Mohon tunggu...
Laeli Fajriyah
Laeli Fajriyah Mohon Tunggu... -

jiwaku karang.. dan engkau adalah samudra...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Selamat Tinggal Ai..

3 April 2011   08:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:10 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

pagi itu, salju baru saja turun, menebar angkuhnya rasa dingin. menusuk2 ulu, sprti langkah kepergianmu, membuat hati ini terhentak. di bawah asap mendung, di tepian jalan menuju pusat kota, kau teteskan nada2 sendu, dlm satu bisikan lirih, dari ujung sbuah perjumpaan, "aku akan sebentar, tp bagi kita mungkin akan lama.." tidak ada yg bisa mencairkan segala kebekuan ini. bahkan irama sunyi semakin keras mengalun. woll tebal yang melilit lehermu, melambai anggun padaku, dan aku hanya mampu meremas keras2 bola-bola salju di tanganku, "selamat tinggal Ai.." orkestra riuh angin dan desahan daun-daun dalam pesta pesakitan hati. lara ini mengulum perih. nestapaku menari-nari di pelataran sunyi. kakiku tiba-tiba goyah di atas akar ketegaran. di sisi mimbar langit, awan seolah mencibir dengan kelakar kemenangan. "jika kau memilih untuk menunggu, jangan pernah lelah untuk menitipkan salam rindu pada sekuntum sakura, sebelum mekar.." diamku, luruh jiwa dalam hanyut kesyahduan. kekakuan yang menghampar... remuk, tentang  bait-bait kata di beranda sebentuk mimpi, musnah!!! ditelan kegetiran waktu! terkubur detik hingga tahun yang kelabu kepahitan yang membakar ini, meneggelamkanku dalam lumpur kesenyapan yang lama,, tercekik duka dalam jarak tak bertempuh.. teriakkk... untuk apa?? pelangi sudah tak mau lagi menampakkan diri, dan kini,, satu warnamu hilang.. juga tawa dan canda itu... layar masa itu telah terkembang, kau berdiri di atas dak kapal, mengurai jaring2 matahari. di bawah siluet warna emas keperakkan.. dilamun ombak yang menggulung parau. dalam lamunan yang tak berpuncak, secercah sesal, bederai bagai rinai hujan kau, telah bingkiskan sekotak cerita, yang terangkum dalam bingkai sejarah kita. kini, kau, serupa bayang semu, yang duduk hanya di awal musim semi untuk menemani, mekarnya sakura di teras bilik senja. ...terekam kisah yang tak bertuah, sejenak tanpa sua dan sapa...hingga mungkin, air mata ini tak lagi mampu mengalir.. "Selamat tinggal Ai.." Bumi Allah, 29'03'11

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun