Persepsi Indeks Korupsi (CPI) 2018 dan Debat Capres Soal Korupsi
Persepsi Indeks Korupsi (CPI) 2018 yang diumumkan oleh Transparency International (TI) pada awal 2019 memunculkan kesimpulan tentang sulitnya menghalau korupsi, yang pada akhirnya menggerogoti demokrasi secara global. Merosotnya skor maupun ranking beberapa negara yang proses demokrasinya merosot seperti Amerika menjadi sorotan. Patricia Moreira, Direktur Pelaksana TI pun menyampaikan dalam peluncuran laporan CPI“ Kegagalan sebagian besar negara untuk mengendalikan korupsi telah terbukti berkontribusi pada krisis demokrasi di seluruh dunia” (TI, Januari 2019).
Pada peluncuran CPI 2018, TI mengulas tentang kaitan korupsi dengan demokrasi. Misalnya, negara negara yang menerapkan demokrasi penuh memiliki skor rata rata 75. Negara dengan demokrasi yang masih lemah mencapai skor rata rata 49. Negara yang baru mempraktekkan beberapa elemen demokrasi memiliki rata rata skor 35. Sementara rejim otokratik hanya memiliki rata rata skor 30 an. Secara global, laporan TI ini juga memasukkan aspek lemahnya masyarakat sipil dan persoalan kebebasan press dunia sebagai bagian dari melemahnya demokrasi.
CPI dan Korupsi di Indonesia
Bagi Indonesia, yang untuk kesekian kalinya turut serta menjadi salah satu negara yang dinilai TI, menunjukkan adanya penurunan posisi dalam peringkat CPI 2017 ke CPI 2018. Peringkat Indonesia turun dari 86 ke 89, meski skornya meningkat dari 37 menjadi 38.
Dalam debat Capres yang terakhir, turunnya peringkat Indonesia pada CPI 2018 dikomentari beberapa kali. Juga soal korupsi di tubuh elit negeri (maksunya OTT pimpinan partai P3) yang terhubung dengan skandal jual beli jabatan. Sayang sekali, tak ada diskusi mendalam mengomentari soal korupsi.
Memang, tingginya jual beli jabatan disebut mencapai 90% disebut oleh Ketua Komisi Aparat Sipil Negara (KASN), Sofian Efendi. Ini mencuat dalam dua hari ini. Ia mengatakan bahwa tender dan rekrutmen pejabat telah dilakukan terbuka dan transparan di tingkat nasional, namun belum di tingkat daerah. Menanggapi pernyataan Sofian Efendi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Syafruddin membantah. Ia mengatakan jual beli itu ada sekitar 10 persen (Detik, 4 April 2019). Tentu penghitungannya tak semudah itu.
Wawan Syatmiko, peneliti TI Indonesia menyampaikan bahwa Indonesia memiliki upaya positif antikorupsi yang telah dilakukan oleh Pemerintah, KPK, kalangan bisnis dan juga masyarakat sipil. Global Insight Country Risk Ratings dan Political and Economy Risk Consultancy yang menjadi dasar penyusunan CPI 2018 mencatat bahwa peringkat Indonesia diuntungkan oleh adanya kemudahan berusaha dan perizinan yang ramah investasi.
Sementara itu, the World Economic Forum, Political Risk Service, Bertelsmann Foundation Transformation Index, Economist Intelligence Unit Country Ratings, World Justice Project – Rule of Law Index yang melaporkan maraknya praktik korupsi dalam sistem politik membuat posisi ICP stagnan. Sementara itu, laporan IMD World Competitiveness Yearbook dan Varieties of Democracy menurunkan ICP.
ICP mencatat adanya lingkaran setan antara korupsi dan demokrasi di Indonesia. Perbaikan pada sistem politik yang kebal korupsi akan menghasilkan demokrasi yang berkualitas. Demikian, pandangan Wawan Syatmiko.