AKIBAT HUKUM TIDAK ADANYA PERIZINAN ISTRI DALAM POLIGAMI
Seperti yang telah dijelaskan di atas, tidak adanya persetujuan Pengadilan Agama (salah satu sebabnya adalah tidak adanya izin dari istri) dapat mengakibatkan pembatalan perkawinan. Artinya, perkawinan dianggap sebagai peristiwa yang tidak sah dan dianggap tidak pernah ada.
Kepada suami yang menikah tanpa adanya izin dari istri, suami tersebut dapat dilaporkan ke aparat hukum yang berwenang mengenakan Pasal 279 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:Â
 barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.Â
(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Dapat dilihat bahwa apabila seorang suami berniat melakukan poligami dan istri tidak mengizinkan, namun suami tetap menikah lagi, maka diancam sesuai dengan Pasal 279 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan maksimal tujuh tahun apabila pelaku menyembunyikan pernikahan kepada pihak lain. Hal ini turut ditegaskan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 yang menyatakan hal serupa.Â
Tentu saja, dapat dikenakan apabila telah dilakukan perkawinan kedua atau lebih secara resmi tanpa seizin istri. Apabila suami menikah kembali hanya dengan secara agama (nikah siri), maka sulit bagi istri pertama untuk menuntut suami tanpa adanya catatan perkawinan yang resmi. Tidak hanya itu, apabila terjadi perceraian akan sangat sulit bagi istri untuk menuntut hak-hak dirinya beserta anak hasil perkawinan tersebut.Â
Menurut kasus yang terjadi, Hafidin telah melakukan praktek poligami tanpa adanya perizinan dari para istrinya. Menurutnya, ia tidak memerlukan izin dari istrinya karena menurutnya, istrinya hanya menurut kepada Hafidin. Hal tersebut tentu dapat sangat merugikan, terutama di pihak istri. Apabila pada suatu saat salah satu perkawinan salah satu istri dibatalkan, perkawinannya dianggap tidak pernah terjadi.Â
MENILIK POLIGAMI MASA KINIÂ