Prostitusi Anak yang Pelik
Berita di koran Tribunenews.com berjudul " Remaja Jakarta ini Jadi Mucikari Prostitusi online" ini sangatlah menghentakkan. Sangat menyakitkan hati. Pelaku dan korban adalah anak anak.Â
Terkait pelaku mucikari yang juga dilakukan oleh anak anak dan masih ada di usia 17, tentu ini perlu penelusuran. Apakah anak ini bekerja sendirian ataukah ia juga hanyalah operator. Studi menunjukkan, jarang terjadi prostitusi anak dikelola sepenuhnya oleh anak anak.Â
Lalu, bagaimana dengan korban yang menjadi pekerja seksual anak? Sayapun jadi ingat peristiwa beberapa tahun yang lalu. Seorang sahabat dekat saya datang kepada saya, menangis tak tahu harus berbuat apa. Pasalnya ia kebingungan. Ia tidak sengaja mendapati percakapan suaminya di ponsel yang berkomunikasi dengan mucikari untuk mendapatkan layanan prostitusi anak. Sahabat saya amatlah terpukul.Â
Ia tergoncang. Tentu saja. Ini pengkhianatan tingkat dewa. Bukan saja pengkhianatan cinta, tetapi juga pengkhianatan pada keluarganya karena ia punya anak perempuan. Ini pengkhianatan pada hak anak secara umum. Melanggar aturan hukum. Ini sesuatu yang teramat serius.
Ia memahami bahwa suaminya melanggar aturan hukum dan bisa dijerat hukuman penjara minimal 10 tahun. Pada saat yang sama, ia tidak mungkin melakukan pengaduan karena hal tersebut akan berbuntut panjang.Â
Selain bukti bukti yang akan pelik, sahabat saya masih beranggapan bahwa menjaga nama baik suami juga akan menyelamatkan nama baik keluarga dan keluarga besar. Nama baik anak anaknya. Apalagi ada anaknya yang perempuan. Oh, Tuhan, ini suatu dilema.
Hal ini juga saya baca di majalah the Guardian edisi terakhir yang ditulis pada 10 Maret 2019 ini. Mirella Fostrup menulis tentang dilema seseorang yang menulis surat kepadanya. Mirella marah dan kecewa karena orang tersebut tidak menuntut atau melaporkan kasus sahabatnya yang tidur dengan anak anak di bawah umur. Mestinya pelaku ada di balik terali besi untuk merasakan akibat perbuatannya.Â
Rupanya, dilema semacam ini bukan suatu kebetulan yang sedikit. Begitu banyak kasus semacam ini terjadi di belahan dunia kita. Dan pelaku yang dikategorikan kejahatan kelamin tetap gentayangan.
Suatu studi yang dilakukan suatu lembaga swadaya masyarakat di tahun 2000an mengindikasikan bahwa lebih dari separuh pekerja seks komersial adalah berusia di bawah umur, antara 15 sampai 18 tahun. Sementara itu, Yayasan LARAS Kalimantan Timur menyampaikan hasil studinya bahwa pada tahun 2013, dari 2.344 wanita pekerja seks di Kalimantan Timur, terdapat 740 di antaranya adalah anak-anak dan usia remaja. Sebagian dari anak anak itu terinfeksi HIV. Artinya, sekitar 31% dari pekerja seks adalah anak anak dan mereka rentan.Â