"Tidak ditemukan fakta tembak menembak seperti yang dilaporkan di awal," ujar Kapolri Jenderal, Listyo Sigit Prabowo, dalam konferensi pers yang diunggah pada akun instagram @divisihumaspolri, hari Selasa (9/8).
Dalam penyelidikan, tim khusus menemukan kalau peristiwa yang terjadi adalah penembakan Brigadir J.
"Tim khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan meninggal dunia," ujarnya.
"Hal itu dilakukan oleh saudara E atas perintah saudara FS, kemudian untuk membuat seolah-olah terjadi tembak menembak, saudara FS menembakan senjata saudara E ke dinding," sambung Kapolri.
Sementara itu Bharada E berperan menembak korban atas perintah FS. Bripka RR berperan turut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.
Motif Pembunuhan Brigadir J tidak bisa diumumkan
Pada Kamis (11/8) pada konferensi pers Bareskrim Polri yang diunggah pada Instagram @divisihumaspolri, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, menyatakan bahwa tersangka FS menyatakan bahwa dirinya menjadi marah setelah mendapat laporan dari istrinya yang telah mengalami tindakan melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang, yang dilakukan oleh Brigadir J.Â
Namun motif utuh FS sampai saat ini belum diumumkan ke publik. Bahkan Polri secara tegas motif tersebut tidak akan menjadi konsumsi publik, lantaran menjaga perasaan dan menghindari timbulnya perspektif yang berbeda-beda oleh publik.
Hal inilah yang menjadi perdebatan, karena pasalnya FS merupakan jenderal bintang dua, yang telah banyak menuntaskan berbagai kasus kejahatan besar di Indonesia. Namun, kini kasusnya malah terkesan ditutup-tutupi kepada publik.Â
Dilansir dari Narasi Newsroom, pada Jumat (12/8), Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana UB (PERSADA UB), Fachrizal Afandi mengatakan bahwa motif bukan menjadi unsur yang perlu dibuktikan oleh penyidik. Namun, bisa menjadi pertimbangan hakim untuk memperingan atau memperberat penjatuhan pidana.Â
"Kita lihat tren di kepolisian seperti apa, Ketika setiap perbuatan pidana diumumkan ke publik, lalu diberitahukan kesalahannya. Tapi dalam konteks Sambo tidak diberlakukan demikian, sehingga timbul perbedaan perlakuan yang dipertanyakan," ujar Afandi.Â
Tiga Puluh Enam Polisi diduga Melanggar Kode Etik
Dikutip dari Kompas TV, Senin (15/8), Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, tercatat ada 63 anggota polisi yang diperiksa Inspektorat Khusus Polri. Dari 63 orang yang telah diperiksa, 36 orang di antaranya diduga melanggar etik terkait upaya menghalangi proses penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. Angka ini bertambah lima orang, di mana sebelumnya ada 31 orang polisi yang disebut melanggar kode etik. Hal ni tentunya menimbulkan pertanyaan besar bagi publik, mengapa aparat kepolisian yang sepatutnya menegakan hukum malah terkesan menghalang-halangi kebenaran.