Uceng berpendapat sepatutnya tidak semua hal dapat dimasukkan ke dalam ranah pidana, misalnya terkait penghinaan yang bisa dituangkan ke ranah perdata.
"Saya kira misalnya kalau dalam kasus penghinaan sangat mungkin variasi lain dilakukan, misalnya dengan menggesernya menjadi perdata. Beberapa negara juga sudah melakukan itu," tukas Uceng.
Selain pasal 218 RKUHP, yang juga dipermasalahkan yakni Pasal 351 RKUHP tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. Uceng menilai pasal 351 tidak proporsional karena hanya dapat menjerat warga negara saja, sedangkan sangat memungkinkan para pejabat itu sendiri yang menghinakan jabatannya.
Menurut Eddy, terdapat dua esensi penghinaan. Pertama, menista atau menyatakan seseorang sama dengan kebun binatang. Kedua, fitnah atau menuduh seseorang melakukan perbuatan pidana tetapi tidak bisa dibuktikan. Eddy mengatakan tidak semua orang bisa dijerat oleh pasal ini, oleh karenanya dibuat delik aduan.Â
Di akhir perdebatan, Uceng mengajak mahasiswa bertarung sebaik-baiknya untuk memperjuangkan nilai-nilai terakhir yang dimiliki yaitu kebebasan berekspresi dan berpendapat. Uceng mengatakan, bila dirampas pula oleh negara tidak ada hak yang kita miliki karena diancam oleh pidana.Â
Hal ini sebagai tugas masyarakat, untuk berusaha bersama - sama mencapai kemerdekaan bersuara.Â
Biro Jurnalistik LK2 FHUI berkesempatan untuk mewawancarai seorang Influencer sekaligus Alumni FH UI, Andovi Da Lopez, memberi tanggapan bahwa acara Mata Najwa on Stage yang dipandu oleh Mbak Nana sebagai senior FHUI dan tuan rumah Mata Najwa, membawa perdebatan RKUHP ini ke FH UI adalah permulaan yang bagus untuk berdiskusi dan partisipasi di ruang publik.Â
Andovi juga berharap semoga partisipasi peserta tidak hanya digunakan sebagai tokenism, tetapi dipahami dan dikaji dengan benar.Â
Selain Andovi, Biro Jurnalistik juga berkesempatan mewawancarai salah satu peserta yaitu Akbar, Mahasiswa FHUI angkatan 2020. Menurut Akbar, salah satu peserta Mata Najwa on Stage, yang dilaksanakan di Auditorium FH UI menurutnya cukup komprehensif pada perdebatan RKUHP, terkhusus pada pasal penghinaan yang cukup krusial.
Melihat dari dua perspektif, pemerintah maupun masyarakat, Akbar berharap agar diskusi ini kedepannya akan mendapat suatu informasi serta jawaban yang masyarakat inginkan, serta dapat menciptakan suatu hukum yang partisipatif dengan konsep hukum yang benar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H