Negara yang memiliki kualitas hidup warga yang tinggi tentu memprioritaskan anggarannya untuk peningkatan sumber daya manusia, dan tidak mampu mengeluarkan anggaran militer yang tinggi. Ini juga disampaikan oleh Mary Kaldor, seorang ahli tata kelola global dari the London School of Economics, Civil Society and Human Security Research Unit.
Kaldor mencontohkan negara seperti Kanada, dengan posisi kualitas hidup masyarakat pada ranking no 1, yang hanya memiliki pada anggaran militer pada ranking ke 14. Begitu juga Denmark, Swedia dan Norwegia adalah negara dengan ranking kualitas hidup tertinggi dan berada pada ranking rendah dalam hal pengeluaran anggaran.
Kaldor menyampaikan bahwa hal ini sebetulnya bukan hanya terkait korelasi dua hal di atas, tetapi juga melibatkan tekanan tekanan politis.
Secara umum, beberapa negara memiliki ranking anggaran militer tinggi juga karena kondisi dan status perekonomian mereka tinggi. Ini juga diperkuat pernyataan oleh James Chin, Direktur the University of Tasmania's Asia Institute di Australia bahwa anggaran militer yang tinggi pada umumnya berkaitan dengan pengeluaran untuk konsumsi dan penggajian ahli.
The International Peace Bureau menyampaikan, bahwa anggaran militer mestinya dilihat dengan kacamata yang berbeda.
Pada satu sisi bisa dilihat dari sisi pertahanan dan kemanan. Di sisi lain, anggaran militer bisa dilihat sebagai bagian dari keseluruhan biaya pembangunan berkelanjutan.
Artinya, prioritas anggaran sudah berubah. Pertimbangan dari masyarakat sipil dan parlemen pada prioritas anggaran pada pembangunan berkelanjutan yang menyeluruh adalah utama.
Untuk itu, inovasi dalam hal metode dan cara pengadaan penganggaran militer menjadi hal yang bisa dilakukan. Hal ini kurang lebih mirip dengan penjelasan Capres 01 soal anggaran militer yang bisa dilihat dari perspektif investasi dan bukan hanya konsumsi.
Dalam hal pertahanan dan kebijakan luar negeri, pengurangan anggaran militer perlu dilihat pula sebagai bagian dari upaya mengurangi konflik senjata dan demiliterisasi yang menjadi tujuan bersama, sesama anggota negara negara Persatuan Bangsa Bangsa (PBB).
Secara pribadi, argumentasi 'opportunity cost' atau biaya kesempatan antara peningkatan anggaran militer dengan apa yang harus menjadi kerugian yang diakibatkan karena tidak tersedianya anggaran untuk pembangunan sosial ekonomi adalah masuk akal.
Kita semua paham bahwa ada keterbatasan anggaran dan prioritasi pada anggaran pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kualitas hidup warga Indonesia, perempuan dan laki laki menjadi utama.Ini rasionalisasi klasik dan paling sederhana. Lalu, argumentasi perdamaian dunia melalui penurunan konflik senjata juga tidaklah kalah pentingnya.Â