Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Sepelekan Resiliensi Penyintas Bencana!

28 Desember 2018   09:15 Diperbarui: 30 Desember 2018   06:34 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangunan Hunian Sementara untuk Inaq Rey di Sembalun di Awal September 2018 (Foto : Haiziah Gazali, Gema Alam NTB)

Mobil Angkutan Sayur dan Wisatawan Rinjani milik Pengawas Gema Alam NTB yang menjadi Mobil Pengangkut Logistik (Dokumentasi Pribadi)
Mobil Angkutan Sayur dan Wisatawan Rinjani milik Pengawas Gema Alam NTB yang menjadi Mobil Pengangkut Logistik (Dokumentasi Pribadi)
Sebagai organisasi nirlaba, Gema Alam NTB tidak memiliki dukungan program dari donor manapun, ketika bencana terjadi. Sementara, tim dan staf Gema Alam NT juga adalah penyintas. Baik Muhammad Juwaeni (Pengawas), Haiziah Gazali (Ketua Gema Alam NTB) dan tim Gema Alam NTB, antara lain Rizalman Zuhdi, Diar Ruly Juniari, Suhupawati, Muslihan, Siti Hilmiatun, dan Mansyur bekerja tanpa gaji. Sampai dengan bulan Oktober, beberapa anggota Tim Gema Alam NTB masih tinggal di tenda pengungsian. Sementara masih repot mengurus keluarga besarnya di tenda pengungsian, anggota dan tim Gema Alam NTB tetap turun ke lapang mendukung penyintas lain. Selama 4 bulan, mereka bekerja tanpa gaji. Selama 4 bulan, mereka berusaha bertahan hidup dari tabungan atau dari usaha sampingan seperti jual pulsa, menjual ternak dan lain lain. Mobil pribadi pengawas lembaga, Muhammad Juwaeni menjadi alat transportasi relawan. Sementara, mobil angkutan sayur yang selama ini menjadi sumber pendapatan Muhammad Juwaeni, pengawas lembaga, juga digunakan sebagai mobil transportasi antar jemput dan menjadi ambulance relawan kesehatan. 

Mobil Angkutan Sayur Milik Pengawas Gema Alam NTB yang Menjadi Angkutan Relawan dan sekaligus Ambulance' (Dokumentasi Pribadi)
Mobil Angkutan Sayur Milik Pengawas Gema Alam NTB yang Menjadi Angkutan Relawan dan sekaligus Ambulance' (Dokumentasi Pribadi)
Di Sembalun, seluruh keluarga Andre Ovan, seorang guru SMP di Sembalun,  menjadikan rumahnya yang indah, bersih dan moderen untuk menjadi posko tempat menginap relawan. Istri Andre Ovan, Fardila selalu menyediakan makan dan minum bagi relawan. Hal ini terjadi selama 4 bulan. Padahal keluarga Andre Ovan sampai dengan tulisan ini dibuat, masih tinggal di tendanya. Mereka tidak berani tinggal di dalam rumah karena trauma yang meeka alami. 

Keluarga Andre Ovan masih tinggal di tenda sampai dengan artikel ini disusun, sementara rumahnya dijadikan posko kesehatan di Sembalun (Dokumentasi Andre Ovan dan Dokumentasi Pribadi)
Keluarga Andre Ovan masih tinggal di tenda sampai dengan artikel ini disusun, sementara rumahnya dijadikan posko kesehatan di Sembalun (Dokumentasi Andre Ovan dan Dokumentasi Pribadi)
Walaupun dengan keterbatasan modal swadaya,  50 unit Huntara yang diprioritaskan bagi Ibu hamil, Ibu menyusui, Lansia dan kelompok Difabel berhasil ldidirikan. Ini tentu saja tidak cukup. Masih banyak warga pengungsi yang menunggu realisasi bantuan pemerintah untuk membangun rumah kembali rumah mereka yang hancur karena gempa. 

Sudah semestinya modal sosial semacam ini perlu direkognisi dan disuburkan. Dan bukan malah dibiarkan atau 'dicuekin'. Membiarkan masyarakat penyintas bekerja sendiri melawan kerentanannya tidaklah adil.  Membiarkan masyarakat penyintas bekerja sendiri juga tidak selayaknya ada, karena mekanisme pendanaan pasca bencana sebetulnya telah ada. Kecepatan dan efektivitas dari mekanisme itu yang perlu ditingkatkan. 

Selain perlu rekognisi pada  upaya baik, pemerintah dan lembaga terkait serta swasta perlu pula melihat keterbatasan yang dimiliki masyarakat penyintas.  Upaya swadaya penyintas tentu akan berdampak terbatas pula. 

Untuk itu, pemerintah dan para pihak yang bekerja pada isu kebencanaan perlu secara serius menanggapi dan mendukung apa yang telah dilakukan oleh penyintas di masa pasca bencana. Resiliendi di antara masyarakat perlu didukung agar lebih subut dan dibangun dengan lebih sistematis. Kepercayaan penyintas pada pemerintah dan lembaga yang bekerja pada isu kebencanaan  akan membangun rasa percaya diri penyintas untuk mampu bangkit dari dampak bencana yang mereka hadapi.

Piagam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) menilai resiliensi penyintas dan upaya upaya yang menyertainya adalah modal sosial yang tidak boleh diabaikan. Resiliensi menyumbang kebangkitan penyintas. SDGs mensyaratkan negara memprioritaskan pada perhatian terkait upaya upaya dan pengetahuan lokal yang berbagai, dan termasuk pada pengetahuan yang berbagai dari kelompok perempuan. 

Pemahaman pada kerentanan yang berbeda yang dihadapi penyintas, perempuan dan laki laki, yang akan menghasilkan pengetahuan lokal yang berbeda. Kekayaan pengetahuan untuk merespons bencana akan berkontribusi pada keberlanjutan upaya upaya rekonstruksi pembangunan jangka panjang.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun