Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Relawan Muda pada Pasca Bencana Lombok

26 Desember 2018   00:16 Diperbarui: 30 Desember 2018   16:11 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


                                                                                                   

     

dr Nadia Putri, dokter relawan Sahabat Gema Alam memeriksa pasien di Batu Jong, Bilok Petung, Lombok Timur (Foto : Zulkarnaen Syri Lokesywara)
dr Nadia Putri, dokter relawan Sahabat Gema Alam memeriksa pasien di Batu Jong, Bilok Petung, Lombok Timur (Foto : Zulkarnaen Syri Lokesywara)
                                                                                                   

Akhir akhir ini, kerelawanan kalangan muda menjadi lebih populer dalam kontribusinya pada perubahan positif di masyarakat. Kerelawanan kalangan muda juga dapat dimaknai sebagai sebuah mekanisme pelibatan pada perdamaian dunia. Selanjutnya, pada kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan "Sustainable Development Goals", ajakan pelibatan kelompok muda diartikulasikan melalui kerelawanan (UNV, 2014).

Siapa relawan muda? 

Menurut piagam persatuan bangsa bangsa, definisi kelompok muda mencakup mereka yang berusia antara 15 sampai dengan 24 tahun (UNESCO). Sementara menurut Undang Undang RI No. 40 Tahun 2009, definisi pemuda adalah warga negara Indonesia berusia 16 sampai 30 tahun yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan.

Adapun seorang relawan adalah inidividu, perempuan atau laki laki, yang menawarkan diri mereka untuk melakukan suatu tugas tanpa harapan pada adanya kompensasi finansial (Shin and Kleiner, 2003). 

Motivasi relawan, tipologi jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan komitmen mereka pada tugas kerelawanan menarik untuk dipahami. 

Kontribusi Relawan Muda.

Di seluruh dunia, kerelawanan kelompok muda pada situasi bencana dapat terjadi pada ratusan jenis jenis kegiatan. Kerja layanan pengumpulan, pengerjaan, distribusi dan penyajian makanan; penggalangan dana; mentoring, pengelolaan tim olah raga, perawatan lansia, pendidikan, kesehatan, mobilisasi sosial, dan advokasi hanyalah sebagian dari jenis kegiatan mereka.  Kelompok muda melakukan pekerjaan kerelawanannya di wilayah tempat tinggalnya, di luar wilayah tempat tinggalnya, maupun di luar negerinya.

Studi global menunjukkan bahwa pada situasi adanya bencana, masyarakat lokal adalah mereka yang pertama melakukan tanggap bencana, sebelum kelompok dan lembaga di luar wilayahnya melakukan upaya upaya. Pelibatan kelompok muda lokal pada kesiapsiagaan bencana tidak hanya memberi manfaat kepada mereka dan keluarga serta lingkungan mereka, tetapi juga membangun kepemilikan pada sistem kesiapsiagaan yang ada (Omoto & Snyder 1990). Studi juga menunjukkan bahwa pelatihan kesiapsiagaan bencana yang memadai bagi kelompok muda akan melindungi mereka dari eksploitasi dan trafficking pada masa pasca bencana (UNICEF, 2011). Namun demikian, pada umumnya masyarakat lokal juga memiliki tantangan atas keterbatasan sumber daya, karena mereka juga merupakan penyintas bencana. 

Untuk Indonesia, Statistik Pemuda Indonesia 2017 (Badan Pusat Statistik, 2017) menunjukkan bahwa kelompok muda berjumlah 63,6 juta atau sekitar seperempat dari populasi Indonesia. Walaupun peran relawan kelompok muda pada kerja pasca bencana telah lama dikenal, namun studi ataupun catatan tentang apa peran mereka dan motivasi yang melatarinya sangat terbatas. Tulisan ini hanyalah catatan kecil dari pembelajaran atas proses mobilisasi relawan kesehatan yang bukan hanya melakukan layanan kesehatan bagi penyintas tetapi juga mengkontribusikan temuan atas penapisan kesehatan penyintas sebagai bahan Kajian Kesehatan Reproduksi Pasca Bencana di Wilayah Terdampak di Lombok Timur, yang diluncurkan pada 27 November 2018. Kajian tersebut melihat kencederungan dan pola diagnosa morbiditas yang dialami penyintas dan sekaligus memberikan pengobatan atas keluhan penyintas. 

Ketika wilayah Lombok mengalami goncangan gempa 6,4 SR dengan kedalaman 10 km pada pada pukul 05.47 WITA 29 Juli 2018, kerusakan terbesar dialami oleh masyarakat Kabupaten Lombok Timur. Pada saat bencana gempa menggoyang Lombok pada 29 Juli 2018, tim Gema Alam NTB yang terdiri dari beberapa orang muda bergerak cepat untuk melakukan tanggap bencana di wilayah Lombok. Kerusakan tersebut ditambah dengan gempa susulan 7.0 SR pada pukul 19.46 WITA di tanggal 5 Agustus 2018 dan selanjutnya gempa susulan pada 19 Agustus 2018. 

Rentetan goncangan tersebut merupakan goncangan yang berat bagi warga karena trauma yang disebabkannya serta korban dan kerusakan yang terus bertambah. Sementara, dukungan untuk tanggap bencana masih lambat bergulir, yang disebabkan oleh adanya eksodus para relawan ke wilayah Lombok Utara dan Lombok Barat yang diketahui mengalami kerusakan yang lebih besar, ditambah dengan adanya masa transisi politik atas terpilihnya kepala daerah baru di tingkat provinsi dan kabupaten, serta beberapa desa di wilayah.  Pada saat itu, Gema Alam NTB tidak memiliki dukungan program donor apapun. Apa yang dilakukan adalah dengan terbatas, berbekal keswadayaan. Mengingat kebutuhan akan adanya layanan kesehatan dan konseling psikholog, relawan kesehatan perlu direkrut dari luar wilayah Kabupaten Lombok Timur. Catatan pembelajaran dari mobilisasi 16 orang relawan muda (3 orang laki laki dan 13 orang perempuan) di anatara 34 orang relawan profesional Sahabat Gema Alam yang mendukung kerja Gema Alam NTB pada masa pasca bencana adalah menarik untuk dianalisis. 

Dari sisi latar belakang pekerjaan relawan muda, dicatat terdapat 13 orang relawan dokter (9 dokter umum, 3 dokter spesialis anak, dan 1 orang dokter spesialis kebidanan dan obgyn) dan didukung 2 relawan psikholog. Selanjutnya, terdapat pula seorang relawan sarjana hukum. Mereka pada umumnya  dalam masa transisi penugasan. Sebagian besar dokter umum dalam tahap akhir masa internship, sementara  di antara 2 dokter spesialis, terdapat dokter yang menunggu penempatan, sementara seorang lagi sedang menunggu penempatan Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Adapun relawan desainer grafis Kit Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sedang menyelesaikan tugas akhir di universitas. 

Menerobos hujan, dr Debby bersama tim Gema Alam NTB kembali dari lapang untuk ke Posko (Foto : Zulkarnaen Siry Lokesywara)
Menerobos hujan, dr Debby bersama tim Gema Alam NTB kembali dari lapang untuk ke Posko (Foto : Zulkarnaen Siry Lokesywara)
Kontribusi relawan muda bidang kesehatan yang mendukung kerja Gema Alam NYB pada masa pasca bencana Lombok di Lombok Timur adalah, antara lain memberikan layanan kesehatan reproduksi, layanan kesehatan neo-natus dan balita, serta layanan kesehatan umum, termasuk lansia. Konseling psikhologi bagi penyintas juga merupakan area kerja relawan muda di Lombok Timur. 

Di samping itu, terdapat pula kontribusi relawan muda terkait desain dan pengembangan Kit Kesehatan Maternal dan Neonatal atau Kit Kesehatan Ibu dan Anak pada masa Pasca Bencana. Relawan muda juga terlibat melalui penampilan seni dan budaya, sebagai bagian dari kerja advokasi kebijakan kesehatan reproduksi pada masa masa pasca bencana.

dr Fatimah menerima sertifikat dari Ketua Gema ALam NTB. Penghargaan kecil namun berarti. (Foto : Dokumentasi Pribadi)
dr Fatimah menerima sertifikat dari Ketua Gema ALam NTB. Penghargaan kecil namun berarti. (Foto : Dokumentasi Pribadi)
Sebagai contoh, dokter Eduard, seorang dokter umum berusia 24 tahun yang berasal dari Lampung memulai penapisan dan layanan kesehatan di wilayah terdampak. Informasi awal terkait kecenderungan situasi penyintas, termasuk keberadaan penyintas ibu hamil yang harus segera dibawa ke Rumah Sakit di Selong karena risiko tinggi sempat dilakukan.  Pada situasi bencana tsunami yang terjadi di Banten dan Lampung Selatan, dr Eduard nampak aktif pula menjadi tim dokter pada posko kesehatan di Lampung. 

Dokter relawan dr Risa Risfiandi SpOG, berusia 30 tahun yang berasal dari Bandung, pada awalnya lebih berfokus pada panapisan ibu hamil dan memberikan edukasi kepada penyintas dan suami mereka terkait kondisi kehamilan dan alat kontrasepsi. Namun, selanjutnya dr Risa terbuka untuk mendiskusikan dengan peneliti tentang kecenderungan dan situasi ibu hamil di wilayah yang dilayani. Dr Risa akhirnya turut serta dalam mendukung proses analisis Kajian, khususnya berkait dengan kecenderungan ibu hamil dengan risiko tinggi yang ada di wilayah terdampak. Hal ini juga dilakukan oleh dr Ramadina SpA yang memberikan catatan atas diagnosanya pada pemeriksaan dan penapisan kesehatan anak bayi dan balita, dan berhasil melaporkan beberapa kasus bayi dengan status gizi buruk, gizi kurang, dan kasus microchephali. Dr Ramadina SpA juga memberikan catatan terkait kecenderungan penyakit penyakit yang ditemui dan dialami neonatus dan bayi serta balita. 

Sementara itu, dr Widyatama Andika, dokter relawan asal Jakarta yang berusia 27 tahun, yang pernah menjadi Wakil Abang None Jakarta Pusat pada beberapa tahun yang lalu. Selain memberikan layanan kesehatan, dokter Andika mengajak pula dokter dokter lain untuk mendukung. Alhasil, 6 dokter perempuan menambah jumlah relawan Sahabat Gema Alam.  Beberapa dokter relawan, antara lain dr Kara Citra dan dr Nadia Putri menghubungkan Sahabat Gema Alam dengan beberapa donatur pembangunan hunian sementara (huntara) bagi penyintas. 

Pada saat advokasi atas hasil Kajian dilakukan di Jakarta, dr Risa Risfiandi SpOg berpartisipasi dalam talk show dan psikholog Gia Saskia mengisi acara 'Berdaya Lotim, untuk Ibu dan Anak Lombok Timur" yang diadakan di Jakarta pada 20 Desember 2018 yang lalu. Gia Saskia dan Anindita Indriyanti juga menggerakkan 12 orang alumni Abang None Jakarta lain untuk menjadi pengisi acara tersebut. 

Adalah menarik untuk dicatat bahwa sebagian besar relawan muda memutuskan sendiri keikutsertaannya pada kerja pasca bencana. Relawan muda memiliki motivasi sendiri untuk berbagi dengan sesama melalui partisipasinya pada kerja di pasca bencana Lombok. Beberapa relawan muda juga memiliki tujuan untuk belajar, disamping memahami konteks dan persoalan yang dihadapi penyintas pada masa pasca bencana. Laras Zita, misalnya, memanfaatkan waktunya sebagai relawan di Lombok Timur untuk memahami situasi dan konteks di lapangan sehingga penyusuna Kit Kesehatan Ibu dan Anak bagi relawan yang disusun lebih sesuai dengan kebutuhan di lapang. Yang menarik, semua relawan muda bangga dengan apa yang mereka lakukan. Hal ini dicatat dari unggahan foto ataupun 'story' pada Instagram dari relawan.

Beberapa studi global menunjukkan bahwa, seringkali masyarakat dan lembaga yang menjadi tuan/nyonya rumah dari relawan muda, memperlakukan kerelawanan sebagai 'take for granted', atau menganggap sudah semestinyalah relawan hadir dan bekerja. Namun, hal ini tidak akan membantu. 

Pembelajaran pada kerja relawan kesehatan yang mendukung kerja Gema Alam NTB menunjukkan bahwa mengahargai dan memberi nilai pada kontribusi relawan muda berpengaruh besar pada upaya membangun rekognisi atas kontribusi mereka. Rekognisi tersebut, dalam proses selanjutnya, memotivasi kalangan muda yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam upaya pasca bencana. Keterlibatan kelompok muda yang populer, misalnya karena mereka adalah alumni Abang None Jakarta membawa pengaruh positif pada kredibilitas mekanisme kerja relawan kesehatan. Media sosial membantu proses penyebaran rekognisi tersebut. 


Dalam hal persiapan relawan kesehatan yang membantu Gema Alam NTB,  'briefing' pendek terkait konteks dan situasi serta keperluan logistik yang diperlukan pada masa tugas relawan telah dilakukan melalui telpon atau email sebelum keberangkatan. Orientasi secara langsung sebelum relawan melakukan tugas juga dilakukan.  Informasi terkait konteks dan kecenderungan kecenderungan yang ditemui dari survai pendek kesehatan reproduksi juga disampaikan sebagai gambaran umum. Koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat serta bidan desa juga dilakukan.  Tentu saja, di masa depan, persiapan persiapan seperti yang dilakukan oleh United Nation Volunteer (UNV) terkait pelatihan kesiapsiagaan bencana dan kepemimpinan akan memberikan hasil yang lebih baik. 

Secara jelas, pembelajaran menunjukkan bahwa peran relawan sangat vital pada kerja kemanusiaan pasca bencana. Pemanfaat data dan informasi dari temuan penapisan dan pemeriksaan kesehatan yang diolah dengan memadai dapat menjadi suatu bahan kajian dan analisis. Sejak September sampai dengan akhir November 2018, tiga belas relawan muda untuk layanan kesehatan yang mendukung kerja Gema Alam NTB telah melayani 2.697 penyintas, 409 di antaranya adalah ibu hamil. Satu hal yang penting bagi Gema Alam NTB, keberadaan dan kotribusi relawan pada kerja kemanusiaan masa pasca bencana Lombok telah membangun pengalaman Gema Alam NTB terkait model kerja bersama dalam memecahkan persoalan dan tantangan memberikan layanan kesehatan reproduksi bagi penyintas gempa. 

Pada saat yang sama, adanya relawan juga memberi pelajaran tentang perlunya membangun aksi dan tanggung jawab kolektif. Terbatasnya waktu yang dimiliki oleh relawan untuk mendukung kerja pasca bencana disadari berpengaruh pada mobilitas. Dari 16 relawan, dicatat bahwa terdapat hanya 3 orang relawan yang dapat berdedikasi melakukan kerja kerelawanan antara 10 hari sd 21 hari. Sementara 13 orang hanya dapat memberikan kontribusi antara 2 sd 5 hari kerja, dikarenakan tugas atau pekerjaan mereka yang tidak memungkinkan mereka meninggalkan pekerjaan dalam waktu lama. 

Pada saat acara "Berdaya Lotim, untuk Ibu dan Anak Lombok Timur", lebih banyak lagi relawan mendukung. Mereka berkontribusi sebagai MC dan pengisi acara, antara lain Svara Samsara, Benita Vania & Friends, 12 muda mudi yang tergabung dalam Paguyuban alumni Abang dan None Jakarta, Non Dita dan Bang Oman, dan Hening Harimurti yang mendukung pengurusan tata panggung. 

Berbagai pihak, termasuk pemerintah tampaknya belum merekognisi peran dan kontribusi relawan muda dalam siklus kerja mitigasi dan penanganan pasca bencana. Juga, pemerintah belum memanfaatkan informasi terkait latar belakang pendidikan dan pekerjaan dari relawan dan nilai yang dapat disumbangkan oleh relawan muda.

Catatan pembelajaran menunjukkan bahwa memahami potensi dan sekaligus tantangan yang dihadapi relawan muda merupakan salah satu cara untuk dapat mengoptimalkan efektivitas kerja relawan.

Pelibatan relawan muda dalam diskusi dan dialog merupakan hal yang penting agar kontribusi mereka efektif untuk mencapai tujuannya. Data yang valid dan dapat dipertanggungkan dapat membantu emerintah untuk dapat membangun strategi yang sesuai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun