Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Sudah Saatnya Keluar dari Bias Generasi dan Rangkul Caleg Milenial

13 Maret 2019   14:30 Diperbarui: 14 Maret 2019   12:19 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Julie Emerson, Legislator Milenial Parta Republik (Medium.com)

Mereka lahir pada saat tuntutan untuk membangun empati dan berbagi kue pembangunan didengungkan. Dan yang lebih penting, meski mereka tidak menyebut diri mereka sebagai kelompok yang demokratis, mereka pada prinsipnya menjalankan prinsip itu.

Generasi milenial mungkin menjadi generasi yang paling sebal dengan hipokritnya orangtua mereka, generasi saya. Di mata milenial, banyak generasi baby boomers yang meneriakkan soal pentingnya norma agama tetapi menjadi pelanggar terbesar darinya.

Rasa percaya diri mereka juga lebih besar dari baby boomers, khususnya terkait penguasaan teknologi yang merupakan keunggulan kompetitif dalam lingkup pekerjaan. 

Juga, dari tingkat pendidikan, mereka adalah dari kelompok umur dengan rata-rata pendidikan tertinggi. Kecil kemungkinan mereka buta huruf. Jadi, wajarlah bila suara merekapun cukup lantang. 

Di dunia pendidikan tinggi, misalnya, 53% dosen di Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta adalah dari generasi milenial (Statistik Pendidikan Tinggi 2017). Jumlah dosen lulusan S3 dari generasi milenial pun mulai ada dan meningkat, yaitu 992 orang atau sekitar 3% dari keseluruhan dosen dengan S3. Kita belum memotret keseluruhan kondisi pendidikan generasi milenal. 

Mereka saat ini sudah mulai berbuat. Di seluruh dunia, kontribusi kelompok muda, dari generasi milenium dan bahkan generasi pasca milenium nyata pada upaya dan isu sosial. Ini pernah saya tulis dalam artikel berjudul Ketika Anak Muda Bisa Mengubah Dunia, Umur Berapa Mereka Boleh Punya Hak Suara? 

Saat ini, milenial sudah merasa bertanggung jawab untuk menjadi bagian dari perubahan sosial. Sementara itu, mengingat usianya, generasi baby boomers sedang sibuk mempersipkan masa pensiunnya.  

Hal ini membuat kita perlu memahami kelompok milenial yang ada di deretan partai politik, termasuk dengan kemunculan PSI. Juga, kita dapat memahami bila PSI menyuarakan keras atas ketidakadilan dalam kasus kasus intoleransi. 

Mungkin kita bisa mempertimbangkan pandangan rekan Kompasianer Fantasi yang memberikan catatan pada artikel berjudul Ah, Mbak Grace Natalie, Kok Mbak "Offside" Sih?

Sebagian masyarakat mungkin melihat apa yang disampaikan oleh Grace adalah suatu liberasi yang revolusioner, atau malah sesuatu yang segar dan berani. Boleh jadi, isu isu yang diangkat adalah isu yang sebagian dari kita juga ingin bicara, tetapi tidak sampai. 

Tidak sampai karena memiliki kekhawatiran untuk berhadapan dengan banyak pihak dari generasi baby boomers, generasi saya yang mungkin masih di persimpangan jalan pada isu isu itu, atau bahkan masih intoleran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun