Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perempuan Penyunggi, Antara Peran Sosial dan Kesehatan

22 Januari 2019   12:47 Diperbarui: 22 Januari 2019   22:41 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempun di Perdesaan Perancis (blogs.exeter.ac.uk)


Suatu pagi di Desember 2016, dengan menaiki ojek, saya mengunjungi pasar Usuku di pulau Tomia, Wakatobi. Berkunjung ke pasar adalah salah satu bagian dari ritual saya bila melakukan kunjungan lapangan. Di pasar saya bisa mengenal sebagian dari aspek sosial ekonomi masyarakat setempat.

Pasar Usuku tidak terlalu besar, namun saya temui banyak hal menarik. Selain menyambung dengan area dermaga, banyak dijual bulu babi serta berbagai beberapa jenis rumput laut. Saya lihat ada pisang di beberapa sudut pasar. Meskipun pasar didominasi perempuan, saya masih melihat beberapa laki laki berjualan dan belanja.

Seusai saya berkeliling di pasar, saya mampir ke suatu warung kecil. Yang saya sebut warung adalah adanya kursi sekaligus meja dari bambu tempat perempuan berjualan minuman. Saya memesan segelas minuman, yang mereka sebut es cendol. Saya duduk sambil melihat sekeliling. Di sebelah saya, duduk pula seorang ibu. Kami berbicara.

Mama Nia dari Pulau Tomia, Wakatobi (Dokumentasi Pribadi)
Mama Nia dari Pulau Tomia, Wakatobi (Dokumentasi Pribadi)

Ibu itu bernama mama Nia. Sama dengan saya, Mama Nia beristirahat sejenak setelah ia ke pasar menjual Kasuami (makanan khas berasal dari ubi kayu yang menggantikan peran nasi). Ia hendak pulang ke rumahnya yang jaraknya 7 kilometer ke arah bukit. Ia biasanya menunggang ojek dan membayarnya dengan Rp 60.000 pulang pergi. Memang transportasi terbatas.  

Bagi saya, yang menarik adalah Mama Nia menyunggi pisangnya yang satu lirang di atas kepalanya. Ia tampak santai menyunggi pisangnya. Sambil berbicara, ia minum teh hangatnya, sementara pisangnya tetap di atas kepalanya. Saya memandang dengan takjub. Saya memang melihat banyak perempuan membawa barang di atas kepala di wilayah ini.

Perempuan Flores (Foto : Destination Asia)
Perempuan Flores (Foto : Destination Asia)
Di wilayah Indonesia lainnya, saya masih menyaksikan perempuan menyunggi. Di perdesaan di Madura, di Yogya, dan di hampir semua wilayah Nusa Tenggara Timur.  Di Bali, kita menemukan perempuan menyunggi setiap hari. 

Foto : Dokumentasi Pribadi
Foto : Dokumentasi Pribadi
Pada acara khusus seperti Mapeed, kita akan melihat barisan perempuan berpakaian kebaya tradisional putih menyunggi sesajen, sebagai ucapan terima kasih kepada Sang Hyang Widi, Tuhan Yang Maha Esa. 

Mapped di Bali (Foto : Balikami.com )
Mapped di Bali (Foto : Balikami.com )
Menyunggi dalam Sejarah 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. menyunggi berarti membawa barang dengan cara meletakkan barang tersebut di atas kepala. Menyunggi juga berarti menjunjung. Di Jawa dan Bali, menyunggi disebut juga 'nyuwun'. Dalam bahasa Inggris sering dikenal sebagai 'head carrying'. Dan, mengapa perempuan menyunggi? Mengapa menyunggi lebih banyak ada pada ranah kerja perempuan?

Di dunia timur, khususnya di perdesaaan, gambaran tentang perempuan yang menyunggi masih banyak ditemukan. Banyak foto tentang perempuan menyunggi di Asia Selatan maupun di Sub-Saharan Afrika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun