Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makarim, mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang diundangkan pada tanggal 3 September 2021.Â
Permendikbud-Ristek ini hadir untuk menjawab kekosongan payung hukum yang melindungi korban kekerasan seksual di lingkungan kampus yang kian hari kian bertambah tanpa perlindungan hukum yang jelas.
Permendikbud-Ristek ini terdiri atas 9 bab dan 57 pasal yang mengatur hal-hal meliputi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta perihal pemantauan dan evaluasi dari pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
Dalam Permendikbud-Ristek ini, perihal pencegahan wajib dilakukan oleh tiga pihak, yaitu pihak Perguruan Tinggi, pihak Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dan oleh pihak Mahasiswa.Â
Perguruan Tinggi diwajibkan melakukan upaya pencegahan kekerasan seksual melalui pembelajaran, penguatan tata kelola, dan penguatan budaya komunitas, mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.Â
Pencegahan melalui pembelajaran dilakukan oleh pemimpin perguruan tinggi dengan mewajibkan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk mempelajari modul Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang ditetapkan oleh Kementerian.
Sedangkan untuk pendidik, tenaga kependidikan, dan mahasiswa juga diminta untuk turut melakukan upaya pencegahan dengan cara membatasi pertemuan dengan satu sama lain secara individu di luar area kampus, di luar jam operasional kampus, dan/atau untuk kepentingan lain selain proses pembelajaran.
Peraturan ini juga mengatur perihal penanganan kasus kekerasan seksual, dimana Perguruan Tinggi diwajibkan untuk melakukan pengadaan melalui pendampingan, pelindungan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban.
Pendampingan yang dimaksud disini diberikan kepada korban atau saksi yang merupakan sivitas akademika. Pendampingan berupa konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi, dan/atau bimbingan sosial dan rohani.Â
Pelindungan yang dimaksud disini diberikan kepada korban atau saksi yang merupakan civitas akademika. Pelindungan berupa jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi mahasiswa dan untuk melanjutkan pekerjaan bagi pendidik dan/atau tenaga kependidikan, pelindungan dari ancaman fisik dan nonfisik, pelindungan atas kerahasiaan identitas, penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas pelindungan, penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan perlindungan, perlindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan korban, perlindungan korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana, pelindungan atas gugatan perdata, penyediaan rumah aman, dan pelindungan atas keamanan dan bebas dari ancaman berkenaan dengan kesaksian yang diberikan.