Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Palangkaraya sebagai Pusat Pemerintahan RI dan Pembelajaran dari Canberra

1 Mei 2019   16:15 Diperbarui: 5 Mei 2019   13:07 4114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Canberra ACT ( allhome.com.au)

Palangkaraya Sang Primadona

Akhir-akhir ini kita dibawa pada diskusi dan wacana soal ibukota baru Indonesia. Palangkaraya yang digadang jadi salah satu calon ibu kota menjadi banyak dilirik. Dan Ibu Kota Kalimantan Tengah sejak 1957 ini sejak era Sukarno memang sudah dipersiapkan sebagai pengganti Jakarta.

Dalam buku berjudul Soekarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya karya Wijanarka disebutkan, dua kali Bung Karno mengunjungi Palangkaraya untuk melihat langsung potensi kota itu menjadi pusat pemerintahan Indonesia (tagar.id).

Pelangkaraya dianggap relatif aman dari potensi bencana alam. Ia tak memiliki gunung berapi aktif, tak bersentuhan dengan laut lepas. Palangkaraya yang luas wilayahnya dan memiliki banyak sungai hutan. Relatif aman dari banjir.

Artikel Kompasianer Hilmam Miladi telah lengkap mengulas soal Palangkaraya di artikel ini. 

Secara sosial budaya, wilayah Kalimantan adalah wilayah yang relatif aman dari sisi konflik keagamaan. Ini sangat berbeda dengan Jakarta yang selalu menjadi obyek politisasi yang menyebabkan orang sulit bekerja.

Jangankan orang pemerintahan, orang-orang kecil macam saya saja takut kalau di jalanan Jakarta penuh dengan teriakan yang mempolitisasi agama dan suku.

Memang terdapat kisah konflik horizontal antara warga Dayak dan warga pendatang, khususnya warga Madura di 2001. Ini area yang perlu pengelolaan lebih lanjut.

Perjalanan kerja saya ke pedalaman wilayah gambut di Teluk Sampit pada tahun 2018 menunjukkan bahwa masyarakat pada prinsipnya dalam kondisi damai, namun terdapat bibit konflik yang tersembunyi, mengingat isu kemiskinan, keterpencilan, dan kesenjangan yang mengemuka. 

Palangkaraya terletak di pulau Kalimantan yang merupakan pulau dengan letak geografis strategis dengan rencana kelengkapan jalan Trans Kalimantan, infrastruktur yang makin baik, bandara yang memadai, jalur kereta yang mendukung dan kelengkapan kota yang layak.

Presiden Jokowi pun diberitakan melakukan rapat terbatas untuk memasukkan rencana pemindahan pusat pemerintahan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Saya kira ini hal serius. 

Canberra, ACT, Kota Pusat Pemerintahan yang Berbau 'Desa' Sebagai Ibu Kota Australia

Wacana untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Palangkaraya membuat saya ingat Kota Canberra, Australia. Meski, saya hanya sempat tinggal di Canberra selama tiga minggu dan itu pun untuk urusan pekerjaan, saya punya kenangan mendalam tentang kelebihan Canberra ACT sebagai pusat pemerintahan negara Australia. Juga, Canbera sebagai kota yang nyaman bagi mahasiswa dan bagi warga secara umum. 

Terdapat sejarah bahwa untuk lebih dari 21.000 tahun, Canberra adalah rumah bagi warga aborigin Australia yaitu masyarakat Ngunnawal. Setelah adanya kolonisasi bangsa Eropa, kondisi masyarakat berubah. Kebiasaan bertanam seperti yang dilakukan masyarakat aborigin berangsur menghilang.

Pada saat yang sama budaya dan bahkan penyakit juga dibawa masyarakat Eropa ke masyarakat aborigin. Ini sempat membuat banyak kalangan aborigin meninggal ketika cacar air menyerang. Karena hilangnya sebagian besar masyarakat aborigin di wilayah ini, akhirnya masyarakat asli yang tersisa seakan hanya jadi peninggalan.

Sisa budaya masyarakat aborigin ini ada di Birrigai Rock Shelter di Tidbinbilla Nature Reserve, di lukisan batu Namadgi National Park (sayang Tidbinbilla terbakar pada beberapa tahun yang lalu) dan di banyak area di Australian Capital Territory (ACT). Ini terjadi sampai tahun 1820, ketika masyarakat Eropa Barat menempati wilayah ini.

Canberra kemudian mengalami masa masa perubahan. Di tahun 1815, suatu jalan dibangun melewati the Blue Mountains ke Bathurst Plains, dan pada 1820 sebuah jalan sepanjang 100 km dibangun menuju Goulburn Plains. Ini membuka wilayah pembangunan Australia.

Adalah penjelalah Joseph Wild, James Vaughan, dan Charles Throsby Smith yang menemukan the Limestone Plains di wilayah Canberra. Penghuni Eropa pertama di wilayah ini adalah Joshua John Moore yang mendirikan terminal ternak bernama Canberry yang berasal dari nama aborigin 'Kamberra' atau 'Kambery'. Akhirnya pada 1913, Canberra menjadi nama resmi dari area ini.

Kemudian, Parlemen persemakmuran terbentuk pada 1901. Setelah proses pembentukan beberapa negara bagian di Australia, pada 1 Januari 1911, the Australian Capital Territory (ACT) dideklarasikan. Kompetisi untuk mendesain Ibu kota Australia diadakan.

Kompetisi melibatkan 130 peserta dan dimenangkan oleh arsitek asal Amerika, Walter Burley Griffin dan istrinya, Marion Mahony Griffin. Selanjutnya, the Australian Capital Territory (ACT) menjadi teritorial mandiri pada 1989.

Walter Burley Griffin mendesain Canberra dengan pengaruh dari gerakan kota indah bertaman dan berpadang rumput. Ini juga melibatkan desain bukan hanya rumah rumah di wilayah ini tetapi juga interior, seni kaca, karpet dan hiasan pernak pernik ruangan. Taman taman dan area berair juga menjadi perhatian dari desain.

Untuk Australia, memang kota besarnya adalah Sydney dan Melbourne, yang juga dianggap terbaik dan nyaman ditinggali. Namun, di tahun 2018, 'Lonely Planet' menempatkan Canberra ada dalam urutan ketiga sebagai kota yang paling nyaman dan terbaik di dunia untuk wisatawan. Dari sisi urutan,  ia jadi kota terbaik di dunia, setelah Seville di Spanyol dan Detroit di Amerika.

Canberra dikenal sangat rendah tingkat kriminalitasnya. Kota ini juga lengkap untuk ukurannya yang kecil. Ini menjadi istimewa.

Satu hal yang saya nikmati tentang Canberra adalah kesannya sebagai kota kecil. Tidak ramai. Sepi. Tidak semrawut. Menyeberang jalan tanpa ketakutan. Namun, hampir semua ada di sana. Masih banyak pepohonan dan lahan yang luas. Hanya lima menit keluar kota Canberra, sudah bisa didapatkan perkampungan, jalan yang luas dan tidak padat lalu lintas. Kota idaman banyak warga dunia.

Canberra ACT juga dikelilingi area hutan yang indah. Kalau disuruh mengulang kunjungi Australia, saya akan pilih kunjungi Canberra sekali lagi dibandingkan dengan kunjungi Melbourme. 

Saat ini Canberra ACT berpenduduk sekitar 403.057 orang. Ini kurang lebih seperti Palangkaraya yang berpenduduk 258.156. 

Canberra juga menawarkan tempat jajan kuliner yang menarik. Kita bisa dapatkan tempat tempat minum dan kafe yang nyaman. Menu menu lokal sperti 'poached eggs' lengkap dengan irisan alpukat juga dapat diperoleh. Kelengkapan yang ada di kota besar seperti Melbourne tapi dalam paket mini.

Terdapat hal lain yang menarik di Canberra. Kita bisa dapatkan pusat pembuatan minuman anggur 'Lerida Estate Winery', tempat kerajinan gelas 'the Canberra Glasswork', dan juga monumen perang "the Australian War Memorial'.

Saat ini Canberra mengembangkan "Smart City". Layanan wifi gratis untuk pemerintahan, bisnis dan warga tersedia. Juga listrik dengan pembangkit enerji baru dan terbarukan dibangun dengan target mencapai 100% di 2020. 

Canberra Smart City (www.cmtedd.act.gov.au)
Canberra Smart City (www.cmtedd.act.gov.au)

Canberra.times
Canberra.times
Ini membuat Canberra ACT menjadi tempat yang tidak berisik, nyaman untuk tempat tinggal dan bekerja.

Pembelajaran dari Canberra, ACT untuk Palangkaraya dan Indonesia

Bagaimana dengan Palangkaraya? Kompasianer Hilmam telah mengurai apa yang menjadi kekuatan Palangkaraya, yang sedikit banyak memiliki kemiripan dengan apa yang dimiliki Canberra, dari sisi geografis.

Canberra (alamy.com) dan Palangkaraya (ivoox.id
Canberra (alamy.com) dan Palangkaraya (ivoox.id
Canberra dan Palangkaraya
Canberra dan Palangkaraya
Belajar dari Canberra ACT, apa yang paling penting untuk Palangkaraya?

Pertama, kita harus jaga warga Kalimantan. Baik itu warga Dayak maupun warga pendatang yang telah lama menjadi bagian dari masyarakat asli Kalimantan. Jangan sampai kita melupakan dan bahkan kehilangan warga asli.

Bila di Australia, warga asli disebut aborigin, tentu kita tidak melakukan ini. Warga Dayak dan asli lainnya adalah warga terhormat dan menjadi bagian penting dalam wilayah RI. Mereka pemilik kekayaan dan sumber daya yang ada, berikut dengan kekayaan sosial, budaya dan ekonominya.

Kita tidak mengharap (dan bahkan tidak boleh membayangkan) mengalami apa yang terjadi dengan koservasi alam warga asli seperti di Australia.  Tentu saja, ini berarti  bahwa pembangunan di Kalimantan harus inklusif. 

Selama ini BKPM telah menengarai perkembangan investasi Kalimantan sebagai tertinggi untuk wilayah luar Jawa. Tentu ini perlu dianalisis. Investasi apa dan berkenaan dengan sektor apakah yang menyebabkan angka investasi menjadi tertinggi setelah Jawa.

Apakah investasi tersebut telah memberi kesejahteraan pada masyarakat secara luas? Ataukah investasi itu lebih pada investasi tambang dan industri hutan dan hasil hutan yang penuh dengan persoalan?

Posisi Palangkaraya ada di sentra pulau Kalimantan ini sangat strategis. Sejarah dan kondisi serta situasi Kalimantan secara umum yang bisa dikatakan (sempat) dieksploitasi atas nama pembangunan ekonomi oleh pemerintah maupun swasta dan individu menjadikan masyarakat Kalimantan tidak mendapat manfaat penuh dari pembangunan. Ini dapat dilihat dari posisi Kalimantan secara umum dalam Index Pembagunan Manusianya. 

Untuk itu terdapat beberapa hal yang perlu jadi perhatian kita ketika keputusan pemindahan pusat pemerintahan ada di Palangkaraya. Ini untuk menghindari adanya perusakan lebih buruk Kalimantan karena aspek daya tarik lampu dari pusat kenegaraan itu. 

Kedua, beberapa hal di bawah ini mungkin bisa jadi pertimbangan awal.

  • Kita perlu memahami situasi dan konteks sosial dan ekonomi masyarakat Kalimantan dengan baik. Proses 'modernisasi' sejak masa perang dunia kedua telah membuat masyarakat asli Kalimantan tereksklusi dari proses pembangunan. Eksplorasi dan eksploitasi besar besaran wilayah Kalimantan atas nama pembangunan nasional, korporasi maupun individu menjadikan Kalimantan wilayah yang kaya tapi dengan penduduk miskin.
  • Selama ini analisis yang serius dan sistematis tentang masyarakat Dayak Kalimantan dalam konstelasi studi sosial budaya dan ekonomi Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam tidak pernah dilakukan plus tidak dikomunikasikan memadai. Studi studi ini perlu dilakukan atas dasar kepentingan masyarakat Kalimantan dan bagaimana memperbaiki kehidupan masyarakat Kalimantan ke depan.
  • Mengembalikan kejayaan Kalimantan seperti ketika hutan masih lebat mungkin bukan hal mudah. Namun, paling tidak, Kalimantan harus direhabilitasi atas dasar kepentingan rakyat Kalimantan. Pembangunan dan perbaikan kualitas kehidupan rakyat Kalimantan perlu jadi fokus agar mereka dapat menikmati sumber dayanya. Ini harus menjadi prinsip utama. Untuk itu, eskplorasi dan ekploitasi sumber daya oleh korporasi dan pihak di luar masyarakat Kalimatan yang tidak menguntungkan masyarakat Kalimantan perlu disetop atau dipertimbangkan ulang. Pemerintah Jokowi telah mengeluarkan moratorium kelapa sawit pada 2018. Artinya, tidak ada lagi penerbitan ijin baru bagi kebun sawit di Kalimantan.
  • Memberi perhatian pada degradasi hutan Kalimantan dan terancamnya flora dan fauna Kalimantan. Adalah memalukan menyaksikan orang utan dan flora fauna yang terancam karena perdagangan liar 'trafficking'. Ini harus jadi agenda serius.
  • Posisi pusat pemerintahan Indonesia ke Palangkaraya akan menjadikan adanya area 3 negara (Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam) di satu pulau. Ini suatu kesempatan baik dalam konteks peningkatan hubungan kerja sosial, politik dan ekonomi ketiga negara. Pada saat yang sama perhatian perlu diberikan agar kesenjangan dari masyarakat sekitar area tidaklah menyolok. Jadi, ada kekuatan dan tentu ada kelemahan dan tantangan. Soal asap kebakaran hutan Kalimantan ada di depan mata pemerintah nasional dan ini mau tidak mau harus jadi agenda prioritas. 
  • Partisipasi penuh masyarakat rakyat Kalimantan dalam proses pembangunan wilayahnya menjadi persyaratan utama. Inklusi masyarakat Dayak dalam proses pembangunan menjadi hal penting. 
  • Stop pengkaplingan Kalimantan untuk eksplorasi dan ekploitasi tambang. Pemindahan pusat pemerintahan ke Palangkaraya seharusnyalah memberikan harapan, bukan menimbulkan ketakutan. Untuk itu, pemerintah nasional perlu mengontrol baik kerja pemerintah daerahnya. Stop tambang! Stop deforestasi! 
  • Gali sumberdaya baru dan terbarukan, termasuk dalam hal enerji. Beberapa upaya untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya dan mikro-hidro di pedalaman Kalimantan telah dilakukan. Ini bisa jadi awalan untuk menjadikan Palangkaraya 'Smart City' dan Kalimantan yang berdaya. Inspurasi Canberra ACT bisa jadi acuan. 
  • Tentu saja, pembangunan di wilayah ini tidak boleh menjadikan pemerintah nasional lupa untuk memperhatikan wilayah Indonesia yang lain, khususnya wilayah yang memang tertinggal.

Menjadikan Palangkaraya sebagai pusat pemerintah RI yang baru harus jadi kesempatan baik untuk menjadikan masyarakat Kalimantan sejahtera dan jaya.

Untuk itu kerja serius harus dilakukan. Pemerintah perlu melibatkan ilmuwan putra putri Kalimantan dan putra putri Indonesia terbaik untuk membangun wilayah ini. 

Pustaka : 1. Borneo Studies in History, Society and Culture, Victor T. King, Zawawi Ibrahim, Noor Hasharina Hassan, 2017; 2. Canberra ACT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun