Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Seruan di Dinding Negeri!

11 April 2019   14:49 Diperbarui: 9 Desember 2019   15:57 2066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mural di Santo Domingo untuk Ajak Kelompok Muda Sadari Bahaya Korupsi (Transparency International)

Kriminalisasi dan Kekerasan pada Penegak Hukum Anti Korupsi

Mohon maaf bila saya mengecewakan pembaca. Ini bukan judul tulisan fiksi, karena saya tak bisa tulis puisi. Ini adalah soal suara kegeraman pada korupsi. 

Juga mohon maaf bila saya 'kekeuh' menulis soal korupsi. Bagaimana tidak? Kemarin, 10 April 2019, the Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan adanya 91 buah kasus dugaan kekerasan terhadap pegiat anti korupsi sejak tahun 1996.

Teror dan kriminalisasi terus terjadi. Tanpa ampun. Sulit dipecahkan. Ini disampaikan oleh Wana Alamsyah, peneliti ICW mengatakan kepada Detik.com. 

CNN.com
CNN.com
Delapan (8) Komisioner, tujuh (7) pegawai KPK dan saksi saksi serta enam belas (16) orang 'whisle blower' menjadi korban dikriminalisasi dan diteror. Ini mencapai jumlah 115 orang, seperti dijelaskan oleh Wana Alamsyah.

Bahkan Koran Tempo edisi 11 April 2019 menyebutkan pernyataan Mantan Ketua KPK, M Busryro Moqoddas soal teror dan intimidasi yang terus menerus menimpa pimpinan dan penyidik KPK. Agus Raharjo selaku Ketua KPK pun diancam kriminalisasi perkara. Berita ini santer dan diiyakan informan internal KPK yang disebutkan oleh Koran Tempo tersebut. Ini membuat marah kita sebagai warga negara. 

Korupsi adalah musuh dalam selimut yang mungkin tidur bersama kita. Korupsi bermuka domba, tetapi bertindak bagai serigala. Bukan tak mungkin bahwa di dalam KPK sendiri terdapat muka muka dan bulu bulu domba, dengan rasa perisa stik impor tetapi dengan kekejaman serigala dan hyena yang telah dilaparkan. Bukan tidak mungkin kan? KPK berisi begitu banyak staf dan penyidik dari berbagai kalangan. Isinya macam macam. Tujuan hidupnya bergam. Kepentingannya juga bisa berbeda beda. 

Persoalan korupsi yang dihadapi berbagai negara dan juga Indonesia menjadikan tuntutan dan harapan akan terus berfungsinya komisi pemberantasan korupsi menjadi suatu lembaga yang permanen sebagai keharusan. Di Gambia dan di sebagian negara Amerika Latin seperti Brazilia, tuntutan semacam ini makin kuat.

Sejarah, etika, integritas dan keahlian KPK perlu direkognisi. Tentu kita ingin KPK terus kuat dan berfungsi karena korupsi masih menggila. Perlindungan atas keamanan penegak hukum di wilayah kerja ini, oleh karenanya perlu dijaga. 

Upaya upaya yang dilakukan oleh KPK, penegak hukum serta masyarakat sipil untuk melawan korupsi melalui upaya penindakan sudah tentu harus terus dilakukan. Singapura mungkin salah satu contoh negara yang dengan efektif menindak koruptornya. Penegakan hukum, anggaran yang memadai untuk melakukan pengusutan dan penindakan, serta prosedur prosedur serta sistem yang digunakan secara tegas terbuksi sukses mencegah dan menindak koruptor

Sayangnya, banyak di antara kita yang apatis pada upaya pemberantasan korupsi. Tentu saja, jalankan proses demokrasi seperti Pemilu dengan memilih Capres dan Caleg yang punya sikap tegas pada anti korupsi hanyalah salah satunya.

Perbaikan sistem dan penegakakan hukum adalah penting. Namun tak kalah penting adalah partisipasi kita untuk mencegahnya. Gerakan yang tulus bisa kita lakukan. Kita pernah berhasil dalam gerakan gerakan politik di masa yang lalu, dan seharusnya kita punya keyakinan bahwa inipun bisa di masa kini. 

Kita, sebagai warga negara - semestinya - bisa membangun gerakan anti korupsi melalui ajakan. Capai bicara politik tanpa nyawa. Sementara nyawa demokrasi kita digerogoti koruptor - ya koruptor di dalam pemerintahan, di antara politisi, di antara korporasi, dan juga di media lini masa. Bila kita sebagai warga negara tidak lakukan sesuatu untuk gerakan anti korupsi, kita juga berkontribusi pada laku koruptif yang pemalas. 

Boleh boleh saja memasukkan materi ke dalam kurikulum seperti yang dilakukan sekarang. Namun sering saya merasa kasihan pada murid yang kurikulumnya dibebani semua pesan dari kegagalan sistem yang ada. Korupsi. Pluralisme. Perubahan iklim. E-game. Aduh mak. Apa lagi? Ada beda antara nilai hidup dan kurikulum sekolah.  Itu yang harus dipahami. 

Pesan Kampanye Anti Korupsi Melalui Seni
Beberapa tahun yang lalu, saya sempat menikmati mural di jalan Pemuda di Semarang soal anti korupsi. Saya terakan foto dari mural itu sebagai ilustrasi artikel ini. Foto mural ini terpampang pada 'wall paper' facebook saya yang hampir tidak pernah saya buka. Mural ini punya pesan strategis. 

Pesannya tajam "Ayah Ibu, Jangan Kau Nafkahi Aku dari Uang Korupsi". Ia terletak di jalan Pemuda di Semarang, yang merupakan tempat yang dekat dengan kantor Gubernur dan DPRD. Yang terpenting, letaknya berseberangan dengan beberapa sekolah, di antaranya SMAN 3 Semarang. Sekolah ibu Menteri Keuanga  dan Ibu Menteriuar Negeri kita. 

Pelajar pelajar SMA lalu lalang di depan mural itu. Juga, masyarakat yang hendak berbelanja ke Mal Paragon akan melewatinya. Ini pengingat kepada kelompok muda bahwa korupsi bukan suatu hal biasa. Generasi muda perlu paham itu. Sayang sekali, mural itu tak berusia lama. Ia digantikan oleh mural tanpa pesan jelas. Sebal juga. 

Bagi saya secara pribadi, mural bukan hanya untuk memenuhi dinding. Mural membawa pesan dan sekaligus semangat gerakan melalui seni. Ini bisa menggantikan baliho baliho program pembangunan yang besar, kaku dan membawa kesan birokratis.

Seni dianggap mampu menjembatani persoalan pesoalan besar dan berat untuk turun ke daratan. Dengan simbol dan gambar dan graffiti yang mudah diingat. 

Terdapat Festival Anti Korupsi yang pernah diselenggarakan oleh the Indonesia Corruption Watch (ICW) di Bali pada tahun 2013 dan tahun 2017. ICW melakukan festival atau pameran seni, mural dan lukisan anti korupsi yang diikuti para seniman Indonesia. Sangat menarik. 

Adanya festival seni mural bahkan dianggap sebagai merealisasikan museum anti korupsi yang dapat dipakai sebagai media pendidikan. Tidak seharusnya senipun turut mati dalam sejarah negeri karena keganasan korupsi yang membuat putus asa.

Festival Anti Korupsi di Bali (the Jakarta Post)
Festival Anti Korupsi di Bali (the Jakarta Post)
Pada Festival Anti Korupsi di Bali pada 2013 dan 2017 itu, pejabat, politisi dan pebisnis korup digambarkan sebagai binatang yang rakus (Jakarta Post, Komang Eviani). Juga ditunjukkan bahwa korupsi adalah perbuatan kriminal. Pesan itu harus didengungkan. 

Mural merupakan salah satu bentuk seni publik. Seni publik dapat dilakukan dalam berbegai bentuk, performance art, instalation art, happening art, stensil, graffiti, mural, poster, dan lain-lain. Pesan dalam mural disampaikan dalam bentuk visual yang sarat akan pesan, coretan, kode dan makna. 

Bukan hanya di Bali, di Pekanbaru sempat pula terdapat upaya upaya seni untuk melawan korupsi. Komunitas Peviart di Pekanbatu tak hanya mengerjakan seni mural, tetapi juga seni visual lain. Di antara karya mereka terdapat koleksi dengan pesan anti korupsi. "Hilangkan Budaya Korupsi di Bumi Melayu” mengandung pesan untuk mengajak masyarakat memerangi budaya korupsi. Tentu dengan budaya lokal yang khas. Ada pula #SAVEUANGMAMAK". 

#SAVEUANGMAMAK (Aiza Nofianti)
#SAVEUANGMAMAK (Aiza Nofianti)
Yang menarik, studi yang dilakukan oleh Aiza Nofianti pada mural yang ada di Pekanbaru menunjukkan bahwa 1) koruptor digambar berbadan gendut; 2) KPK sebagai lambang anti korupsi; 3) Kebanyakan koruptor adalah dari pemerintah, meski terdapat pula pilitisi dan korporasi; 4) Uang digambarkan dengan warna kuning; dan 5) Korupsi adalah untuk emmperkaya diri.

Pinjam Dinding untuk Pesan Anti Korupsi, Mengapa Tidak? 
Setelah sekian lama kita hanya disibukkan untuk berfokus pada dinding mural virtual melalui Facebook atau Instagram, ada baiknya kita lebih aktual dan riil pada dinding dinding kita. Pada tembok sekitar kita. Begitu banyak seniman, mengapa tidak lakukan ini? Tentu perlu kurasi atas kwalitas 'coretan' dan karya seni berdasar rekam jejak dong. Bukan asal panggil pelaku vandalisme ke diding rumah saya. Duh. Gemes jadinya.

Banyak negara membangun mural anti korupsi dan membertahankannya sebagai bagian dari perjalanan melawan korupsi. Sebagian dari mereka punya cerita yang penting. 

Di Santo Domingo, terdapat mural anti korupsi yang dibuat untuk mengingatkan betapa biaya korupsi sangat tinggi. Korupsi menyebabkan kemiskinan warga. Kampanye "Lend me your wall" (Prstame tu pared) atau 'Pinjamkan Dindingmu" meggema. Kampanye ini menggabungkan kampanye anti korupsi dan penegakkan hak asasi manusia. 

Kampanye ini mengajak masyarakat menyumbangkan diri dengan meminjamkan tembok dan dindingnya untuk kegiatan kreativitas publik. Dinding kantor atau rumah mereka manjdai bagian dari kontribusi masyarakat. Keren ya?! Kampanye semacam ini adalah kampanye yang tajam. Tidak menghakimi, dan tetap damai. Transparansi Internasional mendukung kampanye semacam ini. 

Mural di Santo Domingo untuk Ajak Kelompok Muda Sadari Bahaya Korupsi (Transparency International)
Mural di Santo Domingo untuk Ajak Kelompok Muda Sadari Bahaya Korupsi (Transparency International)
Di Santo Domingo, ajakan pada kelompok muda untuk melawan korupsi didengungkan. Ini dimunculkan dalam mural yang keren dengan wajah dari penyanyi kelompok musk Nirvana yang meninggal di usia muda pada tahun 1990an.

Pesan dari kampanye di Santo Domingo adalah "Biskah kita merelawankan dinding kita untuk melawan korupsi?". Masyarakat diajak meminjamkan temboknya untuk mengkampanyekan anti korupsi. 

"Tugas Generasi Muda adalah Mempertanyakan Korupsi" dengan Mural bergambar Kurt Cobain, penyanyi Nirvana dari US yang meninggal di usia muda pada 1990an (Transparency International)

Pesan dan kampanye anti korupsi tidak selamanya harus ada di dalam ruang kelas dan ruang loka karya. Seni dapat berbicara. Kelompok muda dan masyarakat bisa melihat ajakan dan melihat korupsi sebagai penyebab buruknya pelayanan sosial dan ekonomi, infrastruktur tertinggal, sanitasi buruk, bangun sekolah yang tak layak, layanan kesehatan tak purna, dan asuransi kesehatan juga tak terbayarkan melalui seni. Gerakan semacam ini juga menyalurkan emosi yang selama ini disemprotkan melalui sosial media melalui seni yang dapat diapresiasi. 

Ini pengingat bagi pembayar pajak bahwa mereka pemegang saham pembangunan. Untuk itulah, kita perlu terus mengawal uang itu. Kita dukung gerakan anti korupsi melalui kampanye. Kampanye anti korupsi melalui mural mural ini mengingatkan kesadaran masyarakat dan sekaligus mewakili protes kita pada skandal pejabat dan politisi yang merampok harta kita. Sekian dahulu dari saya. 

Pustaka : Anti Korupsi 1; Anti Korupsi 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun