Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Anjing di Bali, Makhluk Terhormat yang Terancam

10 Maret 2019   10:25 Diperbarui: 11 Maret 2019   02:50 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anjing Bali Berpacaran di Pantai Seminyak (Dokumentasi Pribadi)

Karena saya pernah bekerja cukup lama di wilayah Indonesia Timur, beberapa kali pula saya sempat 'melarikan diri' ke Bali. Niatnya adalah untuk diam mencari sepi dan menyelesaikan target membuat laporan.

Dalam sendiri, kegiatan menulis hanya diseling minum kopi atau berjalan jalan saja di pantai. Namun, niat untuk berada sendirian di Bali hampir tidak pernah sukses. Hampir selalu ada yang mengiringi langkah saya. Anjing.

Mereka ada di mana mana. mengikuti ke manapun saya pergi. Apakah itu anjing Bali ataukah anjing pendatang. Ini terjadi di dalam kota, di desa ataupun di pantai. Tak jarang, anjing berkejaran, pacaran dan berkelahi. Seperti manusia rupanya. :)  

Kitapun akan menyaksikan orang lalu lalang, apakah itu penduduk asli ataupun pendatang yang berjalan bersama anjing. Anjing adalah bagian dari kehidupan masyarakat Bali. 

Anjing di Sanur (Dokumentasi Pribadi)
Anjing di Sanur (Dokumentasi Pribadi)
Anjing di Pantai Sanur Bali (Dokumentasi Pribadi)
Anjing di Pantai Sanur Bali (Dokumentasi Pribadi)
 

Anjing Sahabat Manusia di Pantai Seminyak Bali (Dokumentasi Pribadi)
Anjing Sahabat Manusia di Pantai Seminyak Bali (Dokumentasi Pribadi)
Data dari Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan pada Dinas Kesehatan Provinsi Bali meperkirakan terdapat sekitar 500.000 ekor anjing di Bali pada tahun 2018, sementara jumlah penduduk Bali adalah sekitar 4,2 juta (BPS, 2018).

Angka ini menjadikan Bali sebagai wilayah dengan rasio manusia terhadap anjing adalah 8,2. Ini tertinggi di Indonesia, tetapi bukan yang tertinggi di dunia.

Di Amerika yang penduduknya adalah 327,14 juta di tahun 2018 memiliki jumlah populasi anjing adalah 89,7 juta (Statista.com, 2019). Artinya, rasio manusia terhadap anjing di Amerika adalah 3,6.

Yang menjadi persoalan adalah walaupun hampir semua anjing di Bali punya pemilik, 85% dari mereka dibiarkan liar. Ini menjadikan mereka rentan dengan berbagai penyakit, khususnya rabies. Informasi Dinas Kesehatan Denpasar mencatat terdapat setidaknya 100 laporan per hari atas kasus gigitan anjing. Ini angka yang tinggi.

Suatu studi dalam bentuk tesis mahasiswa pasca sarjana dari Indonesia, Riana Aryani Arief di Universitas Colorado (2014) "Dog Demography and Population Estimates For Rabies Control In Bali, Indonesia" cukup menarik untuk kita simak.

Studi ini mengatakan adanya hubungan antara demografi anjing di Bali dan kecenderungan adanya penyakit rabies. Hal ini dilihat dalam konteks identitas anjing dalam kehidupan manusia di Bali.

Studi ini berangkat dari meningkatnya penyakit rabies di Bali pada tahun 2008. Saat itu pemerintah bukannya melakukan vaksinasi massal, tetapi malah melakukan pembantaian massal. 

Studi menunjukkan bahwa mayoritas anjing ada pemiliknya. Terdapat kecenderungan pemilik lebih menghendaki anjing jantan dan pada umumny aberkeliaran bebas. Sementara itu, jumlah anjing anakan adalah hanya sekitar 15 sampai 20%.

Sementara itu, anjing di perkotaan mayoritas betina dan biasanya diikat. Prosentase anjing yang divaksinasi adalah sekitar 70%, namun anjing betina dan anakan banyak ditemukan tidak divaksinasi.

Sebetulnya, memelas juga melihat perdagangan anjing di Bali. Anjing dijajakan seperti barang biasa, melalui OLX dan media sosial dengan tagar "Dijual Murah : Anjing Bali. 

Persoalan ketidakmampuan mendata populasi anjing di Bali dengan tepat berkontribusi pada estimasi populasi yang lebih rendah. Diperkirakan terdapat variasi sekitar 28% jumlah keluarga yang memiliki anjing, dibandingkan dengan laporan yang ada.

Juga, diperkirakan terdapat sekitar 68% variasi jumlah anjing yang berkeliaran. Ini menjadikan kesulitan para pihak yang hendak melakukan pendataan dan vaksinasi.

Anjing Bali (Marco Adda)
Anjing Bali (Marco Adda)
Di Bali memang memang terdapat anjing Bali dengan genetik yang khusus yang diduga telah berevolusi lebih dari 16.000 tahun dan sering berkeliaran di jalanan. Sementara itu terdapat pula anjing pendatang dengan berbagai jenis keturunan, berambut panjang dan dipelihara pemiliknya.

Dalam kepercayaan Hindu Bali, anjing Bali merupakan makhluk yang dihormati. Anjing dipercaya memiliki kemampuan spiritual. Anjing anjing inilah yang akan memberi tanda kepada pemiliknya akan adanya makhluk jahat.

Memiliki anjing menjadi bagian dari budaya Bali. Dipercaya bahwa anjing Bali adalah petarung dan keturunan serigala. Hal ini pernah pula ditulis oleh salah seorang Kompasianer di tahun 2015 pada tautan ini. 

Anjing Bali (Lawrence Blair)
Anjing Bali (Lawrence Blair)
Seorang antropolog, Dr Lawrence Blair "Ring of Fire' membuat studi dan film khusus tentang anjing Bali ini. Cerita tentang anjing Bali membawa pada realita akan sejarah genetika anjing Bali dan kemampuan dan fungsinya yang luar biasa untuk menghela hama tikus dan menemani masyarakat.

Namun, ketidakmampuan warga dan pemerintah daerah untk mengelola wabah rabies yang terjadi pada 2008 adalah menyedihkan. https://youtu.be/h4MMS5_HOq4

Rabies atau dikenal sebagai penyakit anjing gila menyerang syaraf otak. Penyakit ini mematikan. Ia ditularkan melalui air liur binatang (anjing, kucing, ular, kera) yang telah terkena rabies melalui gigitan. Penyakit ini diperkirakan sudah ada pada masa Mesopotamia di tahun 2.300 sebelum masehi.

Namun di abad 16 seorang ahli fisika Italia,  Girolamo Fracastoro menemukan bahwa penyakit ini mematikan dan tidak dapat diobati. Adalah Louis Pasteur seorang ahli biologi Perancis yang menciptakan vaksin pada 1885. 

Beberapa negara seperti Australia, Selandia Baru, Jepang, Taiwan, negara negara pasifik dan Inggris telah dinyatakan bebas rabies. Rabies banyak ditemukan di Afrika dan Asia. Sementara di Amerika, rabies ditemukan pada mereka yang kembali dari luar negeri. Untuk Asia, Thailand, Vietnam, Indonesia dan India dicatat sebagai negara dengan kasus yang jumlahnya signifikan.  

Rabies merupakan isu serius di Bali, Jawa dan sebagian wilayah di Indonesia Timur.  Persoalan yang ada di Bali adalah sulitnya mengidentifikasi pemilik anjing. Wabah rabies pertama di Bali terjadi pada sekitar tahun 2008. Ini mengubah poisis Anjing Bali di Bali.

Bila tak paham situasinya, sayapun sempat gagal paham ketika dalam suatu rapat pengelola proyek dan diperkenalkan dengan salah seorang manajer program 'Anti Rabies in Bali" di awal tahun 2000 an. Ternyata rabies memang sesuatu yang serius di Bali. 

Adanya wabah rabies membuat beberapa banjar (desa) di Bali melarang adanya anjing yang berkeliaran. Muncul pula pandangan baru bahwa anjing Bali adalah memiliki roh jahat.

Tentu itu membawa akibat yang mengerikan. Pembantaian anjing terjadi. Ini ada pula dalam rekaman yang dibuat oleh Dr Lawrence Blair. Sayangnya, pembantaian sering menjadi jalan pintas yang dilakukan oleh Pemda. 

Di penghujung 2018  rabies kembali menjangkiti anjing di Bali. Namun berita tentang Rabies di Bali tergusur oleh hiruk pikuk tahun politik di negeri ini. Pada akhir Desember 2018, misalnya, upaya serius untuk mengadakan vaksinasi massal dilakukan oleh organisasi pencinta hewan dan anjing Bali (BAWA) bekerjasama dengan dinas kesehatan di Bali.

Vaksinasi massal (Vivanews.com)
Vaksinasi massal (Vivanews.com)
Studi dari Ariana Aryani Arief memberikan rekomendasi untuk menandai anjing yang telah divaksinasi. Ini untuk memastikan status vaksinasi rabies dan juga pemantauan akan upaya penanggulangannya. 

Sebaliknya, pembantaian anjing harus dihindarkan karena ini bertentangan dengan upaya vaksinasi itu sendiri dan juga rasa kemanusiaan kita. Pembantaian mengndikasikan rendahnya tingkat vaksinasi anjing.

Hal ini juga akan meningkatkan lahirnya anjing anjing baru yang belum tentu divaksinasi. Karena hampir semua pembantaian anjing dilakukan dengan pelibatan masyarakat, adalah lebih bijak bagi kita untuk melakukan langkah kampanye bagi publik dan juga pejabat pemda akan pentingnya pengontrolan rabies melalui vaksinasi.

Pustaka : Studi Rabies di Bali; Zona Rabies Bali ; Bebas Rabies di Bali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun