Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Terpikat Advokasi Bapak Grab dan Bocah Cilik Kesayangan Ompung!

17 April 2019   14:00 Diperbarui: 17 April 2019   16:49 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu sepuh perlu dibantu melipat (dokumentasi pribadi)

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Antrian belum panjang. Tambak warga sudah Saya hanya butuh 10 menit mengantri dan mendaftar di buku daftar hadir. Saya sempat bertukar urutan antrian dengan sepasang suami istri agar mereka bisa bergabung dengan keluarganya. Tampaknya mereka kakek nenek dari anak kecil yang turut bersama pasangan yang ada di depan saya.

Ibu keren yang tekun pelajari Caleg. (Dokumentasi Prinadi)
Ibu keren yang tekun pelajari Caleg. (Dokumentasi Prinadi)
Setelah mendaftar, sayapun duduk di deretan kursi, menunggu panggilan menyoblos. Karena saya duduk dekat dengan kotak suara, saya bisa melihat jelas bagaimana pemilih di situ. Tersedia empat ruang kotak suara terbuat dari bahan kardus bertuliskan KPU. Soal kotak suara dan ruang suara yang terbuat dari kardus, saya melihat ini bukan masalah. Saya ingat banyak kasus korupsi dan bahkan tinta Pemilu di Pemilu 2004 dan bahkan 2009. Di banyak kantor pemerintah daerah yang saya kunjungi, banyak sekali tumpukan kotak suara bekas. Teronggok percuma. Itu saya tidak pahami. Terpikir, apakag tidak dapat dipergunakan ulang dengan beberapa perbaikan. Prokuremen alat kelengkapan Pemilu selalu jadi sasaran korupsi. Sementara, biaya Pemilu luar biasa mahal. Saya kira warga juga perlu realistis. Tidak ngomel saja. 

Okay, kembali ke liputan di TPS. Tampak warga antri tertib memasuki kotak satu persatu. Petugas begitu apik memantau jalannya proses pemilu. Saya hitung, rerata warga memerlukan waktu sekitar 2,5 sampai 3,5 menit untuk mencoblos. Memang terdapat seorang ibu sepuh, usia di atas 70 tahun yang memerlukan waktu lebih dari 7 menit di ruang suara. Dan, iapun mengangkat tangan minta ditolong. Petugas mendekati si ibu dan menanyakan kebutuhannya. Ia rupanya tidak bisa mengembalikan lipatan kartu suaranya. Petugaas sempat berkonsultasi dengan wakil dari Bawaslu terkait siapa yang boleh membantu pemilih ketika ada masalah di ruang suara. Ibu wakil dari Bawaslu menjawab "wakil keluarga bisa bantu'. 

Ibu sepuh perlu dibantu melipat (dokumentasi pribadi)
Ibu sepuh perlu dibantu melipat (dokumentasi pribadi)
Sepanjang waktu menunggu, saya berbicara dan mengobrol dengan warga yang hadir. Mereka notabene adalah para tetangga di RT. Tepatnya, tetangga ibu saya. Karena saya duduk berdekatan dengan pasangan yang tadi bertukar antrian dengan saya, kami saling menyapa. Si kecil yang tadi turut orang tuanya dan antri berdekatan dengan saya berumur sekitar 3 tahun trus cerewet berceloteh. Ia cukup pemberani untuk anak kecil usia 3 tahun dan berhadapan dengan orang yang baru ia kenali. Sudah jelas pengucapan tiap katanya.  Ia bertanya kepada saya dengan suara lantang "Abang pilih Bapak Presiden Joko Widodo. Semua kita pilih Bapak Presiden Joko Widodo. Tante pilih siapa?". Tentu saja, kami yang duduk dalam deretan tertawa mendengarnya. Saya katakan pada si 'abang' "Abang kok pinter begitu?" Ia menjawab "Iya. Ompung bilang begitu. Ya, Pung?" sambil ia menggelendot pada sang nenek. Sang nenek tertawa malu. Hahahaha. Hiburan yang menyenangkan.  Si kecilpun mengekor pada Ompung yang menuju ruang suara. 

Advokat Cilik (Dokumentasi Pribadi)
Advokat Cilik (Dokumentasi Pribadi)
Seorang perempuan muda yang duduk di sebelah saya berkata "Bu, nanti kita periksa kartunya lho. Kalau yang kartu abu abu untuk pilih presiden, ibu cek di depan panitia ya. Itu penting lho. Jangan cacat'. Saya mengiyakan. Ini baik untuk menera pemahaman warga.  "Saya prioritaskan untuk Pemilu Presidennya. Untuk saya, saya harus lakukan pencoblosan dengan benar pada kartu pemilu Presiden. Juga DPR RI penting bu. Kalau bingung wakilnya, pilih saja partai yang baik bu. Jangan yang serem. Kalau DPRD ga papa lah. Nah, DPD ini kira kira sajalah. Ada nama yang saya kenal saja". Ia berbicara bersemangat, akrab seakan sudah kenaal lama. Mungkin karena melihat saya berbicara berlama dengan keluarga Ompung dan cucunya tadi.

Giliran sayapun tiba. Saya ambil tumpukan dengan empat kartu. Saya periksa terawang (dari halaman belakang) di depan petugas. Aman. Saya masuk ruang suara. Saya coblos satu persatu. Saya lipat dan masukkan ke dalam kotak suara. Saya selesaikan cukup cepat. Saya cek 'timer' saya yang menunjuk angka 2.38,17. Dua setengah menit saya perlukan untuk gunakan hak suara saya. Rasanya lega.

Saya berkeliling meja meja dagangan yang ditata ibu ibu jual di meja meja bazaar di area sekitar TPS. Mpek mpek tentu enak dinikmati setelah nyoblos. Sejauh ini damai. 

Kita tunggu hasilnya. Doa saya semoga Indonesia menjadi tempat yang nyaman untuk kehidupan kita semua. Damai Indonesia.!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun