Saya cukup sering melakukan perjalanan kerja ke wilayah Papua Barat. Namun entah mengapa, selalu tersisa sedikit waktu untuk mengunjungi tempat wisata. Pada akhirnya, saya harus cukup legowo untuk bisa memanfaatkan dan mengoptimalkan waktu dan sarana yang ada.
Manokwari sendiri memiliki beberapa tujuan wisata. Bawah Laut Teluk Doreri, Pegunungan Arfak, Pantai Pasir Putih, Cagar Alam Pegunungan Wondiwoy, Hutan Wisata Gunung Meja, Pantai Bakaro, Bendungan Prafi dan Pantai Maruni adalah pilihannya.
Bagi yang hanya memiliki waktu terbatas, waktu setelah jam pulang kerja di sore hari adalah saat yang paling memungkinkan. Untuk itu, saya memikirkan soal pantai Pasir Putih yang berhadapan dengan Pulau Mansinam. Ada dermaga tempat perahu-perahu dari Pulau Mansinam yang berlabuh. Itu menjadi salah satu pilihan.Â
Saya sudah membayangkan panorama matahari tenggelam yang indah. Sementara, untuk sarana transportasi, saya memilih ojek yang banyak mangkal di depan Swiss Belhotel Manokwari. Saya rasa ini memadai.
Maka, sore itu, sekitar jam 16.00 WIT, ketika sinar matahari masih hangat, saya sudah siap duduk di atas sadel oom Ojek. Oom Ojek pertama mengantar saya ke dermaga sepanjang Pasir Putih. Anak kecil dan remaja, perempuan dan laki laki berlarian terjun dari dermaga ke laut dan berenang.Â
Lalu kembali naik dan terjun lagi. Saya berjalan mendekati mereka dan menikmatinya. Sesekali saya mengambil fotonya.
Beberapa mama duduk di bangku dekat dermaga, menunggu kedatangan perahu yang akan membawanya pulang ke Pulau Mansinam. Seorang mama, atau tepatnya oma berkaos putih tersenyum dan ia menawarkan kursi yang ada di sebelahnya. Saya dengan gembira duduk di sebelahnya.Â
Saya bertanya tentang asalnya. Si mama cukup panjang menjelaskan dengan suara cukup lantang tentang asalnya memang dari Pulau Mansinam. Ia pergi beberapa hari ke Manokwari untuk menengok anaknya. Walau saya pernah membaca tentang Pulau Mansinam, saya tetap bertanya kepada Mama tentang beberapa hal.Â
Mama tidak menerangkan tentang pulau yang berpantai indah dan berpohon nyiur melambai, tetapi ia mengatakan bahwa Pulau Mansinam adalah pulau injil. Ia bercerita tentang sejarah mencatat tentang masuknya Injil pertama kali di Papua. Di pulau yang berada di Teluk Doreh inilah tonggak penting tentang pengenalan peradaban moderen di Tanah Papua hadir.Â
Mama menyebut peristiwa itu terjadi pada tanggal 5 Februari 1855 ketika dua orang misionaris asal Jerman yang bernama Carl Wilhelm Ottouw dan Johann Gottlob Geissler hadir di wilayah Papua untuk pertama kalinya. Kedua misionaris tersebut telah melakukan perjalanan panjang melalui Batavia, Makasar, serta Ternate, sebelum sampai ke Papua.
Mama bercerita bahwa ada SD di Pulau Mansinam. Namun anak-anak yang akan bersekolah di sekolah lanjutan harus berangkat pagi sekali ke Manokwari. Karena jam sekolah adalah pada 7.15 WIT, maka anak-anak sudah harus berebut ke pinggir pantai pada sekitar pukul 5.30 WIT untuk bisa siap lebih awal untuk menumpang kapal motor milik Ditpolair Polda Papua Barat untuk menyeberang ke sekolah mereka yang berada pusat kota Manokwari.Â
"Kami berharap akan makin banyak sarana transportasi di sini. Supaya kami mudah untuk pergi pulang ke Manokwari', kata Mama.Â
Obrolan kami terhenti ketika beberapa perahu berdatangan dari Pulau Mansinam. Nampak kesibukan para tukang perahu motor menurunkan barang bawaan dan membantu para penumpang turun dari perahu. Tentu bergantian, tukang perahu membantu mengangkat barang barang penumpang yang bersiap naik perahu.Â
Si Mama berpamitan. Sempat saya tanya mengapa mama begitu paham tentang sejarah pulau Mansinam. Ia menjawab sambil tersenyum "Mama pernah jadi guru SD, ibu. Tentu saya harus tahu sejarah ini. Pulau Mansinam kebanggaan kami. Sampai jumpa. Tuhan berkati". Wah, beruntungnya saya bertemu mama yang baik penuh kisah di antara waktu yang tidak lama.
Matahari makin merangkak turun dan langit indah berwarna perak. Ketika saya sampaikan niatan untuk meninggalkan dermaga dan kembali ke hotel, oom Ojek menawarkan sesuatu yang menarik. Mampir ke pelabuhan Manokwari, walau sebentar, katanya. Saya menyetujuinya. Toh matahari belum turun sepenuhnya. Tentu ada yang menarik di sana.
Beberapa perahu besar dan kecil ada di sana. Nampak beberapa mama menjadi kuli angkat barang dari pelabuhan ke perahu berukuran sedang. Mereka berjalan tegak dan menyunggi barang bawaan di atas kepala atau di pundaknya.Â
Memang, perempuan Papua dikenal bukan hanya melakukan pekerjaan di dalam rumah, tetapi mereka adalah penyangga ekonomi keluarga. Mereka berburu, memancing, juga memanen sagu.Â
Bahkan, mereka melakukan pekerjaan yang selama ini dianggap pekerjaan kasar, seperti kuli angkat barang di pasar dan di pelabuhan. Karena pekerjaan yang dilakukan pada umumnya di sektor informal dan di rumah tangga, peran perempuan dalam ekonomi keluarga tidak dikenali.
Manokwari cukup luas, 1.556,94 km persegi, sementara penduduknya kurang lebih hanyalah 99.488 jiwa. Karena sejarah asal mula peradaban, Manokawari juga menjadi kota perdagangan.
Saya masih terus berjalan pelan di pelabuhan. Banyak perahu tua yang tidak lagi berfungsi ada di sana. Saya akui, ada keindahan pemandangan pelabuhan di sana. Perahu perahu bersandar miring dan air laut menjadi panorama. Sinar matahari membuat warna yang mirip lukisan karya Renoir.
Saya mendapat info dari oom Ojek bahwa rencana pembangunan dan perluasan pelabuhan tertunda karena persoalan tanah milik hak ulayat yang tidak juga selesai negosiasinya dengan pemerintah daerah. Selain harga yang tinggi, berlipat jauh dari harga yang tercantum NJOP, diskusi yang melibatkan suku memerlukan waktu yang lama.Â
Persoalan tanah milik hak ulayat memang hampir selalu mengiringi rencana pembangunan infrastruktur dan tentunya ini tidak bisa dilakukan dengan gegabah. Seringkali negosiasi yang tidak lancar memunculkan pemalangan pintu dan konflik di sana sini.
Ada kisah manusia dan peradabannya. Ada kisah perjuangan. Juga catatan tentang tantangan. Sementara, oom Ojek hanya meminta saya uang pengganti bensi sebanyak Rp 150.000,-. Tidak percuma.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H