Capres 01 jmembincang soal kepemilikan saham Freeport yang dulunya sangat rendah dan menjadi 51%, sebagai bagian tak terpisahkan antara kepentingan ekonomi dan pertahanan.
Tentu saja, Capres 02 tetap bersikukuh bahwa ini 'etok etok' - bohong bohong saja. Soal pembagian profit yang tetap saja rendah, kurang dari 30% disebut oleh Capres 02 dengan mengacu pada informasi terbitan the New York Stock Exchange.
Okay, ringkasan debat pada segmen tiga di atas hanyalah konteks yang mungkin perlu kita pahami, sebelum kita masuk pada sedikit analisis tentang anggaran pertahanan.
Setahu saya, beberapa berita tentang perkembangan Indonesia dalam melakukan modernisasi di bidang militer kita baca. Beberapa pembelian helikopter, transfer 24 buah jet F-16 dari Amerika dan juga rencana pembelian Sukhoi diberitakan di bulan Februari dan Maret 2019 ini.
Sementara itu, secara absolut, anggaran militer Indonesia disebutkan berjumlah $10 juta pada tahun anggaran 2018, lebih tinggi dari anggaran militer Malaysia ($3,6 juta) dan Thailand (US $ 7 juta). Jadi, anggaran militer tinggi.
Sebetulnya saya malah ingin bertanya, seberapa tinggi kita perlu biaya militer? Dan, apakah harus jadi primadona? Juga, apa implikasi biaya militer yang tinggi pada politik luar negeri dan dalam negeri kita? Apa implikasinya pada alokasi anggran sektor lain? Ini pertanyaan dari saya, orang awam.Â
Analisa dan dari data anggaran militer yang dimiliki the Stockhom International Peace Research Institute (SIPRI) mungkin bisa jadi basis diskusi kecil kita.
Studi menunjukkan bahwa pengeluaran atau anggaran militer suatu negara yang tinggi tidak punya korelasi dengan tingkat kualitas hidup masyarakatnya. Hanya Jerman yang merupakan satu dari 10 negara dengan total anggaran yang tinggi mampu menawarkan kualitas hidup yang tinggi pada warganya.Â
Tabel tabel di bawah ini mungkin membantu. Tabel pertama adalah rangking berdasar anggaran militer. Tabel kedua adalah rangking berdasar kualitas hidup warga. Data kualitas hidup warga diukur melalui survei yang menggunakan 9 indikator di 80 negara dengan melibatkan 21.000 orang sebagai sampelnya.
Seperti diduga, studi menunjukkan bahwa negara-negara dengan anggaran militer yang tinggi ternyata memiliki kualitas hidup masyarakat yang rendah. Hal ini ditemui di Rusia yang memiliki kualitas hidup pada ranking nomor 38, Saudi Arabia yang memiliki ranking nomor 41, juga Amerika pada ranking nomor 17 serta Cina pada ranking nomor 21.