Ibu Parli adalah pengasuh kucing di rumah kami. Tentu perlu pengasuh untuk kucing yang saat ini berjumlah 25 ekor. Tidak usah kaget. Sebelumnya, kami sempat punya 52 ekor, itupun belum termasuk beberapa ekor yang telah diadopsi kawan dan sahabat.
Awalnya, hanya ada seekor. Anak saya, Mutiara, membelinya dari sebuat 'pet shop'. Kucing bersertifikat alias 'pedigree' itu bernama Princess Talita. Tapi karena hidungnya yang pesek, maka ia dipanggil Kodok.Â
Nama Kodok inilah yang menjadikan rumah kami di desa sering disebut Rumah Kodok. Sang Kodok menikah dengan kucing tetangga dan beranak pinak, dan bercucu cicit. Cukup heran, dari seekor kucing bisa berkembang menjadi lebih dari lima puluh dalam waktu kurang dari 9 tahun.Â
Walaupun kucing-kucing kami lucu-lucu dan cakep-cakep (semua orang tua akan begitu pada anak cucunya), keputusan untuk program pengadopsian perlu dilakukan. Ini untuk kesejahteraan kucing, dan juga kesejahteraan kami sebagai manusia.
Biaya memelihara kucing ini sudah membuat pusing kepala. Kami harus memberi makan dengan baik. Juga memandikan secara teratur, agar terhindar dari penyakit kulit. Jangan lupa, vaksinasi teratur.Â
Kucing kucing ini punya nama yang 'random'. Mulai dari Bomel, Budeng, Browny yang semuanya betina cewek, yang diberi nama oleh ibu saya. Sampai pada Atun yang jantan dan Sobri yang betina, semuanya diberi nama oleh Ibu Parli.Â
Bagi penyayang binatang, mengadopsikan binatang kesayangan memerlukan persiapan lahir dan batin. Kami biasanya harus tahu latar belakang adopter, memberikan kandang secara gratis, surat rekaman vaksinasi, kalungnya, berikut sampel makanan. Tentu kucing dibisiki dengan doa, agar ia sehat kerasan di rumah dan keluarga barunya.
Sekarang, cukuplah memastikan bahwa latar belakang adopter adalah penyayang binatang dan mampu untuk memeliharanya.Â
Kembali ke Ibu Parli. Ia penyayang binatang yang luar biasa. Setiap kali memberi makan, ia akan mengajak dulu kucing berdoa sebelum makan.