media sosial yang kita miliki.Â
Walau saya memiliki akun twitter, saya tidak pernah aktif. Facebook dan instagram sudah nyaris saya non aktifkan. Hanya sesekali, bahkan mungkin kurang dari sebulan sekali saya menengok akun Facebook dan Instagram. Itupun hanya melihat sekiranya terdapat pesan penting. Saya toh tidak terluka ataupun rugi karenanya. Ini sebetulnya saya lakukan bukan karena adiksi, tetapi saya merasa ada kehidupan lain yang bisa lebih menarik tinimbang bersibuk di media sosial.Â
Secara pribadi, saya merasa hidup saya lebih santai tanpa beban ketika saya melepaskan televisi sebagai tontonan sejak tahun 2008. Ini bukan karena soal adiksi, tetapi karena program televisi begitu buruknya. TV kabel pun tidak terlalu menarik, kecuali bila terdapat tayangan penting seperti Academy Award. Jadi, saya hanya menyalakan televisi ketika saya membaca dari koran bahwa terdapat peristiwa penting.Â
Mungkin saya terlewat begitu banyak informasi detil, tetapi saya masih cukup bahagia membaca berita berita utama dari media cetak di arus utama. Toh saya tidak menjadi tertinggal dari info utama.Â
Berdamai dengan diri sendiri, gali minat lain, dan kendalikan diri. Paling tidak, itu bisa kita lakukan.Â
Pustaka : 1) Adiksi pada Teknologi; 2) the Guardian; 3) Hikikomori; 4) Sensor Komik; 5) Adiksi Novel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H