Studi ini berangkat dari meningkatnya penyakit rabies di Bali pada tahun 2008. Saat itu pemerintah bukannya melakukan vaksinasi massal, tetapi malah melakukan pembantaian massal.Â
Studi menunjukkan bahwa mayoritas anjing ada pemiliknya. Terdapat kecenderungan pemilik lebih menghendaki anjing jantan dan pada umumny aberkeliaran bebas. Sementara itu, jumlah anjing anakan adalah hanya sekitar 15 sampai 20%.
Sementara itu, anjing di perkotaan mayoritas betina dan biasanya diikat. Prosentase anjing yang divaksinasi adalah sekitar 70%, namun anjing betina dan anakan banyak ditemukan tidak divaksinasi.
Sebetulnya, memelas juga melihat perdagangan anjing di Bali. Anjing dijajakan seperti barang biasa, melalui OLX dan media sosial dengan tagar "Dijual Murah : Anjing Bali.Â
Persoalan ketidakmampuan mendata populasi anjing di Bali dengan tepat berkontribusi pada estimasi populasi yang lebih rendah. Diperkirakan terdapat variasi sekitar 28% jumlah keluarga yang memiliki anjing, dibandingkan dengan laporan yang ada.
Juga, diperkirakan terdapat sekitar 68% variasi jumlah anjing yang berkeliaran. Ini menjadikan kesulitan para pihak yang hendak melakukan pendataan dan vaksinasi.
Dalam kepercayaan Hindu Bali, anjing Bali merupakan makhluk yang dihormati. Anjing dipercaya memiliki kemampuan spiritual. Anjing anjing inilah yang akan memberi tanda kepada pemiliknya akan adanya makhluk jahat.
Memiliki anjing menjadi bagian dari budaya Bali. Dipercaya bahwa anjing Bali adalah petarung dan keturunan serigala. Hal ini pernah pula ditulis oleh salah seorang Kompasianer di tahun 2015 pada tautan ini.Â
Namun, ketidakmampuan warga dan pemerintah daerah untk mengelola wabah rabies yang terjadi pada 2008 adalah menyedihkan. https://youtu.be/h4MMS5_HOq4