Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Capres, Makanan Kesukaan dan Kebijakan Pangan

13 Januari 2019   19:10 Diperbarui: 18 Februari 2019   08:54 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Michelle Obama and the While House's Vegetable Garden (Foto : NY Daily News)


Pengalaman Amerika

Saat ini semua mata masyarakat Indonesia diarahkan pada calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Banyak topik dihubungkan dengan pemilihan presiden (Pilpres). Juga soal makanan kesukaannya. 

Di Amerika, keterkaitan antara apa makanan kesukaan dan kebijakan yang dijalankan Presiden memang dianggap valid. 

Publik Amerika melihat bahwa selera makan President Trumph berkorelasi dengan kebijakan kebijakannya. Trumph adalah penyuka MacD, KFC dan juga junk food lainnya. Dan hal ini terefleksi pada kebijakan kebijakannya yang lamban untuk meneruskan kebijakan gizi anak sekolah dan pelabelan makanan yang sempat dilakukan oleh Presiden Obama. Terlebih, Trump membalikkan upaya pada adanya kebijakan sertifikasi pangan organik yang ada di departeman pertanian di Amerika (USDA).

Pada saat yang sama, Trump membatasi secara ketat pekerja migran di sektor pertanian yang pada umumnya adalah pendatanga dari Mexico. Alhasil, upah pekerja di sektor pertanian saat ini meningkat, dan mempengaruhi  harga pangan. 

Kebijakan perdagangan luar negeri Trump, khususnya untuk sektor pertanian dikenal protektif. Kemenangan Trump di WTO untuk urusan pertanian dinilai merugikan negara negara yang sedang melakukan swasembada pangan, seperti  Indonesia. 

Trump and MacD (Photo : Independent.co.id)
Trump and MacD (Photo : Independent.co.id)
Kita bisa membandingkan gaya dan selera makan Trump dengan Obama. Obama dan istrinya, Michele Obama sangat perduli pada kebiasaan makan yang sehat. Secara pribadi Obama dan Michele menjalankan kebiasaan makan sehat dalam keseharian. 

Ingat juga minat Presiden George W Bush pada kebugaran dan ini berkontribusi pada kepedulian atas adanya kecenderungan obesitas di Amerika. George Bush memulai adanya program makan siang di sekolah, dan kebijakan ini oleh Obama.

Michelle Obama and the While House's Vegetable Garden (Foto : NY Daily News)
Michelle Obama and the While House's Vegetable Garden (Foto : NY Daily News)
Bagaimanapun, presiden dan keluarganya adalah panutan. Ini dapat dilihat pada masa perang dunia kedua. Eleanor Roosevelt menjadi panutan karena ia meniadakan acara minum kopi sesudah acara makan malam. Hal ini terjadi setelah ia membaca keluhan warga soal untung ruginya minum kopi di masa itu.

Lalu, apakah George W Bush yang penggemar 'cheese sandwich', sementara ayahnya George H.W. Bush penyuka 'hot dog' mempengaruhi kebijakan pangannya? Juga, apakah kesukaan Ronald Reagan yang penyuka 'Jelly Bean' juga mempengaruhi kebijakan pangannya di masa itu? Mungkin masih perlu analisis lebih jauh. 

Ronald Reagan dan Jelly Bean (Vision of America)
Ronald Reagan dan Jelly Bean (Vision of America)
Profesor Ken Albala dari Universitas the Pacific yang juga pendiri program studi pangan di San Francisco mengingatkan perlunya sikap hati hati dalam membuat kesimpulan. Adanya kebun sayur di Gedung Putih di masa presiden Obama mungkin berhubungan dengan berbagai kebjakan Obama dalam hal pangan. Namun apakah Obama berhasil merubah pola makan masyarakat? Mungkin perlu waktu untuk membuktikannya. Waktu yang dalam masa pemerintahannya terlalu pendek untuk bisa merubah kebiasaan masyarakat Amerika yang sudah membudaya untuk mengkonsumsi makanan dengan tinggi kalori, berminyak dan tidak seimbang gizinya. 

Profesoer Albala juga mengatakan bahwa sering kali kantor kepresidenan punya sikap menolak kenyataan atau 'denial' tentang kesukaan akan makanan presiden mereka yang sesungguhnya. Soal Presiden Bill Clinton yang suka hamburger (sebelum menjad vegan), misalnya, tidak pernah disebutkan. Bagaimana dengan tidak fleksibelnya Trump pada jenis makanan, misalnya, tidak juga muncul di permukaan. Trump, misalnya, menolak hampir semua makanan yang asing baginya. Hal ini sering tidak diakui, karena hal tersebut juga menggambarkan sifatnya yang tidak fleksibel dan tidak mau mendengar saran orang lain. 

Profesor Ken Albala menyampaikan bahwa, walaupun makanan seorang presiden tidak selalu menentukan bagaimana ia mempengaruhi cara makan masyarakat dan juga kebijakan pangannya, tetapi selera makan menunjukkan seperti apa presidennya. 

Adalah menarik untuk menyaksikan mantan Presiden Amerika, Obama yang hadir pada the Global Food Innovation Summit in Milano, Italy, dan mengingatkan pengaruh pola konsumsi masyarakat pada perubahan iklim. Ia menyebut peningkatan konsumsi daging di antara masyarakat di Negara yang penduduknya banyak dan saat ini meningkat pendapatannya, seperti Cina, India dan Indonesia, akan berpengaruh pada perubahan iklim. Dia menambahkan bahwa mungkin hanya petani yang paham mengapa sapi menghasilkan methan dan bagaimana ini berpengaruh pada gas rumah kaca. Artinya, makan leibh banyak sayur dan mengurangi porsi stik anda adalah anjurannya (qz.com)

Presiden Indonesia, Makanan Kegemaran dan Kebijakan Pangan

Bagi semua presiden Indonesia, baik yang dipilih dengan proses demokratis ataupun tidak, kebijakan pangan adalah amat sangat penting. Ini berkaitan erat dengan kondisi rakyatnya. Turun naiknya harga pangan menjadi ukuran kepercayaan jalannya pemerintahan. Bahkan, harga beras jadi penting pada hari diselenggarakannya pemilu.

Tentu sejarah pertanian, temasuk padi,  Indonesia perlu dipahami sebagai warisan masa kerajaan kuno, seperti antara lain, Sriwijaya. Adalah kolonialisme Portugis dan Belanda yang kemudian yang merubah komoditas andalannya menjadi rempah rempah dan juga tanaman keras.  Di bawah ini rangkuman dari Kebijakan Pangan di Indonesia, Suatu Tinjauan (Leo Kusuma, 2013).

Baiklah, kita coba lihat lagi makanan kesukaan Presiden Indonesia dan kaitannya dengan kebijakan pangan mereka.. Apakah makanan kesukaan para Presiden RI mempengaruhi kebijakan pangannya?

Presiden Soekarno. 

Presiden Soekarno menyukai makanan-makanan tradisional seperti nasi jagung, sate, rawon dan sayur lodeh. Menurut presiden Soekarno, nasi jagung melambangkan kerja kerasa petani saat ini dan membuktikan indonesia sebagai bangsa agraris. Satu lagi makanan favorit presiden Soekarno yang kini sudah punah yakni Bagar Hiu, daging ikan hiu yang dimasak seperti rendang. 

Setelah masa Proklamasi, kebijakan pangan presiden Sukarno adalah membangun sektor pertanian di segala bidang. Melalui Kementrian Kemakmuran Rakyat yang dipimpin oleh Menteri Mr. Sjafruddin Prawiranegara, dibentuklah Jawatan Perikanan yang mengurusi kegiatan-kegiatan perikanan darat dan laut. Program swasembada beras dicanangkan pada periode 1952-1956, melalui Program Kesejahteraan Kasimo dengan didirikannya Yayasan Bahan Makanan (BAMA) dan berganti Yayasan Urusan Bahan Makanan (YUBM) pada 1953-1956.

Sukarno berfokus pada beras dan jagung, sesuai dengan budaya bercocok tanam masyarakat.  Sentra padi dibangun oleh Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP). Kebijakan pangan saat itu adalah pemenuhan kebutuhan dalam negeri. 

Apa yang dimakan Presiden Sukarno konsisten dengan apa yang difokuskan - beras dan jagung. Beras jagung. Ini menarik. 

Presiden Soeharto. 

Presiden Suharto menyukai sayur lodeh buatan istrinya, tempe bacem dan ikan bakar serta Sego Tiwul. Karena ia dalah seorang petani. Karena ia memerintah lebih dari 2 dekade, maka jejak kebijakan pangannya berbagai. Juga nampak dalam hal diplomasinya serta jatuh bangun menghadapi politik pangan dunia. 

Melalui dua periode PELITA (Pembangunan Lima Tahun) dari tahun 1969-1979, Presiden Suharto memberi perhatian pada kebijakan pembangunan pertanian. Program revolusi hijau (green revolution) dilakukan guna mendukung percepatan pencapaian swasembada beras pada tahun 1974. Revolusi hijau ini membawa pula dampak sosial. Program yang melibatkan pengenalan alat alat pertanian mekanik menggeser kerja petani. Petani, khususnya perempuan, tergeser secara luar biasa karena mereka diasumsikan tidak akan mampu menggunakan mesin dan traktor. Targetnya adalah produksi.

Bulog memiliki hak monopoli untuk mengimpor beras dan komoditas pangan pokok lainnya seperti gula, gandum, jagung, dan kedelai. Swasembada pangan baru dicapai Presiden Soeharto setelah 17 tahun memimpin.

Pada masa itu, produksi beras sebanyak 27 juta ton telah mengantarkan Indonesia meraih predikat swasembada pangan di tahun 1984. Saat itu, konsumsi nasional yang saat ini hanya 25 juta ton atau terdapat surplus hingga 2 juta ton. Swasembada pangan ini diakui Food and Agriculture Organization (FAO).

Gejolak harga pangan terjadi sejak tahun 1985, dan mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 1997. Upaya untuk mengejar stabilisasi harga harus ditebus mahal dengan minimalisir peran pemerintah, dan mencopot peran Bulog melalui penandatanganan Letter of Intent (LoI) pada 1997 mencopot peran Bulog. Pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan kontrol langsung atas harga komodit-komoditi utama pangan. Liberalisasi di sektor pertanian sudah mulai resmi diterapkan sejak tahun 1998. Peran pemerintah hanyalah regulator.Makanan kesukaannya yang menggambarkan makanan orang sederhana konsisten dengan upaya Presiden Suharto untuk mendorong sektor pertanian menjadi andalan. Memang, apa yang dilakukan dengan Revolusi Hijau dan kemudian berakhir dan menyerah untuk memandulkan peran Bulog, pada dasarnya, sangat mengikuti kebijakan dan negosiasi dengan tata perdagangan dunia.  

Presiden BY Habibie. 

BY Habibie ayam goreng. Sedangkan untuk minumannya adalah jus terong belanda campur sirsak.

Pada masa BY Habibie memerintah pada tahun-tahun yang kelam bagi Bulog. Setelah hak atas monopoli beras dicabut, antara 1998 sampai 2000. Bulog tidak memiliki kekuatan untuk turut berperan menjadi penyeimbang pasar perberasan nasional. Peran impor maupun distribusinya sudah diserahkan kepada mekanisme pasar. 

Di saat-saat yang terakhir itu pula, Bulog tidak diberikan kewenangan lagi untuk menyalurkan beras yang telah ditetapkan harganya kepada TNI dan Polri. Akibatnya, Bulog tidak memiliki segmentasi pasar yang jelas, sehingga berimplikasi pada ketidakefektifannya peran Bulog sebagai lembaga stabilisasi harga gabah dan beras. Angin segar nampaknya mulai ditiupkan setelah muncul sejumlah gejolak harga beras dan gabah paska 1998.

Presiden Gus Dur. 

Abdurahman Wahid menyukai Dendeng Batokok, Otak Sapi Gulai dan Limpa Gulai. Sedangkan untuk minumnya antara Jus Alpukat dan Teh Tawar.

Pada masa transisi Gus Dur, dikenal adanya  kebijakan pangan murah dengan kebijakan kecukupan pangan untuk pengentasan kemiskinan. Kebijakan pangan murah menggunakan instrumen operasi pasar. Namun kebijakan itu dianggap tidak konsisten, terutama dari sisi prosentasi produsen dan konsumennya. Prosentasi konsumen 2 kali lebih banyak dari produsen. Adanya kenaikan harga beras membuat konsumen berteriak. Dari sini, sulit menghubungkan makanan kesukaan Gus Dur dengan kebijakannya. Namun terlihat dari makanan kesukaannya, orang seperti Gus Dur menunjukkan sifat 'easy going'nya. Semua menu yang mungkin dilarang dokter ada dalam daftar makanan kesukaan. Ungkapan 'Gitu saja kok repot' mewakilinya. 

Presiden Megawati. 

Megawati suka Gado Gado dan Ikan Bakar Bali. Ini dapat dimengerti karena ia memang berdarah Bali dari Soekarno.

Pada masa Presiden Megawati, kebijakan pangan difokuskan pada pangan murah melalui penetapan harga dasar gabah. Tapi ini dulit dilaksanakan karena tidak konsisten dengan kebijakan internasional yang ada. Sementara 76% masyarakat adalah konsumen beras, dan hanya 24% yang merupakan petani penghasil beras. Situasi petani masih belum berubah dibanding pada masa Gus Dur. Peran Bulog mulai dihidupkan secara perlahan oleh Presiden Megawati melalui Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 2003. Pemerintah nampaknya sedikit berhati-hati menetapkan status Bulog agar tidak melanggar ketentuan yang digariskan melalui LoI 1998. Melalui peraturan pemerintah tersebut, untuk pertama Bulog ditempatkan sebagai lembaga logistik dengan misi ganda, yaitu misi publik (Public Service Obligation) dan misi komersial atau misi mencari keuntungan. Sulit untuk menghubungkan makanan kesukaan Presiden Megawati. Gado Gado memang makanan murah, tapi mungkin tidak ada hubungannya dengan pangan murah yang menjadi kebijakannya. 

Presiden SBY. 

Sementara, SBY suka tahu, tempe, dan krupuk.

Memasuki era kepemimpinan SBY, liberalisasi semakin diperluas di sejumlah komoditas. Petani tidak dapat bertahan karena tanpa ada proteksi penuh dari pemerintah. Angka impor komoditas pangan utama terus melonjak, bahkan untuk komoditi pangan lainnya selain tanaman pangan utama. Paradigma kebijakan di sektor pertanian dari Presiden Yudhoyono masih orientasi untuk mencapai swasembada beras. Presiden Yudhoyono sempat pula memberikan kewenangan monopoli impor beras kepada Bulog di akhir tahun 2007. Tetapi sayangnya, kewenangan tersebut tidak banyak bisa membantu untuk mengatasi dinamika harga beras di dalam negeri yang rawan dengan gejolak harga.

Kebijakan revitalisasi pangan, termasuk di dalamnya keberagaman pagan di masa SBY telahd diupayakan. Tapi tidak berhasil.

Pada masa SBY, kebijakan dan situasi pangan Indonesia adalah terburuk. Jumlah petani menurun dari sekitar 31,17 juta rumah tangga di tahun 2003, maka di tahun 2013 hanya tersisa 26,13 juta rumah tangga (Aliansi Desa Sejahtera). Kesukaan makanan sederhana, tempe dan tahu memang menyehatkan. Tetapi kerupuk? Ini mungkin sedikit menggambarkan kebijakannya yang berupaya keras untuk swasembada pangan, dan juga keberbagaian pangan, tetapi pada akhirnya, camilan kerupuk yang memberik dinamika kebijakan yang rawan gejolak pangan. 

Presiden Jokowi.

Kembali ke makanan kesukan capres dan cawapres, kita lihat capres petahana Jokowi disebutkan di media sebagai penggemar Soto Kuning, Sayur Bening, Oseng Oseng Tempe, Singkong Rebus. Singkong Goreng dan kawan kawannya. Untuk minuman, paling suka Jus Kedondong. Untuk penganan di kala liburan di Solo, Jokowi penyuka Sate Buntel bu Bejo. Sama dengan Jan Ethes. 

Pilihan makanan antara makanan yang menyehatkan seperti sayur bening dan tempe tahu, serta ada pula Soto Kuning bersantan, disamping camilan singkong goreng sedikit banyak merefleksikan idealisme Jokowi untuk mendorong kebijakan pangan yang membela petani. Tantangan dari kebijakan globallah yang membuat kebijakan pangan menjadi nampak memiliki dikotomi. Ini dapat direfleksikan dari pilihan menu  Jokowi yang masih juga menyukai makanan bersanstan. Seberapa sering, itu kita tidak tahu.

Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, implementasi kebijakan swasembada pangan masih penuh tantangan. Keberhasilan panen padi menjadi patokan. Bila produksi padi menurun dan pemerintah harus import, hal ini merupakan hal yang serius. Terutama karena pajak import kita cukup tinggi. Sesuatu yang tidak mudah. Keputusan kebijakan WTO, khususnya setelah kemenangan Trump, yang mengharuskan Indonesia mengikuti aturan dagang dan memberi sangsi pada upaya upaya Indonesia memberikan subsidi pangan menjadi isu. 

Dalam kaitannya dengan kecukupan pangan dan hak kedaulatan, Jokowi melakukan pula sertifikasi hutan untuk dikelola masyarakat. Dengan adanya sertifikasi, masyarakat bisa mengelola lahan, satu di antaranya untuk pangan. Sejak 2017 realisasi penerbitan sertifikat hak atas tanah oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah melampaui target yang ditetapkan. Bila pada 2017 target adalah 5 juta, maka realisasi adalah 5,4 juta. Pada tahun 2018, target adalah 7 juta, sementara realisasi mencapai 9,4 juta. Tahun 2019, pemerintah memiliki target sertifikasi tanah sebanyak 9 juta. Hal ini menuai pujian sekaligus kritik. Soal pujian tentu jelas. Masyarakat yang menanam sengong ataupun tanaman pangan tentulah baik. Namun terdapat sebagian  masyarakat petani masih sering memilih jenis tanaman yang dinilai tidak ramah lingkungan. 

Dukungan Jokowi pada industri pangan dan kuliner bisa dicatat. Usaha 'online' Gofood adalah salah satunya. Kuliner telah menjadi satu dari 16 industri kreatif yang digalakkan. UKM kuliner bermekaran. Memang, perlu pemikiran lebih baik ke depan tentang bagaimana sampah kemasan yang dihasilkan dari industri kuliner melalui layanan online semacam Gofood. 

Soal 'Tenggelamkan" kapal asing pencuri ikan di wilayah kedaulatan RI yang dilakukan Susi Pudjiastuti kita telah mengenalnya. Menurut saya ini adalah salah satu sukses besar dalam hal pangan dari pemerintahan Jokowi. Apa yang dilakukan Susi dalam hal kedaulatan perikanan RI belum ada tandingannya sepanjang sejarah kemerdekaan RI. Susi juga menggalakan kampanye makan ikan sebagai bagian dari upaya peningkatan konsumsi ikan dan gizi masyarakat. 

tempo.co.id
tempo.co.id
Jokowi, saya rasa akan meneruskan kebijakan swasembada pangan. Kali ini Jokowi akan memperbaiki pemilihan pejabat yang akan ditunjuk sebagai menteri pertanian. Jokowi akan dan harus lebih serius tentang hal ini. Tantangannya mungkin pada pilihan dan usulan partai koalisi. Pada masa pemerintahan yang sekarang, nampak Jokowi menemui beberapa tantangan soal pangan. Rencana swasembada pangan terganjal negosiasi denganTrump di WTO, yang sayangnya dimenangkan oleh Trupm. Bhkan ada sangsi sangsi atas apa yang dianggap pelanggaran oleh Indonesia. Kita lihat, akhirnya Indonesia tarik tarikan untuk mengimport beras. Terdapat debat antara Meneri Pertanian dan Meneri Perdagangan soal import ini. Masyarakat petani tentu bingung dengan sinyal sinyal yang berubah. Petani yang sudah getol mendorong pertanian organik juga bingung dengan implementasi di tingkat kabupaten karena distribusi pupuk dan pestisida masih banyak yang konvensional, alias tidak organik. Sementara, subsidi pupuk organik bahkan belum dirasakan masyarakat.

Sementara, untuk capres nomor 2, Prabowo menyukai segala macam jenis Sate. Untuk camilan, ia gemar coklat, baik Kit Kat maupun Cadbury. Terdapat komentar soal proses memasak Sate yang membutuhkan proses bakar yang makan waktu cukup untuk menjadi masak. Yang jelas, perlu kombinasi dan ukuran yang pas dengan konsumsi karbohidratnya agar tidak menimbulkan ketidakseimbangan di tubuh. 

Memang tidak mudah untuk mebuat analisis atas visi misi Pangan yang dibuat Prabowo. Dalam visi misi dan kampanya, Prabowo mengatakan tidak akan memberlakukan impor bila terpilih menjadi Presiden. Warga pemilih tentu akan tertarik mendengar bagaimana Prabowo akan merealisasikan visi ini, bila ia menang. Khususnya karena telah ada ratifikasi di WTO soal pangan yang akan jadi batu sandungan. Kegemaran akan berbagai sate dari Prabowo akan menarik untuk dianalisis apakah kemudian akan mempengaruhi kebijakan import daging? Bagaimana dengan kebijakan pertanian, secara khusus?  Sementara itu, media mencatat tentang hasil kerja Prabowo ketika menjabat sebagai Ketua Nasional Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) yang belum  dirasakan anggotanya. Bahkan Penilaian tidak memuaskannya kinerja Prabowo di HKTI  disampaikan oleh Sekjen Dewan Pertimbangan Organisasi HKTI Humuntar Lumban Gaol dalam keterangan pers di Aula Kantor Dinas Peternakan DKI Jakarta (Kompas.com, 2013). 

Saya duga, kesenangan pada makanan di antara presiden di Indonesia bisa saja dihubungan dengan kebijakan pangan apa yang dibuat, tapi hal ini tidak dapat dengan hitam dan putih. Sangat masuk akal bila makanan kesukaan merefleksikan siapa orang itu. Memang akan menarik melihat analisis hubungan antara makanan kesukaan dan implikasinya pada pilihan kebijakan pangan yang dilakukan oleh Capres dari kacamata psikhologi makanan. Sayang saya tidak menemukan analisis yang terlalu kuat untuk disandingkan di sini. 

Foto : the East Asian Forum
Foto : the East Asian Forum
Untuk membuat analisis lebih jauh dari pandangan capres dan cawapres tentang hubungan makanan kesukaan dengan kebijakan pangan ke depan, saya rasa kita perlu mencoba usulkan beberapa pertanyaan pada debat terkait sesi pangan (debat kedua), antara lain:
  • Apa kebijakan pangan anda? Dan apakah kebijakan tersebut bisa dikaitkan dengan makanan kesukaan anda? 
  • Karena sebagai presiden anda adalah panutan bangsa Indonesia, seberapa  pola dan selera makan anda  akan berpengaruh pada pola makan dan pola hidup orang Indonesia pada umumnya?
  • Apa pendapat anda tentang adanya peningkatan perhatian pada pentingnya produk makanan dan sayuran organik di kalangan masyarakat? Apa dukungan yang harus diberikan kepada petani? bagaimana dengan pasar produk pertanian organik?
  • Saat ini petani Indonesia pada umumnya dari kelompok usia relatif tua. Melihat pentingnya regenarasi kelompok petani Indonesia, apa yang anda rencanakan dalam hal sumber daya manusia, termasuk petani kita ke depan?
  • Apa upaya anda untuk memastikan agar semua warga Indonesia dapat mengakses pangan yang berkelanjutan, aman, sehat dan terjangkau?
  • Apa rencana dan strategi anda untuk bisa keluar (ata setidaknya memenangkan) dari keterikatan Indonesia dalam ratifikasi WTO soal pangan dan upaya swasembada pangan ke depan? 
  • Siapa yang sepantasnya ditunjuk menjadi Menteri Pertanian anda (bila anda terpilih), agar kebijakan pangan anda sesuai harapan? Bagaimana anda memastikan menteri ekonomi yang lain dapat kompak dan bersatu dalam tujuan kebijakan pangan yang mendorong keswasembadaan dan kedaulatan? 

Ada masukan lain untuk pertanyaan yang saya coba susun? Ataukah di debat kedua, masing masing Capres masih akan main tembak tembakan seperti pada debat pertama? 

Pustaka : Sejarah Kebijakan Pangan Indonesia, dan Studi Prof Alballa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun