Mohon tunggu...
LEXPress
LEXPress Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biro Jurnalistik LK2 FHUI

LEXPress merupakan progam kerja yang dibawahi oleh Biro Jurnalistik LK2 FHUI. LEXPress mengulas berita-berita terkini yang kemudian diunggah ke internet melalui media sosial resmi milik LK2 FHUI.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kritik Pengelolaan Keamanan Tragedi Kanjuruhan dan Represivitas Aparat

11 November 2022   20:01 Diperbarui: 15 November 2022   16:18 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: R. Farah Najwa Madiena

Stadion Kanjuruhan kini menjelma jadi tempat ziarah, pertanda dunia sepak bola tanah air masih tenggelam dalam duka. Duka tersebut datang dari tragedi pada 1 Oktober 2022 silam usai pertandingan Arema FC dengan Persebaya Surabaya.

Bagi Aremania, Arema FC yang bertekuk lutut dari Persebaya Surabaya dengan skor 2-3 tentu bukan kekalahan biasa mengingat Persebaya tercatat tidak pernah menang melawan Arema FC di Malang selama 23 tahun terakhir (bola.com, 2022). Akan tetapi, pilunya kekalahan tak sebanding dengan luka yang lahir dari tragedi di hari itu.

Kilas balik, kerusuhan bermula pada turunnya sekitar 3.000 suporter ke lapangan pasca pertandingan. Sebagian anarkis dan disebut-sebut berupaya mencari pemain dan ofisial. Terlihat pula lemparan berbagai macam benda ke arah lapangan sehingga kepolisian memukul mundur suporter dengan puluhan kali tembakan gas air mata (Republika, 2022).

Korban jiwa per 25 Oktober 2022 tercatat mencapai 135 orang, menjadi cerita pilu dunia sepak bola Indonesia dengan jumlah korban tragedi sepak bola terbesar kedua di dunia (Kompas.com, 2022). Penyebab hilangnya 135 jiwa itu disebut-sebut adalah kompilasi alasan seperti tembakan gas air mata, terinjak-injak, dan kekurangan oksigen, yang diperparah penumpukan massa di pintu keluar (CNN Indonesia, 2022).

Penggunaan Gas Air Mata Tuai Kontroversi

Choirul Anam, Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menegaskan bahwa penggunaan gas air mata merupakan salah satu penyebab utama dari tragedi Kanjuruhan (Republika, 2022). Hal ini berdasarkan video kunci yang telah diteruskan kepada pihak yang membutuhkan, termasuk kepolisian dalam hal penyidikan.

Lebih lanjut, terdapat dugaan bahwa gas air mata yang digunakan pada saat kejadian tersebut sudah kedaluwarsa (detikNews, 2022). Penulis meyakini problematika ini perlu mendapat perhatian khusus, terlebih melihat respons aparat kepolisian di mana Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa gas air mata kedaluwarsa justru membuat kadar zat kimianya menurun sehingga tidak efektif lagi ketika ditembakkan. 

Di sisi lain, menurut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), berdasarkan pernyataan ahli dan pengalaman di beberapa negara justru sebenarnya gas air mata yang kedaluwarsa akan menimbulkan efek yang lebih berbahaya (ICJR, 2022).

Terlepas dari hal tersebut, Federation Internationale de Football Association (FIFA) melalui Stadium Safety and Security Regulations telah mengatur bahwa senjata api ataupun crowd control gas tidak boleh dibawa atau digunakan (FIFA, 2022). Hal ini diatur dalam article 19b bagian pitchside stewards. 

Namun, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Kombes Muhammad Iqbal Alqudusy, menyatakan bahwa penggunaan gas air mata dalam tragedi tersebut dilakukan atas dasar Standard Operational Procedure (SOP) kepolisian, tepatnya Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (Kompas.com, 2022). 

Di sisi lain, Kepala Divisi Hukum Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andi Muhammad Rezaldy, menjelaskan bahwa tindakan penembakan gas air mata berdasarkan Perkapolri tersebut harus didahului tindakan-tindakan tertentu (merdeka.com, 2022). Dalam Pasal 5, tindakan ini meliputi kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, atau kendali tangan kosong keras.

Menelusuri Peran Stewards

Larangan penggunaan crowd control gas dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations yang ditemui pada bagian Article 19b bagian pitchside stewards dapat menjadi perdebatan. Sebab, stewards selaku aktor kendali massa stadion yang bertugas berjaga di sekitar tribun penonton seperti di pertandingan sepak bola Eropa jamaknya tidak terlihat seperti yang ada di Indonesia. 

Peran stewards itu sendiri di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam Regulasi Keselamatan dan Keamanan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang dikeluarkan pada 2021. Untuk tujuan peraturan tersebut, stewards didefinisikan sebagai setiap orang dipekerjakan, disewa, dikontrak atau menjadi sukarelawan di stadion untuk membantu manajemen keselamatan dan keamanan penonton, VIP, pemain, panitia, dan orang lain di Stadion (PSSI, 2021). 

Adapun batasan terhadap pengertian tersebut yaitu individu/kelompok yang ditunjuk semata-mata bertanggung jawab atas keamanan perseorangan dan anggota kepolisian yang bertanggung jawab untuk menjaga hukum dan ketertiban, tidak termasuk dalam pengertian stewards dalam peraturan tersebut.

Stewards menurut regulasi tersebut memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang harus disepakati antara tim manajemen keselamatan dan keamanan, penyelenggara pertandingan, serta pemangku otoritas publik sebelum digelarnya laga. Kesepakatan ini harus meliputi di antaranya adalah kewenangan untuk mengeluarkan seseorang dari stadion dan prosedur yang harus diikuti (PSSI, 2021). Dengan demikian, baik aturan mengenai aktor yang bertugas dalam hal ketertiban umum pada regulasi FIFA maupun PSSI sama-sama membedakan tanggung jawab dan wewenang stewards dengan polisi.

Sayangnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memaparkan temuan bahwa para stewards tidak menjaga pintu keluar saat tragedi Kanjuruhan terjadi (Kompas.com, 2022). Hal ini juga nyatanya diketahui merupakan perintah yang didapat dari security officer bernama Suko Sutrisno (SS) yang mana pada akhirnya membuat dirinya turut ditetapkan sebagai tersangka. Oleh karena itu, kejadian ini mencerminkan pentingnya sistem koordinasi yang terstruktur dalam rangka pengendalian massa yang baik.

Problem Manajemen Keamanan, Kendali Massa, dan Infrastruktur

Tragedi ini seketika menjadi pemantik yang membuka koridor fakta bahwa pengelolaan keamanan dan kendali massa dalam pertandingan sepak bola di Indonesia belum cukup sesuai dengan standar internasional. Hal ini dapat dilihat di antaranya dengan tidak adanya stadion yang memiliki sertifikasi khusus dengan label standar FIFA di Indonesia, bahkan dunia. 

Stadion Kanjuruhan, sebagai contoh, menjadi bukti konkret perihal ini dengan adanya fakta bahwa stadion ini memiliki sejumlah masalah seperti tidak adanya tangga di tribun ekonomi, pintu akses yang tidak sesuai standar, hingga ketiadaan pintu darurat sehingga memperburuk proses evakuasi (Kontan, 2022). Dengan demikian, gagasan untuk merobohkan dan membangun kembali Kanjuruhan oleh Presiden Joko Widodo yang disampaikan kepada Presiden FIFA Gianni Infantino adalah langkah tepat untuk meningkatkan manajemen keamanan saat pertandingan berlangsung (detikNews, 2022).

Selain itu, Indonesia hanya memiliki satu orang pemegang lisensi FIFA Security Officer, yaitu Nugroho Setiawan (Onefootball, 2022). Lantas, ini setidaknya dapat membawa pada kesimpulan bahwa security officer saat pertandingan tersebut berlangsung tidak ada yang memiliki kapasitas dalam safety and security berstandar internasional dari perhelatan sepak bola, termasuk cara mencegah dan menangani kerusuhan (suara.com, 2022). Namun, ketiadaan pria yang akrab disapa Pak Nug tersebut sekarang di PSSI tentu berpotensi mengurangi kapasitas PSSI yang seharusnya berperan aktif mengedepankan sistem keamanan selama pertandingan.

lexpress-kanjuruhan-nov-1-636e5ebb4addee65950fb402.png
lexpress-kanjuruhan-nov-1-636e5ebb4addee65950fb402.png
Pentingnya Berpedoman pada Standar Internasional

Standar internasional memiliki arti penting dalam dunia sepak bola dalam rangka mewujudkan keamanan serta manfaat secara massal dan berkelanjutan. FIFA memegang peranan penting sebagai pemegang mandat badan penyelenggara sepak bola dunia sehingga kepatuhan negara-negara di bawahnya terhadap peraturan FIFA secara terintegrasi menjadi langkah tepat untuk mewujudkan hal tersebut.

Dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Statuta PSSI, disebutkan bahwa PSSI adalah organisasi yang independen sekaligus anggota FIFA. Pasal 4 menyebutkan bahwa seluruh anggota PSSI harus mematuhi, menghormati, dan tidak melakukan pelanggaran dalam ketentuan dan peraturan yang dikeluarkan oleh FIFA (PSSI, 2019). Hal ini tentu menjadi dasar yang logis bagi PSSI untuk tunduk pada ketentuan FIFA. Dalam posisi yang demikian pula logis bahwa kedudukan PSSI dapat menjadi lebih condong tunduk pada FIFA meskipun berada dalam kedaulatan pemerintah Indonesia (Peranto, 2015). Dengan demikian, PSSI sepatutnya tunduk terhadap FIFA Stadium Safety and Security Regulations, termasuk larangan penggunaan crowd control gas di dalamnya.

Namun, mengingat pihak-pihak lain seperti PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) selaku panitia penyelenggara pertandingan dan kepolisian juga terlibat dalam penyelenggaraan pertandingan, penting di antara PSSI, PT LIB, dan kepolisian untuk melakukan koordinasi dalam rangka menyelaraskan ketentuan kendali massa dan manajemen pengamanan.

Selain itu, sebagai pendukung agar sistem pengelolaannya berjalan dengan baik dan berkelanjutan, FIFA telah memiliki beragam program seperti gerakan FIFA Football for Hope yang menjadi harapan bagi masyarakat sepak bola dunia agar memberikan manfaat secara massal baik bagi pemain, negara, maupun instansi terkait di tiap-tiap negara beserta stakeholder yang berkepentingan. 

Gagasan Transformasi Sepak Bola Indonesia

Tragedi ini sepatutnya menjadi refleksi penting bagi banyak pihak. Sebagai pembelajaran agar tidak terulang kembali, transformasi sistem dalam sepak bola perlu dilakukan, di antaranya dengan mengupayakan terpenuhinya standar keamanan stadion di Indonesia serta memformulasikan standar protokol dan keamanan yang dilakukan pihak kepolisian berdasarkan standar keamanan internasional (detikcom, 2022). Hal ini dilakukan untuk mewujudkan penyelenggaraan pertandingan sepak bola yang aman dan menebar manfaat secara massal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun